Lagian ya, dengan bekerja kantoran pun kita bisa membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain kok. Membuka lowongan asisten rumah tangga atau driver pribadi, misalnya.
Jangan asal yang penting bisnis
Kenapa ya anak-anak muda bisa kepikiran alasan-alasan seperti yang saya ceritakan di atas? Mungkin saja karena kesulitan mendapat pekerjaaan, atau sulitnya mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan cita-cita. Bisa juga karena karier yang stagnan, gaji yang segitu-segitu aja, jenjang pendidikan, atau bahkan mungkin latar belakang sosial budaya.
Film Cek Toko Sebelah mengambarkan dengan gamblang realita yang terjadi di anak-anak muda keturunan Tionghoa yang punya karier bagus di kantor tapi tetap saja orang tuanya ingin anak-anaknya menjaga toko. Banyak orang yang memilih pekerjaaan dengan mempertimbangkan faktor sosial budaya. Ada teman saya yang toko plastik dan bahan kuenya selalu ramai pembeli, tapi kemudian tutup usaha karena dia diterima menjadi PNS sesuai dengan harapan orang tuanya.
Tapi kalau saya lebih "menyalahkan" para pembicara di seminar-seminar, termasuk juga pemerintah, yang hobinya menyuarakan betapa hebatnya berbisnis dan betapa pentingnya anak-anak muda untuk mewujudkan kreatifitasnya dengan cara berbisnis, tapi di lain sisi tidak memberi pengertian mendalam tentang hal-hal apa saja yang dibutuhkan untuk memulai bisnis, serta tidak memberi pelatihan dan kemudahan mendapat modal. Akhirnya yang terjadi malah banyak bermunculan pebisnis muda yang modalnya hanya gairah saja.
Para pembicara di seminar-seminar, termasuk pemerintah, sejatinya menekankan juga ke anak-anak muda untuk membuat bisnis yang penuh idealisme namun terukur. Jangan asal-asalan. Sama saja seperti pekerja kantoran yang harusnya sudah tahu sejak jauh-jauh hari dirinya mau berkarier sebagai apa, lalu bikin target bahwa dalam tiga tahun harus promosi menjadi supervisor, kemudian di tahun kelima setidaknya sudah harus jadi asisten manager, dan di usia 30 sudah harus setingkat manager dengan gaji belasan juta. Itu target yang sangat masuk akal di dunia korporasi bila kita kerjanya benar.Â
Atau yang ingin jadi atlet juga seharusnya sudah sejak dini punya tekad dapat bergabung di klub mana di usia berapa, dan menguasai teknik-teknik tertentu dalam periode berapa lama. Jangan yang penting berlatih dengan sungguh-sungguh, lalu terserah angin membawa ke mana. Begitu juga bisnis, harus direncanakan dengan matang dan terukur, mau jualan apa dan apa targetnya untuk tiga bulan ke depan, enam bulan ke depan, setahun ke depan, dst.
Selain target waktu, kita juga harus tahu betul kemampuan kita apakah sesuai dengan pekerjaan yang hendak kita pilih. Ingin jadi teller ya berarti harus teliti, cekatan, dan bisa berhitung. Ingin jadi pembalap ya berarti harus bisa mengemudi, bernyali tinggi, dan punya fisik  yang prima. Kalau tidak bakat bernyanyi, ya jangan jadi penyanyi. Cari pekerjaan lainnya yang sesuai kemampuan kita. Termasuk berbisnis.Â
Tidak semua orang harus berbisnis. Berbisnis tidak bisa hanya modal ingin dan yakin. Pebisnis itu orang yang sangat terukur dan rasional. Mengambil keputusan bukan berdasarkan feeling. Berani mengambil risiko karena sudah memperhitungkan berbagai kemungkinan, bukan spekulasi asal nekat. Seorang pebisnis juga harus luwes sekaligus kaku. Harus bisa cepat beradaptasi dengan kondisi yang ada, sekaligus tetap kekeuh memelihara idealisme-idealisme.
Tapi ya bukan berarti bisnis adalah pekerjaan yang sebegitu sulitnya. Sama saja kok seperti pekerjaan lainnya, selama sesuai dengan kemampuan kita dan dikerjakan dengan benar, pasti berhasil. Pasti. Dan juga sama bergengsinya dengan jenis pekerjaan yang lain. Semua pekerjaan sama kerennya dan sama jeleknya, tergantung yang mengerjakan.
Ada yang bilang, sekarang itu zamannya kerja cerdas, bukan kerja keras. Itu katanya motivator. Kalau kata buku-buku kisah orang-orang sukses, kerja sangat keras dan cerdas adalah dua hal yang perlu dilakukan beriringan. Bukan memilih salah satunya.
Semoga sukses untuk kita semua, apa pun jalan yang kita pilih.