Episode Awal: (1) Soso
Episode Sebelumnya: (71) Kencan Dadakan
*****
"Kamu keberatan kalau kutinggal sebentar?" tanya Soso pada Tatiana. Kalau ia berada di situ sampai lewat senja, ia harus mencari cara untuk memberi kabar pada bapaknya yang menunggu di dekat Rustavi Stali.
"Kamu mau kemana?" tanya Tatiana.
"Aku harus memberitahu kusirku, kalau kita akan lebih lama di sini. Dia juga harus memberi kabar pada ayahku, takutnya ayahku mencari-cari..." jawab Soso.
"Kamu tidak akan meninggalkanku kan?"
Soso tersenyum, "Hanya orang gila yang akan meninggalkan gadis secantik kamu di tempat seperti ini! Tentu saja tidak lah...."
Tatiana tersipu. "Ya sudah, tapi jangan lama-lama ya..."
Soso mengangguk, "Aku akan berlari!"
Dan ia kemudian memang berlari menuruni bukit itu. Segera saja ia menemui kusir kereta yang disewanya sejak dari Tiflis itu.
"Mana gadis itu?" si Kusir tampak bingung melihat Soso sendirian.
"Dia masih di sana. Dia ingin menunggu senja..." jawab Soso yang masih ngos-ngosan karena berlari. "Pak.. bisa minta tolong lagi nggak?"
Lelaki itu menatapnya. "Apa yang bisa kubantu?"
"Bapak kembali dulu ke pabrik baja itu, temui bapak saya di warung di sebelah pabrik, bilang padanya saya ada urusan dulu. Tapi tolong jangan bilang soal cewek tadi..." kata Soso, "Sampaikan sama bapak saya, kalau orang yang ditunggunya sudah pulang kerja, ikut saja ke rumahnya. Nanti saya menyusul...."
"Terus?"
"Terus bapak balik lagi ke sini, tungguin saya. Nanti saya harus mengantar anak tadi ke rumahnya, lalu menyusul bapak saya..." jawab Soso. "Bisa kan Pak?"
"Yaah, yang penting tahu sama tahu aja..." kata Pak Kusir itu.
Soso nyengir, "Tenang aja Pak, gampang itu.... tapi jangan sampai nggak nyampein ke bapak saya dan nggak balik lagi ke sini lho Pak..."
"Iya, beres..." kata Pak Kusir.
"Ya sudah. Takutnya orang yang ditunggui bapak saya keburu bubaran kerja..." kata Soso lagi.
Kusir itu pun segera pamitan. Sementara Soso segera berlari lagi menaiki bukit. Yaah, niatnya sih berlari, tapi kok makin lama makin terasa ngap-ngapan, apalagi jalanannya makin menanjak.
*****
Tatiana menyambut Soso dengan tawa. Ia tergelak melihat Soso yang bersimbah peluh. "Ngapain sih pake lari-lari, kan jalannya nanjak..."
"Aku kan janji nggak bakalan meninggalkanmu lama-lama..." kata Soso sambil setengah membantingkan diri untuk duduk di sebelah Tatiana.
"Yaa tapi nggak segitunya kale..." kata Tatiana.
Soso hanya nyengir. Ia berusaha untuk mengatur nafasnya. Ia bahkan sampai haru membaringkan tubuhnya terlentang di atas rerumputan untuk menghilangkan penatnya. Tak disangka, Tatiana ikut-ikutan, berbaring di sebelahnya. Berdua mereka memandangi langit Rustavi yang biru cerah.
"Kira-kira nanti malam yang akan muncul, bulan atau bintang ya?" tanyanya.
"Nggak tahu... mungkin nggak ada bulan, belum saatnya. Kalaupun ada paling bulan sabit. Kenapa memangnya?" Soso melirik.
"Nggak apa-apa, asyik aja kali kalau bisa melihat bulan atau bintang-bintang di sini. Pasti terlihat jelas, taka da yang menghalangi..."
Duh, Soso jadi deg-degan. Tadi anak itu mendadak pengen nungguin senja. Habis itu mulai ngomongin bulan dan bintang. Kalo dituruti, bisa-bisa juga pengen nungguin fajar merekah! Bukannya nggak mau, tapi ia kan baru datang. Ia juga masih punya urusan yang harus diselesaikan terlebih dahulu.
"Kamu pernah melakukan seperti ini?" kali ini Tatiana meliriknya.
"Seperti ini apa maksudnya?"
"Memandangi alam, menatap langit..."
"Sering..." jawab Soso, "Waktu aku tinggal di... Novgorod!" Ia hampir saja mengatakan waktu ia masih tinggal di Gori.
"Maksudku bersama orang lain..."
"Iya, sama temen-temenku..."
"Maksudku, sama seseorang yang istimewa..."
"Teman-temanku semuanya istimewa kok..."
"Maksudku, sama cewek..." kata Tatiana, akhirnya.
"Ooh, kalau itu nggak pernah..." jawab Soso.
"Tapi kamu punya temen cewek kan?"
"Yaa ada, tapi nggak pernah seperti ini..."
"Nggak punya cewek?" tanya Tatiana lagi, kali ini sambil memiringkan tubuhnya menghadap ke arah Soso.
Soso menggeleng.
"Pasti bohong!"
"Kenapa kamu bilang begitu?" tanya Soso.
