Mohon tunggu...
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim Mohon Tunggu... biasa saja

orang biasa saja, biasa saja,,,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Klan Aristokrat Hulu Sungai Kalimantan Selatan

2 November 2024   00:22 Diperbarui: 12 Februari 2025   09:28 1237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi Pribadi, datu muhammad yusuf bin Tumenggung Yuda karsa palajau

 Gangguan keagamaan tentu saja tidak selalu berasal dari eksternal umat islam, tapi bisa jadi berasal dari internal umat islam sendiri. Dalam kasus pergolakan di Hulu Sungai, Gerakan Tambai Makkah dan kelompok Baratip Baamal terlepas semangat mereka dalam melawan Belanda, ada sisi dimana gerakan tersebut bisa dikatakan menjadi permasalahan internal keagamaan Islam karena kecendrungan mencampurkan Islam dengan ajaran yang tidak sesuai atau menyimpang dengan ajaran islam sebenarnya. Melihat hal tersebut ada kepentingan lebih besar yang menjadi pertimbangan para Tokoh Islam dalam melihat pergolakan, ada tanggung 31 Tichelman, G.L, Dkk, "Een gezaghebber-resident" SN, 1939, Hal 69-70 jawab moral bagi para Tokoh Islam untuk meluruskan dan menjaga ajaran agama Islam secara benar yang telah nenek moyang mereka syiarkan di Hulu Sungai.

 Dalam sisi lain kenyataan bahwa eksistensi sebagian keluarga ulama Hulu Sungai seperti keluarga besar Mufti Muhammad Taib memang menyatu dengan aristokrat Bangsawan Hulu Sungai, dimana mereka telah berkuasa selama ratusan tahun, akan tidak mudah bagi mereka melepaskan kekuasaan tersebut kepada kelompok baru dengan pertimbangan apapun, secara wajar politik kekuasaan juga menjadi terlihat jelas, apalagi semangat nasionalisme yang kita dengungkan hari ini tentu belum dikenal di masa itu.

 

Dua faktor diatas adalah analisis untuk melihat kompromi sebagian para Tokoh Islam dengan Belanda menjadi pilihan logis mereka, Artinya posisi kepentingan tidak dimiliki oleh satu pihak saja, tetapi ada kepentingan yang sama antara sebagain Tokoh Islam dan Belanda dalam melihat gerakan-gerakan politik Tambai mekkah dan Kelompok Baratip baamal yang dilaporkan menyimpang dari agama Islam. Jabatan Mufti tidak selalu mengenai hal urusan keagamaan Islam, fungsi-fungsi politik juga dilaporkan dan disampaikan kepada Mufti. Salah satu fungsi politik yang cukup penting adalah permintaan Belanda kepada para Mufti dan Penghulu untuk menekan kegiatan Baratif Baamal di masa-masa perang, mereka juga diminta mengeluarkan fatwa yang menyudutkan Baratip Beamal, juga pada tahun 1861 juga ada laporan mengenai permintaan pemimpin militer Belanda kepala Penghulu untuk membantu relokasi rumah-rumah penduduk di Desa Pamangkih yang dahulu terpencar tidak teratur untuk dipindahkan ke pinggir jalan yang telah dibangun oleh pemerintahan Belanda, pemindahan ini bertujuan agar pengawasan terhadap masyarakat bisa leih mudah dilakukan oleh Belanda. Dua laporan diatas mungkin bagian dari beberapa kerjasama Belanda dan Tokoh Islam dalam menciptakan stabilitas politik dan keamanan.

 Dalam kasus lain juga terlihat, Peran Mufti yang diminta pendapatnya dalam sidang-sidang peradilan umum. Seperti kasus yang melibatkan Baratip Baamal, pada sebuah laporan persidangan di tahun 1874 terjadi penyerangan seorang pribumi ke Benteng Belanda di Amuntai, melukai seorang tentara kulit putih yang kemudian tewas beberapa hari kemudian.

 Penyerangnya sendiri juga berhasil dilumpuhkan dan tewas dalam serangan tersebut, tapi Belanda tetap mencurigai penyerang tersebut berasal dari aliran tertentu karena dia telah memakai kain kafan di balik bajunya, mengindikasikan dia telah siap mati pada hari itu, indikasinya dia adalah seorang simpatisan Baratip Baamal. Setelah dilakukan penyelidikan lebih mendalam didapati bahwa penyerang tersebut berasal dari kampung Dangu di Barabai dan dia mempunyai seorang guru di kota Amuntai, dimana dia sering pergi berhari-hari meninggalkan keluarganya hanya untuk menemui gurunya di Amuntai. Penyelidikan mengarah kepada seseorang yang bernama haji Mataher di Amuntai yang kemudian ditangkap, meski Haji Mataher bersikeras mengatakan bahwa dia tidak terlibat, namun kontroler sekaligus jaksa tetap menuntut dia dengan hukuman mati.

 Dalam persidangan Kontroler merasa khawatir karena seorang Mufti yang bernama Haji Abdur Rauf yang dia sebut sebagai seorang yang sangat berpengaruh dengan jabatannya dan lama tinggal dan belajar di Mekkah. Menurut dia Mufti dan Penghulu mempunyai hak memberi pendapat kepada Hakim.

 Tentu saja jaksa merasa khawatir tuntutannya kepada Haji Mataher akan gagal karena pengaruh Mufti Abdur Rauf terhadap hakim, tapi dia sungguh terkejut ketika Mufti tersebut memberikan pendapat bahwa "dalam Islam tidak ada hukum untuk menyakiti diri sendiri dan orang lain", sehingga Hadji Mataher dijatuhi hukuman mati karena dianggap mempengaruhi seseorang untuk menyakiti dirinya sendiri dan orang lain.

 Setelah dihukumnya Mataher situasi distrik Amuntai dilaporkan cukup stabil selama beberapa tahun berikutnya. Seorang Mufti dalam peristiwa peradilan di atas memperlihatkan peran dan posisi penting mereka sebagai stabilitor diwilayahnya, hingga seorang pejabat Belanda yang notabeni adalah penguasa utama, menghormati seorang Mufti yang dianggapnya sangat berpengaruh. Dengan demikian stabilitas politik di Hulu Sungai bisa dikatakan tidak terlepas dari campur tangan para Mufti, hal tersebut membentuk daya tawar politik yang unik dengan Belanda. Dalam daya tawar politik terhadap Belanda, Mufti dan Penghulu tetap akan mempertahankan kepentingan agama Islam dalam posisi utama.

 

Untuk menjaga stabilitas yang telah diperoleh diperlukan suatu usaha, termasuk disana usaha mempertahankan jejaring politik kekuasaan keluarga besar Mufti dan membentuk jejaring Pendidikan agama islam untuk menyaingi dan membasuh sisa-sisa gerakan yang ada. Beberapa keluarga besar Mufti Muhammad Taib di Distrik Negara menjadi pejabat keagamaan dan pemerintahan umum, seperti dijelaskan sebelumnya saudaranya yang bernama Penghulu Abul Hasan menjadi Penghulu Distrik Negara ,dan saudaranya yang lain Haji Syahabudin yang menjadi kepala Distrik Negara selama hampir 30 tahun. Selain itu jejaring penguasa lain di distrik-distrik Hulu Sungai masih terikat kekeluargaan dengan Mufti Muhammad Taib sebagai salah satu klan keturunan bangsawan daha di Hulu sungai.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun