Mohon tunggu...
Anggara Gita Arwandata
Anggara Gita Arwandata Mohon Tunggu... Administrasi - casanova

Tukang Balon di IG @nf.nellafantasia dan perakit kata di @kedaikataid. Dapat ditemui di Twitter @cekinggita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jadi Pengusaha Biar Apa?

28 Maret 2018   14:50 Diperbarui: 28 Maret 2018   22:40 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
*sumber foto https://www.pexels.com

  • Tidak ingin terikat
    Banyak juga yang memutuskan untuk berbisnis karena tidak suka dengan rutinitas kantor. Harus bangun pagi agar tidak terlambat, jam makan siang hanya bisa satu jam, kadang harus masuk kerja di akhir pekan, dan yang lebih menyebalkan lagi sulit ambil cuti.

    Mungkin dipikirnya dengan membuat bisnis pribadi kita bisa bangun siang seenaknya, makan siang kapan pun saat merasa lapar, trus tanggal merah pasti libur, dan bisa jalan-jalan kapan pun kita mau, gitu? Hellaww. Itu mah emang dasarnya pemalas saja, lalu dia berpikir bahwa bisnis dapat menjadi jalan keluar untuk memenuhi ego rasa malasnya itu.

    Pemikiran semacam itu 100% keliru. Justru dengan terbiasa displin mengikuti aturan kantor dan bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan akan sangat membantu kita ketika berbisnis. Saran saya, sebaiknya pastikan terlebih dahulu seberapa mampu kita bertanggung jawab dan displin waktu sebelum akhirnya memutuskan untuk berbisnis.

    Di awal memulai bisnis, saya tidak membayangkan akan ada banyak calon pembeli yang menghubungi di luar jam kerja. Saya juga tidak menyangka terkadang memerlukan waktu berjam-jam dalam menyiapkan pesanan, sehingga akhirnya harus kerja sampai tengah malam. Kalau dulu zamannya kerja kantoran, ketika sudah jamnya pulang saya inginnya langsung beres-beres bersiap pulang. Kerjaan dilanjutkan besok lagi. Pikir saya kala itu, saya hanya digaji untuk bekerja delapan jam sehari, jadinya kalau pulang terlambat rasanya jengkel sekali. Saya juga sering marah-marah ketika harus datang lebih pagi karena ada meeting atau projek.

    Nah, sekarang pola pikir seperti itu tidak bisa diterapkan. Saya ingin setiap pesanan bisa ready sesegera mungkin. Saya juga tidak ingin kehilangan pembeli, jadi kapan pun ada yang bertanya tentang produk saya, pasti langsung saya tanggapi. Saya ingin bisnis saya punya keunggulan dibanding yang lain, salah satunya on time dan pelayanannya cepat tanggap. Dan itu mustahil terwujud bila saya punya mental "malas terikat".

  • Ingin (cepat) kaya
    "Lo bisnis apa sih, Ngga?"
    "Jualan balon nih," jawab saya
    "Emangnya bisa hidup ya dari jualan balon?"

    Banyak sekali teman, saudara, dan tetangga saya yang bertanya demikian. Mereka pikir saya ini zombie, yang matinya karena menggigit diri sendiri akibat kelaparan karena tidak mampu membeli makan dari hasil jualan balon. Kadang sebal juga sih ketika ada yang menganggap bisnis saya tidak potensial. Tapi saya lebih sebal lagi sama orang-orang yang berpikir bahwa bisnis akan membuat kita menjadi cepat kaya. Yakalee.

    Ada banyak teman saya yang merasa gajinya di kantor terlalu kecil sehingga akhirnya memutuskan untuk berbisnis. Padahal kan ya, namanya juga perkerjaan, semua pasti butuh proses. Rumusnya di mana-mana pasti sama: untuk menghasilkan uang yang banyak, kita harus melakukan pekerjaan yang besar kualitasnya atau banyak kuantitasnya. Jadi kalau kita keluar dari kantor trus bikin bisnis yang levelnya cuma ecek-ecek ya akan sama saja duitnya cuma segitu-segitu saja. Berbisnis kurang lebih sama seperti pekerja kantoran yang berusaha mendapatkan kenaikan gaji setiap tahunnya. Dalam bisnis, kita pasti berusaha agar omset dapat terus meningkat. Tapi ya itu, untuk memiliki uang sebanyak 1 milyar, harus dimulai dari memiliki 100 ribu terlebih dahulu. Ada proses dari bawah.

    Kalau berbisnis semata-mata karena berpikir ingin kaya, saya kira semua jenis pekerjaan pun dapat membuat kita menjadi kaya. Jadi pegawai bank juga bisa bikin kaya. Pegawai perusahaan minyak apalagi. Teman saya tahun 2010 bekerja sebagai montir, sekarang sudah punya rumah dan 1 mobil. Jadi pilot atau dokter juga sangat menjamin kehidupan. Budhe saya 3 kali ke luar negeri dari hasil reward bekerja MLM obat-obatan yang dia tekuni semenjak pensiun 2 tahun yang lalu, sementara saya dua tahun ini paling jauh cuma ke Yogya. Malah lebih enak waktu zaman saya kerja kantoran, setiap tahun ada jadwal outing ke Bali.

    Rezeki tidak pernah menutup mata bagi orang-orang yang tekun dan handal, saya kira. Begitu juga berlaku sebaliknya, apapun jenis pekerjaan yang kita geluti, kalau kita tidak tekun dan tidak handal, ya mana mungkin bikin kaya.

  • Passion
    Ada teman saya yang passionnya di kosmetik. Dia kuliah S1 Farmasi, lalu lanjut S2 Farmasi dengan jurusan Estetika Indonesia, keduanya di universitas negeri yang berbeda. Dia juga sempat magang di perusahaan kosmetik terkemuka di tanah air. Sejak kuliah S1 dia sudah berjualan sabun hasil buatan tangannya sendiri, dengan memanfaatkan ilmu yang ia peroleh dari bangku kuliah dan internet. Ketika S2, dengan semakin bertambahnya ilmu pengetahuan serta pengalaman, sabun buatannya makin banyak variannya sehingga makin banyak penggemarnya. Saya sempat meragukan keputusannya jualan sabun, karena tentu masyarakat kita sudah terbiasa membeli sabun-sabun merk kovensional. Selain itu sabun buatan teman saya harganya jauh lebih mahal. Eh ternyata laris manis lho.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    7. 7
    8. 8
    9. 9
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
  • LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun