"Mau naik sepeda?" tawar Margono menekan rem di tangannya. Tri buru-buru menampar kepalanya. Plakk!
"Jalan terus, tapi jangan ngebut-ngebut!" katanya. Margono mengelus-elus kepalanya yang pedes dengan heran. Mbakayu Tri ini memang aneh, pikirnya. Ya sudah, dia terus saja menggowes sepeda itu sambil sesekali meliriki mbak-mbak cantik yang berlari-lari di sampingnya itu.
"Umurmu berapa, Gon?" tanya Tri. Baru sebentar saja napasnya sudah terengah-engah. Wajahnya memerah. Keringatnya sudah mulai mengucur deras, presis seperti mahasiswi baru yang lagi diplonco.
"27."
"Punya pacar?"
"Ora."
"Sudah kaplak begitu kok nggak punya pacar. Nanti kalau masih ada umur, cepetan cari pacar. Manusia itu nggak tahu kapan mau mati."
"Mbakayu kok omongannya aneh?"
"Kalau sampai slamet, kamu harus bersumpah untuk selalu mendengarkan nasihat orangtua," Tri tetap nyerocos.
Margono yang merasa bingung dengan kelakuan Tri hanya berucap, "Nggih. Tapi slamet dari apa, Mbakayu?"
"Mbakayu minta maaf kalau selama ini suka galak sama kamu, Mas Sagrip juga. Themel, kecil-kecil begitu juga mungkin sering menyakiti perasaanmu, Mbakayu mintakan maaf buat semuanya."