Judul: Hukum Perkawinan Islam
Penulis: KH. Ahmad Azhar Basyir, MA
ISBN: 979-8413-38-5
Ukuran : 15,5 x 21 cm
Halaman : 120 halaman
Penerbit : UII Press Yogyakarta (anggota IKAPI)Â
Terbit : 2019
Cetakan : Keempat belas, 2019
PendahuluanÂ
Buku ini merupakan kumpulan bahan kuliah Hukum Perkawinan Islam di Fakultas Hukum dan Ekonomi Universitas Islam Yogyakarta, Indonesia, selama tahun ajaranÂ
1968-1976.
Pernikahan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seseorang, baik secara individu maupun kelompok. Di jalan perkawinan yang sah, penyatuan laki-laki dan perempuan berlangsung dengan penuh hormat sesuai dengan status manusia sebagai makhluk yang terhormat.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya Islam mengatur masalah perkawinan dengan sangat hati-hati dan detail agar umat manusia dapat hidup secara terhormat sesuai dengan kedudukannya yang sangat mulia di antara makhluk Tuhan lainnya. Perkawinan dilakukan dengan persetujuan para pihak, yang tercermin dalam bentuk pacaran pranikah dan penerimaan pernikahan, yang juga didirikan di hadapan jamaah dalam sebuah upacara (walimah). Hukum perkawinan merupakan bagian dari ajaran agama Islam yang wajib ditaati dan dipenuhi sesuai dengan ketentuan Al-Quran dan Sunnah Nabi.Â
HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA
 Kita bangsa Indonesia mempunyai hukum nasional yang berlaku bagi seluruh warga negara Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dengan berlakunya undang-undang perkawinan yang baru, maka ketentuan-ketentuan undang-undang, ketetapan-ketetapan dan ketetapan-ketetapan yang lama, sepanjang diatur dalam undang-undang yang baru, dinyatakan batal demi hukum. .Â
PENGERTIAN DAN TUJUAN PERKAWINAN
 Menurut hukum Islam, pernikahan dilakukan dengan kesepakatan hukum antara para pihak, disaksikan oleh dua pria. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa menurut hukum Islam, perkawinan adalah suatu akad atau kesepakatan untuk melegitimasi hubungan seksual antara seorang pria dan seorang wanita guna mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang penuh rasa damai dan cinta. dengan cara yang menyenangkan Allah.Â
HUKUM MELAKUKAN PERKAWINANÂ
 Meskipun pada dasarnya Islam menganjurkan kawin, apabila dari keadaan yang melakukannya, perkawinan dapat dikenai hukum wajib, sunah, haram, makruh dan mubah.
-Perkawinan yang Wajib
Mereka yang memiliki keinginan yang kuat untuk menikah dan memiliki kemampuan untuk memenuhi dan memikul beban tanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga, dan takut jika tidak menikah akan mudah terjerumus ke dalam zina.Â
-Perkawinan yang Sunah
Alasan sunnah ini terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi sebagaimana disebutkan dalam hal Islam mendukung pernikahan sebagaimana dijelaskan di atas. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa berdasarkan ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi, hukum dasar pernikahan adalah sunnah.Â
-Perkawinan yang Haram
Perkawinan yang sah haram hukumnya bagi orang yang tidak mau dan tidak mampu mengatur dan mengurus kewajiban hidup berumah tangga sehingga ketika menikah menimbulkan masalah bagi istrinya juga. Â
-Perkawinan yang Makruh
Perkawinan yang sah adalah makruh bagi seseorang yang mampu secara material, yang memiliki cukup stamina spiritual dan agama untuk tidak mengkhawatirkannya dalam hubungannya dengan istrinya, meskipun tidak mengakibatkan wanita tersebut misalnya. calon suami tergolong tidak memiliki keinginan untuk menikah.Â
-Perkawinan yang Mubah
Perkawinan hukumnya mubah bagi orang yang mempunyai harta, tetapi apabila tidak kawin tidak merasa khawatir akan berbuat zina dan andaikan kawin pun tudak merasa khawatir akan menyia-nyiakan kewajibannya terhadap istri.Â
MEMILIH JODOH YANG TEPAT
 Islam mengajarkan bahwa pernikahan harus dilakukan untuk mencapai tujuan di atas. Itulah sebabnya Islam memberikan pedoman untuk memilih pasangan yang tepat. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah Abdullah bin Amr mengajarkan lebih jelas: "Jangan menikahi seorang wanita karena kecantikannya, karena kecantikannya dapat membuatnya terhina; Anda juga tidak boleh menikah karena kekayaan mereka, karena kekayaan tersebut dapat menggoda Anda untuk melakukan tindakan yang tidak pantas; tetapi untuk menikahi seorang wanita atas dasar kekuatan agamanya; memang, seorang budak agama, meskipun telinganya dipotong dan berkulit hitam, lebih baik menikah (daripada wanita merdeka yang agamanya tidak kuat).Â
AKAD NIKAHÂ
 Akad nikah adalah ikatan hubungan perkawinan antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang dilakukan di depan dua orang saksi laki-aki dengan menggunakan kata-kata ijab Kabul. Ijab diucapkan pihak perempuan, yang menurut kebanyakan fukaha dilakukan oleh walinya, dan Kabul adalah pernyataan menerima dari pihak mempelai laki-laki. Maskawin tidak mesti sudah ada dalam akad nikah, meskipun biasanya disebutkan dalam akad dan disertakan pula barangnya. Ada juga empat unsur akad nikah, yaitu:Â
a) Mempelai laki-laki dan perempuan
b) Wali mempelai perempuan
c) Dua orang saksi laki-laki
d) Ijab dan Kabul
Â
AKAD NIKAH DAN UNSUR-UNSURNYA
Akad nikah adalah perikatan hubungan perkawinan antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang dilakukan di depan dua orang saksi laki-laki dengan menggunakan kata-kata ijab-kabul. Ijab diucapkan pihak perempuan, yang menurut kebanyakan fukaha dilakukan oleh walinya (wakilnya), dan kabul adalah pernyataan menerima dari pihak mempelai laki-laki Maskawin tidak mesti sudah ada dalam akad nikah, meskipun biasanya disebutkan dalam akad dan disertakan pula barangnya. Dari pengertian akad nikah tersebut kita ketahui adanya empat unsur akad nikah,yaitu:
a. Mempelai laki-laki dan perempuan.
b. Wali mempelai perempuan.
c. Dua orang saksi laki-laki.
d. Ijab dan kabul.
PERKAWINAN DALAM AKAD NIKAHÂ Â
Dalam hukum perkawinan Islam, dimungkinkan wali mempelai perempuan mewakilkan kepada orang lain untuk menikahkan perempuan dibawah perwalian, dan mempelai laki-laki mewakilkan kepada orang lain untuk menyatakan Kabul.
 Syarat-syarat menjadi wali dalam akad nikah, yaitu:
1. Beragama Islam
2. Telah balig
3. Berakal sehat
4. Laki-laki
5. AdilÂ
SYARAT-SYARAT SAHNYA PERKAWINANÂ
 Syarat-syarat sahnya perkawinan adalah :
Mempelai perempuan halal dinikahi oleh laki-laki yang akan menjadi suaminya
Dihadiri dua orang saksi laki-laki
Ada wali mempelai perempuan yang melakukan akad. Syarat ketiga ini dianut kaum muslimin di Indonesia dan merupakan pendapat, Ibnu Abi Laila, dan Ibnu Syubrumah.
AKAD NIKAH MENIMBULKAN HAK DAN KEWAJIBANÂ
 Apabila perkawinan yang dilakukan oleh seorang wali diadakan antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan, maka terjadilah hubungan suami istri dan hak serta kewajiban keduanya menjadi setara. Hak perkawinan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu hak bersama, hak istri yang merupakan kewajiban suami, dan hak suami yang merupakan kewajiban istri.Â
HAK-HAK BERSAMA
Hak-hak Bersama antara suami dan istri adalah sebagai berikut :Â
Halal bergaul antara suami dan istri dan masing-masing dapat bersenang0senang satu sama lain.
Terjadi hubungan mahram semenda; istri menjadi mahram ayah suami, kakeknya, dst, demikian pula suami menjadi mahram ibu istri, neneknya, dst.
Terjadi hubungan waris mewaris antara suami dan istri sejak akad nikah dilaksanakan.
Anak yang lahir dari sitri bernasab pada suaminya (apabila pembuatan terjadi sebagai hasil hubungan setelah nikah).
Bergaul dengan baik antara suami dan istri sehingga kehidupan yang harmonis dan damai.Â
HAK-HAK SUAMI
Hak-hak laki-laki yang wajib dipenuhi oleh perempuan hanyalah hak-hak kebendaan, karena menurut hukum Islam perempuan tidak dibebani kewajiban-kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk menghidupi keluarga. Hal ini agar wanita dapat fokus menjaga kesehatan keluarga dan mempersiapkan generasi yang saleh.Â
Hak-hak suami dapat disebutkan pada pokoknya ialah hak ditaati mengenai hal-hal yang menyangkut hidup perkawinan dan hak memberi pelajaran kepada sitri dengan cara yang baik dan layak dengan kedudukan suami istri.Â
PUTUSAN PERKAWINANÂ
 Sebab-sebab putusnya perkawinan, menurut ketentuan hukum Islam perkawinan dapat diputuskan karena, kematian, talak, lian, dan nusyus dan syiqaq.
 1. KEMATIANÂ
Kematian pasangan menyebabkan putusnya perkawinan mortis causa. Jika tidak ada halangan hukum yang bertentangan, istri atau suami yang masih hidup berhak mewarisi harta peninggalan almarhum. Harta adalah harta yang tersisa setelah diambil untuk mengurus jenazah mulai dari mandi sampai penguburan, kemudian pembayaran utang-utang dan pelaksana wasiat, sebanyak sepertiga dari harta yang tersisa setelah diambil untuk biaya pengurusan tubuh dan pembayaran diambil alih oleh hutang.Â
 2. TALAK
Talak merupakan salah satu istilah yang berhubungan dengan perkawinan. Merujuk KBBI, talak adalah perceraian antara suami dan istri (lepasnya ikatan perkawinan).
 3. LIANÂ
Arti kata lian ialah sumpah laknat, yaitu sumpah yang didalamnya terdapat pernyataan bersedia menerima laknat tuhan. Hal ini terjadi apabila suami menuduh istri berbuat zina, padahal tidak mempunyai bukti atau saksi kecuali dirinya sendiri.
 4. NUSYUS DAN SYIQAQ
Arti kata nusyus ialah membangkang. Yang dimaksud ialah membangkang terhadap kewajiban-kewajiban dalam hidup perkawinan.Â
'IDDAH (IDAH)
     PENGERTIAN IDAH
   'Iddah adalah masa tunggu bagi wanita yang ditinggal mati atau bercerai dari suaminya untuk memungkinkan melakukan perkawinan lagi dengan laki-laki lain.
     TUJUAN DIADAKAN IDAH
Idah diadakan dengan tujuan sebagai berikut :Â
1. Menunjukkan pentingnya pernikahan dalam ajaran Islam. Perkawinan yang merupakan peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan cara halal untuk memenuhi hasrat naluriah hidup dan sekaligus bentuk ibadah kepada Allah, tidak boleh begitu saja dihentikan. Oleh karena itu, perkawinan merupakan suatu peristiwa dalam kehidupan manusia yang harus dilakukan dengan cara yang matang, berpikir sebelum melaksanakannya, dan juga mempertimbangkan baik-baik apakah akan terpaksa bercerai.Â
2. Acara pernikahan yang begitu penting dalam kehidupan manusia harus dilakukan selamanya. Bahkan jika perceraian dipaksakan, kelanjutan pernikahan tetap diinginkan. Idah disebut-sebut memberi kesempatan kepada pasangan itu untuk kembali ke kehidupan rumah tangga tanpa akad nikah baruÂ
3. Dalam perceraian karena kematian, Idah terlihat bersama keluarga suaminya berduka atas kematian suaminya, dalam hal ini faktor psikologislah yang paling utama.Â
RUJUK
PENGERTIAN RUJUK
Rujuk berasal dari kata Arab raj'ah yang berarti kembali. Yang dimaksud di sini adalah kembali hidup bersuami istri antara laki-laki dan perempuan yang melakukan perceraian dengan jalan talak raj'i selama masih dalam masa idah tanpa akad nikah baru.
HAK RUJUK
Menurut ketentuan QS Al-Baqarah: 228, yang mempunyai hak rujuk adalah suami, sebagai imbangan hak talak yang dipunyainya.
SYARAT-SYARAT RUJUK
Rujuk dapat dilakukan suami apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:Â
Bekas istri,sudah pernah dicampuri. Dengan demikian, perceraian yang terjadi antara suami dan istri yang belum pernah dicampuri tidak memberikan hak rujuk kepada bekas suami.
Talak yang dijatuhkan suami tanpa pembayaran iwad dari pihak istri. Dengan demikian, apabila suami menjatuhkan talak atas permintaan istri dengan pembayaran iwad, baik dengan jalan khuluk atau terpenuhinya ketentuan- ketentuan ta'lik talak, tidak berhak merujuk bekas istri. 3. Rujuk dilakukan pada waktu bekas istri masih dalam masa idah. Dengan demikian, apabila masa idah telah habis, hak suami merujuk istri menjadi habis pula. 4. Persetujuan istri yang akan dirujuk. Syarat ini sejalan dengan prinsip sukarela dalam perkawinan.
PELAKSANAAN RUJUK
Jumhur fuqaha menganggap sah merujuk pada apa yang dilakukan dengan perbuatan tanpa kata-kata. Misalnya mengumpulkan mantan istri atau kampanye bersama laki-laki dan perempuan. Menurut Imam Syaf, seharusnya merujuk pada kesaksian lisan mantan suami kepada istri. Menurut persyaratan pembuktian perceraian, hubungan ini juga harus dibuktikan. Imam Syafii berpendapat bahwa kesaksian adalah sunnah dalam hukum perceraian, tetapi untuk referensi itu wajibÂ
Pelaksanaan rekonsiliasi di Indonesia diatur dengan sangat tepat dalam Keputusan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975 tentang Tugas Panitera dan Tata Kerja Peradilan Agama, Pasal 32, 33 dan 34 Bab XI. Antara lain, Menteri Agama memerintahkan agar mediasi dilakukan atas persetujuan istri di hadapan Pencatatan Nikah atau P3 NTR. Menurut undang-undang yang berlaku di negara kita, pernikahan harus dimediasi secara lisan hanya oleh suami dari perintah ini. Pengangkatan istri di hadapan saksi-saksi yang terdiri dari buku nikah atau P3 NTR.Â
MENGASUH ANAK (HADANAH) YANG LEBIH BERHAK MENGASUH
Dalam hal terjadi perceraian antara suami dan istri yang bermasalah, hak asuh anak pada umumnya berada pada istri, ibu dari anak-anak tersebut. Jika ibu dari anak tersebut tidak ada, maka ibu yang sah adalah nenek, yaitu ibu dari anak ibu, dsb. Jika tidak ada langkah untuk ibu dan ayah dan seterusnya.Â
Jika tidak ada keluarga ahli waris vertikal, pergilah ke keluarga kerabat horizontal, yaitu. H. saudara perempuan kandung, kemudian saudara perempuan ibu, kemudian saudara perempuan ayah, keponakan (anak perempuan dari saudara perempuan kandung, kemudian anak perempuan dari saudara perempuan ibu).Â
KESIMPULAN
Pernikahan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seseorang, baik secara individu maupun kelompok. Melalui perkawinan yang sah, hubungan antara seorang pria dan seorang wanita bersifat hormat, sesuai dengan status manusia sebagai makhluk yang terhormat.Â
Oleh karena itu, sudah sepantasnya Islam mengatur masalah perkawinan dengan sangat hati-hati dan detail agar umat manusia dapat hidup secara terhormat sesuai dengan kedudukannya yang sangat mulia di antara makhluk Tuhan lainnya. Perkawinan dilakukan dengan persetujuan para pihak, yang tercermin dalam bentuk pacaran pranikah dan penerimaan pernikahan, yang juga didirikan di hadapan jamaah dalam sebuah upacara (walimah).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H