Mohon tunggu...
Anggara Gita Arwandata
Anggara Gita Arwandata Mohon Tunggu... Administrasi - casanova

Tukang Balon di IG @nf.nellafantasia dan perakit kata di @kedaikataid. Dapat ditemui di Twitter @cekinggita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jadi Pengusaha Biar Apa?

28 Maret 2018   14:50 Diperbarui: 28 Maret 2018   22:40 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
*sumber foto https://www.pexels.com

Secara umum seminar tersebut menurut saya bagus. Selain karena ruangannya yang membuat saya terkagum-kagum, presentasinya juga menarik. Lalu ada sesi tukar kartu nama yang membuat saya bisa berkenalan dengan banyak teman baru. Tapi sayangnya saya tidak mendengar si pembicara menyampaikan tips dan trik atau kiat-kiat berbisnis yang lebih strategis. Tidak ada share pengalaman yang dia lakukan ketika berbisnis dan hanya ada sedikit saran untuk anak-anak muda yang datang. Selama 5 jam seminar, dia malah lebih sering bicara "kami akan begini, kami akan begitu, kami akan membimbing teman-teman dengan ini itu ini itu."

Satu jam sebelum seminar berakhir, dia bertanya siapa yang benar-benar serius ingin menjadi pebisnis sukses? Katanya, yang benar-benar ingin sukses silakan ikut kelas yang dia buat selama dua tahun, dengan biaya sekian-sekian. Kami akan godok teman-teman sampai sukses, lanjutnya. Bagi yang benar-benar serius, silakan bayar DP sekian juta, paling lambat nanti malam.

Mendengar itu saya langsung meninggalkan ruangan. Bukannya tidak mau sukses, saya hanya tidak punya uang sebanyak yang dia minta untuk menjadi sukses. Mending untuk menambah stock barang, pikir saya. Lagi pula saya merasa tertipu dengan iklan seminar yang dia buat. Seakan-akan seminar tersebut akan memberikan tips untuk menjadi pebisnis sukses berdasarkan pengalaman dia, eh taunya malah ajang jualan bisnis mentoring.

Jadi pengusaha biar apa?
Jadi gimana nih, dengan segala keterbatasan yang ada, anak-anak muda lebih pas menjadi entreprenur atau pedagang biasa? Membeli kain di tanah abang lalu menyulapnya menjadi kerudung bermotif cantik atau jualan Pop Ice? Atau malah lebih mending menjadi dropshipper merangkap MLM? Lalu agar siap menghadapi tantangan dalam berbisnis, lebih baik mencari pengalaman dengan bekerja atau ikut mentoring dan datang ke seminar-seminar? 

Kalau menurut saya sih ya, berdasarkan pengalaman diri sendiri yang orang tuanya tidak sanggup memberi modal usaha, kemudian otak saya juga tidak brilian, ya mau tidak mau harus kerja terlebih dahulu jadi pegawai. Kumpulin uang buat modal sembari belajar sana-sini dan kenalan dengan banyak orang. Kalau ada uang lebih bisa buat beli buku- buku yang menunjang perkembangan usaha, syukur-syukur bisa ikut kelas mentoring bisnis. Saya juga tidak ambil pusing dengan istilah pedagang atau entrepreneur, karena bagi saya, jualan apa saja yang penting menguntungkan.

  1. Punya waktu luang lebih
    Semenjak saya berbisnis, banyak sekali teman yang berbasa-basi, "Gimana, Ngga, bisnisnya lancarkah? Enak ya sekarang jadi punya banyak waktu luang. Mau ke mana-mana bebas."

    Ndasmu melocot, jawab saya. Saya malah merasa makin tidak karuan sibuknya. Dulu ketika masih kerja kantoran, saya kerja dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Seringnya sih pulang jam setengah 6 atau jam 6 karena kebetulan di kantor saya sulit sekali pulang tenggo. Pernah lembur sampai jam 8 atau 10 malam tapi selama 5 tahun bekerja paling-paling tidak lebih dari 5 kali.

    Sedangkan selama saya berbisnis, kerja 12 jam sehari saja rasanya tidak cukup. Toko saya memang buka dari jam 9 pagi sampai 9 malam, tapi rata-rata saya kerja mulai dari jam 7 pagi sampai pukul 1 tengah malam karena ada banyak hal yang tidak bisa dikerjakan di jam kerja, seperti mencatat uang yang masuk dan keluar di hari itu, update stock barang, merencanakan/mendesain produk baru, mikirin ide-ide baru untuk promosi, menganalisis target pasar yang baru, dan banyak lainnya. Jam kerja dari pukul 9 pagi sampai 9 malam habis untuk melayani calon pembeli yang datang, mengerjakan pesanan, mengirimkan invoice, mengirimkan email penawaran, membalas chat, bahkan terkadang satu hari full habis untuk keliling door to door menawarkan produk atau keliling tempat supplieruntuk belanja bulanan.

    Loh memangnya tidak punya pegawai? Pengusaha kok tidak punya pegawai? Ya mau gimana lagi, namanya juga memulai usaha dari level ecek-ecek. Belum sanggup menggaji pegawai. Hal yang sama saya yakin juga dialami oleh kebanyakan anak-anak muda di Indonesia yang harus memulai usahanya dari level ecek-ecek: Semuanya dikerjakan sendiri. Alhasil waktu kerjanya malah jauh lebih banyak dibanding kerja kantoran. Jauh lebih sibuk.

    Jadi, saran saya, bila ada yang mau berbisnis karena ingin punya banyak waktu luang mendingan bekerja saja menjadi.... Jadi apa? Jadi apa kira-kira kalau kita ingin pekerjaan yang punya banyak waktu luang? Ya tidak ada lah. Lagian ya, bisnis itu asal katanya busy. Sibuk. Artinya, kalau kita jadi pebisnis tapi tidak sibuk berarti ada yang salah dengan bisnis kita.

    Tapi memang banyak sekali teman-teman saya yang beranggapan bahwa dengan membuat bisnis pribadi akan membuat kita punya banyak waktu luang. Dan bahkan alasan "ingin punya banyak waktu luang" menjadi alasan yang paling banyak dipakai teman-teman saya untuk memulai berbisnis. Sebetulnya sih sah-sah saja, saya hanya tidak paham dari mana asalnya pikiran "punya banyak waktu luang". Kalau kita baca kisah-kisah orang-orang sukses, baik di dunia bisnis maupun non-bisnis, mereka semua pasti orang sibuk. Kalau pun ada yang hidupnya terlihat santai, bisa jalan-jalan hedon setiap hari, ya itu karena mereka sudah sukses. Saat masih merintis mah sama saja prihatinnya.

    Kita harus bisa membedakan antara orang sukses dan orang yang sedang berusaha untuk sukses.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    7. 7
    8. 8
    9. 9
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun