“iyaaaaaa deuh” kata Safitri dengan wajah ketus.
Wini berjalan sekitar dua meteran menyusuri pinggir sungai menuju pohon kersen yang rindang. Safitri duduk beberapa meter dari tempat Wini duduk bersama Subekti.
“Kang Bekti mau ngomong apa?” tanya Wini pelan.
Subekti rupanya belum mau menjawab, malah dia anteng menatap daun-daun kersen yang melambai-lambai. Tak lama Subekti mengubah duduknya, ia meluruskan kakinya dan memukul-mukul lututnya seakan dia pegal-pegal.
“Kang...!!!” sapa Wini lagi. Subekti memalingkan wajahnya menatap wajah Wini. Tanpa bicara sepatah katapun, Subekti terus menatap wajah Wini. Selang beberpa detik Subekti meluruskan kembali pandangannya. Ia menatap sungai seolah mencari sesuatu di dasar sungai itu.
Hati Wini berkecamuk, antara perasaan bahagia dan sedih. Sedikit ia melirik wajah Subekti yang masih anteng menatap air sungai. Terlihat wajah Subekti yang teramat tampan. Rambutnya bersulah, hidungnya mancung, kulitnya putih. Terlihat Subekti membasahi bibir tebalnya yang seksi oleh ujung lidahnya.
Tiba-tiba angin sore berhembus lagi menerpa wajah keduanya. Wangi kenanga dari pinggir jalan yang dibawa anginpun tercium, semerbak menacapkan kenangan dalam memori dua insan. Membuat keduanya larut menikmati suasana yang indah. Lama Subekti tidak menoleh ke arah Wini, seolah sengaja ingin memberi kesempatan Wini untuk menatapnya. Namun, tiba-tiba saja Subekti secepat kilat memalingkan wajah ke arah Wini seolah ingin memergoki Wini yang sedang menatapnya dalam-dalam. Winipun terkejut segera ia memalingkan tatapan matanya dan pelan-pelan ia memalingkan wajahnya ke arah adiknya yang sedang melempar-lempar batu-batu kecil kedalam air sungai. Tiba-tiba terdengar suara Subekti pelan.
“Kapan Wini ke jakarta lagi?”
“Dua minggu lagi. Mulai masuk kuliah lagi..” sahut Wini pelan. Tak terasa air matanya berlinang. Lagi-lagi Wini memalingkan wajah ke arah adiknya agar Subekti tidak melihat genangan air matanya, lalu Wini mengusap air matanya. Wini tak ingin Subekti tau kalau dia menangis.
“Sebelum Wini pulang, Akang ingin mengajak orang tuaku berkunjung ke orang tuamu...”
“woooootttt” Wini terperanjat, lalu dia duduk lagi pelan-pelan. Kini air matanya sudah tidak terbendung lagi. Badan nya lemas, ia tak tau lagi harus ngomong apa. Subekti melihat jelas air mata Wini yang jatuh membasahi pipi dan jatuh dipangkuannya.