"Karena kulihat kamu tadi sangat pede waktu mendekatiku..."
Soso tertawa. "Pede nggak berarti aku punya cewek kan?"
"Bohong..." kata Tatiana lagi, "Di Tiflis kan banyak cewek-cewek Rusia yang cakep-cakep..."
Soso nyengir, "Tapi nggak ada yang secakep kamu!"
Tanpa diduga tangan Tatiana mendarat di pinggangnya dan mencubitnya dengan keras. Soso berteriak antara kesakitan dan kegelian.
"Cowok kayak kamu pasti banyak ceweknya, suka menggoda cewek-cewek..." kata Tatiana.
"Kenapa kau bilang begitu?"
"Karena tadi aja banyak cewek-cewek yang ngeliatin kamu. Cewek-cewek Rustavi di jalanan tadi itu..."
"Berarti tadi siang kamu juga memperhatikanku!" kata Soso sambil memiringkan tubuhnya dan menghadap Tatiana.
Pipi Tatiana langsung merona.
"Ayo ngaku!" kata Soso.
Tatiana tak menjawab. Ia menelentangkan lagi badannya dan menghadap ke langit. "Iya, sedikit..." jawabnya.
Soso tertawa. "Ya berarti aku juga nggak salah dong kalau memperhatikanmu..."
Tatiana tak menjawab. "Koba, kau lihat ke langit..." katanya.
Soso memalingkan wajahnya ke atas. Duh, ada sesuatu yang tak beres dengan langit yang tadinya biru itu. Mendadak saja banyak awan kelabu yang berkumpul.
"Gawat, mendung...." kata Soso. Ia lalu bangkit.
Tatiana ikut bangkit. "Gimana nih?"
"Kita nggak bisa berada di sini, bahaya..." kata Soso. "Ayo kita turun..."
Soso mengulurkan tangannya dan membantu Tatiana bangkit. Sementara langit makin bertambah gelap. Mereka lalu bergegas untuk meninggalkan tempat itu. Tapi Tatiana terlihat kesulitan berjalan cepat dengan pakaiannya itu. Apalagi tetesan air mulai turun, makin lama makin banyak, dan berubah menjadi hujan.
"Naik ke punggungku!" kata Soso sambil berjongkok.
Tatiana menggeleng.
"Ayo, keburu deras hujannya..."
Tatiana sepertinya tak punya pilihan. Ia segera naik ke atas punggung Soso. Soso menggendong cewek itu menuruni jalanan yang menurun. Hujan makin deras, dan tak bisa dihindari lagi, pakaian dan tubuh mereka mulai kuyup.
Celakanya jalan setapak itu makin basah dan licin. Untunglah sepatu baru Soso itu memiliki alas yang cukup baik sehingga membantunya bisa menapak lebih baik. Cengkraman sepatunya baik, tapi Soso tak melihat ada akr pohon yang mencuat dari tanah. Karena tergesa-gesa, kakinya tersandung, tubuhnya oleng dan akhirnya tersungkur ke depan.
Untung saja ia tak terguling. Tapi bagian depan tubuhnya langsung belepotan tanah, terpmasuk wajahnya.
Tatiana sendiri taka pa-apa, karena ia jatuh menimpa tubuh Soso. Ia segera bangkit dan membantu Soso, termasuk mengelap wajahnya yang belepotan tanah. "Koba, kamu nggak apa-apa?"
Mereka malah saling berpandangan dan wajah mereka makin mendekat....
Lalu terdengar suara petir dan kilat yang menyambar.
Soso dan Tatiana segera menyadari situasi. Soso berdiri. "Ayo, kita nggak bisa lama-lama di sini, bahaya..."
"Tapi nggak usah digendong. Dan nggak usah buru-buru, toh kita juga sudah basah kuyup..." kata Tatiana.
Akhirnya mereka pun berjalan pelan dengan saling berpegangan tangan. Sampai akhirnya mereka tiba di pinggir jalanan.
Melihat muda-mudi itu berbasah-basahan, kusir kereta yang sudah menunggu Soso segera mengarahkan keretanya mendekat. Soso segera membantu Tatiana naik ke atas kereta. Dan mereka pun meninggalkan tempat itu, untuk mengantarkan Tatiana pulang ke rumahnya.
*****
"Kamu yakin tak mau singgah dulu untuk membersihkan badan?" tanya Tatiana saat mereka sudah sampai di rumahnya.
Soso menggeleng, "Nanti sajalah. Percuma juga, aku harus ganti pakaian juga..." jawab Soso.
"Terus?" Tatiana menatapnya.
"Terus apa?" tanya Soso.
"Terus kau pulang ke Tiflis dan kita tak ketemu lagi?" Tatiana menggigit bibirnya, sangat menggemaskan.
"Memangnya aku boleh datang lagi?" tanyanya.
"Kamu masih punya utang menemaniku menunggu senja dan bintang-bintang..."
"Aku akan menemuimu lagi. Setidaknya sebelum aku balik ke Tiflis..."
"Janji ya!"
Soso mengangguk. Sebuah kecupan mendarat di pipinya. Sementara pelakunya langsung berlari ke dekat pintu. "Jangan bohong!"
Soso tersenyum.
*****
BERSAMBUNG: (73) Menyelesaikan Urusan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI