“Nanti kita bicarakan di kantin.” tutup Lina.
Bel tanda istirahat sudah berbunyi. Para siswa berhamburan keluar kelas. Sebagian memilih ke kantin dan sebagian lagi memilih di dalam kelas. Dua perempuan berjalan santai menuju kantin. Keduanya begitu akrab dan intim seperti saudara kandung. Tak terasa mereka sudah sampai di kantin. Mereka mengambil makanan ringan seperti roti, wafer atau jajanan lain ditambah dengan aqua gelas. Mereka mencari tempat duduk terujung. Kebetulan, suasana kantin tidak terlalu ramai.
“Lin, kenapa kamu dari tadi ngeliat jendela mulu? Emangnya ada apa sih di jendela?“
“Hantu itu terus saja menatap aku, Shan. Kamu tahu, wajahnya pucat banget walaupun tertutup sama rambut panjangnya. Dan yang lebih menyeramkan lagi, bola matanya kosong...“
“Itu cuma perasaan kamu aja, Lin. Kamu keliatannya kayak kurang tidur. Makanya, kalau tidur, jangan terlalu larut. Ya sudah, bayar dulu makanan sama minumanmu, kita masuk ke kelas.“
Mereka bergegas sambil memberikan beberapa uang kepada tukang kantin. Keduanya berlari kecil menuju ruang kelas.
Proses belajar masih berlanjut. Para murid terlihat serius tetapi ada juga murid mencuri kesempatan, membicarakan sesuatu yang tentu topiknya hanya mereka yang sebangku yang tahu. Selain itu, ada juga murid yang terlihat serius memperhatikan, tetapi gurunya tahu, perhatiannya bukan tertuju dengan apa yang dijelaskannya, tetapi pikirannya entah melayang ke mana. Juga, mereka tidak mengetahui bahwa mereka sedang diawasi oleh sosok yang tak kasat mata.
Tak terasa pelajaran sudah berakhir. Bel tanda pulang berdering nyaring. Para guru pun menyudahi pelajaran mereka hari ini sambil keluar dari ruangan kelas. Begitu guru mereka keluar, para murid berdesakan keluar mendahului satu sama lain.
Di sisi lain, dua perempuan terlihat gelisah. Mereka duduk menunggu seseorang datang.
“Mana nih si Doni dan Prakoso? Sudah hampir setengah jam kita menunggu di sini,“ keluh Lina.
“Kita tunggu saja sebentar lagi. Pasti mereka datang kok,“ sahut Shanti tenang.