“saya sama Safitri akan pergi Kang nengok nenek sakit”
“Ya sudah...hayu Akang antar berdua sama Safitri” kata Subekti sambil melirik ke arah Safitri.
“Gak usah Kang. Kalo akang mau ngobrol sama saya, akang tunggu aja saya di sungai bawah sana. Nanti saya sama Safitri kesana” Wini tergesa-gesa pergi sambil menarik tangan Safitri.
Wini menarik tangan Safitri menuju arah rumah. Safitri nampak kesakitan kakinya terbentur batu-batu kecil.
“Aduuh...lepas dong tanganku!!!!!. Kakiku sakiit menendang batu-batu, ini tangan juga sakiiit” kata Safitri setengah berteriak. Wini berhenti dan melepaskan tangan Safitri lalu badannya berbalik menghadap Safitri. Dengan wajah yang tegang Wini nampak memelas pada Safitri.
“Fiiittt....pliis yaaa. Antar aku ke bawah sana. Jangan bilang-bilang Ayah Pliiisssss” Wini memegang kedua tangan Safitri memohon belas kasih Safitri.
“Aku takut kalo ayah tau aku dimarahin lagi entar” ucap Safitri sambil bersungut-sungut.
“Aku janji, kalo Ayah tau, aku b ilang Ayah bahwa kamu gak tau apa-apa. Ya??? Ya mau kan???”
“Ya sudah...” pungkas Safitri mengiyakan.
Sungai jernih, air nya mengalir tiada habis. Pematang sawah membentang di pinggir sungai yang tak pernah kering itu. Terlihat dari jauh dua orang berjalan terburu-buru. Ternyata Wini bersama adiknya. Sesampainya dijembatan mata Wini mencari-cari seseorang. Nampaklah seseorang tak jauh dari jembatan duduk memeluk kedua lutut yang ditekuk. Di bawah pohon kersen yang terus bergoyang-goyang diterpa angin gunung yang sejuk.
“Fit nanti kamu duduk dibatu sebelahnya ya, kamu jangan nguping obrolanku nanti, awas ya!!!!” pesan Wini pada adiknya.