Ada juga teman saya yang passionya di desain. Dia bekerja freelance, dan kliennya sudah banyak sekali, bahkan sampai luar negeri. Dia juga beberapa kali juara lomba desain. Spesialisasinya mendesain logo perusahaan, gambar untuk kaos, dan alat promosi. Begitu punya uang lebih, dia memberanikan diri membeli alat sablon dan kaos dalam jumlah banyak. Dia berpikir, dari pada mendesain untuk orang lain mending dia bikin usaha kaos sendiri. Belum ada dua tahun berjalan, alat sablon miliknya dijual. Kaosnya disumbangkan ke panti asuhan. Menurutnya, pemasukannya dari freelance masih lebih banyak dari jualan kaos, jadi lebih baik berhenti berjualan saja. Hanya buang-buang waktu.
Banyak yang bilang, kalau bekerja sesuai passion rasanya seperti tidak sedang bekerja. Happy happy kemudian dapat uang. Pada kenyataannya, passion dan ilmu/keahlian saja tidak cukup. Butuh lebih dari sekadar itu untuk memastikan produk kita laku terjual.
Kalau kata Ted Turner, "My son is now an entreprenur. That's what you're called when you don't have a job."
Bener banget. Banyak teman saya yang pada dasarnya malas cari kerja atau malas bekerja kantoran, tapi di satu sisi belum tahu hendak berbisnis apa. Jadinya malah menganggur. Biar tidak kelihatan suram, tiap kali ada yang bertanya kesibukannya apa, dia jawab wirausaha. Yang model begini sebagian besar malah anak-anaknya orang kaya. Kalaupun akhirnya buka usaha, rata-rata hanya dijalankan ala kadarnya. Tidak serius. Yang penting terlihat bekerja. Toh uang mengalir terus dari orang tua. Okesip.
Tapi memang ada juga orang-orang yang sedari awal merasa berbisnis adalah hal yang keren, sehingga dia ngotot banget ingin berbisnis. Sama sekali tidak salah tentunya. Tapi kalau anak muda medioker seperti saya ini, yang otaknya tidak brilian dan tidak punya orang tua tajir, ya rasa-rasanya bukan keputusan yang bijak bila terburu-buru membuka bisnis pribadi hanya karena biar kelihatan keren.
Suatu kali saya pernah ikut lomba business plan yang diadakan khusus untuk anak muda yang hendak memulai usaha atau yang usahanya baru berjalan maksimal 1 tahun. Hadiahnya berupa modal bisnis 20 juta rupiah. Karena bisnis saya saat itu sudah berjalan 8 bulan, saya beranggapan bahwa kelebihan bisnis saya adalah realistis untuk dijalankan, jadi saya merasa begitu percaya diri bisa menang. Tapi ternyata saya kalah dengan skor mengenaskan.
Menurut dewan juri, dagangan saya sudah banyak yang menjual. Tidak unik dan tidak berpotensi bikin dampak yang wow bagi masyarakat. Yang menjadi pemenangnya adalah kumpulan anak muda yang bikin usaha daur ulang sampah. Selain mendaur ulang sampah menjadi barang-barang bernilai guna, mereka juga (akan) berinovasi membuat bak sampah yang cantik-cantik dan kokoh, kemudian disebar ke perumahan-perumahan, tujuannya agar banyak yang tertarik menggunakan tempat sampah bikinan mereka, sehingga memudahkan mereka memilah sampah jenis apa saja yang dapat didaur ulang dan yang tidak. Keren sekali memang. Jenis bisnis yang "seksi" untuk dilombakan.
Tiga bulan setelah penyerahan hadiah, saya tanya ke panitia kabar bisnis si pemenang, eh tidak ada jawaban. Ngasih modal bisnis tanpa evaluasi berkala gitu? Ada-ada saja.
Kalau mau kelihatan keren, jadi teller swalayan juga keren. Jadi psikolog, musisi, guru, atau koki juga keren. Keren banget malah. Kalau kerja kita benar, apapun pekerjannya pasti kelihatan keren.
Menciptakan lapangan kerja adalah cita-cita mulia yang sering kita dengar di seminar-seminar, di TV, maupun surat kabar. Betul banget bahwa dengan membuka bisnis baru artinya kita juga membuka kesempatan lapangan pekerjaan bagi orang lain. Tapi seharusnya para pembicara di seminar, termasuk berita-berita di TV maupun surat kabar, juga memberi pengertian ke anak-anak muda yang hendak berbisnis bahwa sebelum membuka lapangan usaha bagi orang lain, harus pastikan terlebih dahulu bahwa bisnisnya sudah benar-benar menjadi lapangan kerja yang stabil untuk dirinya sendiri.
Jangan sampai belum apa-apa langsung berpikir nyari karyawan, trus mengajak teman atau tetangganya untuk ikut gabung ke bisnisnya. Eh taunya dalam hitungan bulan sudah nunggak gaji karena orderan tidak lancar. Ujung-ujungnya malah merusak hubungan personal yang sudah terjalin jauh sebelum bisnis.