Gambar 1: Struktur kedudukan Mufti di pemerintahan Belanda
Â
Dalam sebuah memoir mantan Pegawai Belanda yang pernah betugas Amuntai menceritakan bahwa dia tidak melihat semua tokoh Agama Islam melawan pemerintahan Belanda, karena sebagian besar dari mereka yang berpendidikan Islam dengan baik tidak terpengaruh oleh ajaran fanatik yang dikampanyekan oleh gerakan Tambah Makkah maupun Baratip Baamal. Bahkan sebagian tokoh-tokoh juga tidak mempermasalahkan Belanda menjadi pemimpin mereka asalkan tdak mengganggu kebebasan dan penegakan agama Islam.
 Kerjasama dengan para tokoh-tokoh islam dianggap penting, dan mendorong penguataan Pendidikan islam yang baik juga disarankan untuk menekan pengaruh dan ajaran golongan islam yang dianggap radikal.[21] Pemilihan Mufti pula tidaklah sembarang orang, Mufti Muhammad Taib yang menjadi Mufti pertama Hulu Sungai, dengan pendidikan yang mumpuni karena menuntut ilmu di Kota Mekkah yang legitimasi atas otoritasnya sebagai Mufti dari segi keilmuan keagamaan Islam. Secara geonologi pula, Mufti Muhamamd taib berasal dari trah keluarga aristokrat Bangsawan Alai yang mempunyai pengaruh paling kuat dikawasan, hal tersebut menjadikan posisi Mufti yang dipegangnya begitu kuat dan dihormati semua orang.
 Selain Mufti Muhammad Taib ada beberapa Tokoh lain yang pernah Menjabat sebagai Mufti di Hulu sungai, seperti Mufti haji Muhammad sayid, Mufti Hajid Abdurrauf, Silsilah Mufti Muhammad Taib juga memberikan gambaran kemampuan menuntut ilmu Islam sampai ke kota Mekkah memang didukung oleh tradisi lawas keluarganya untuk mempertahankan eksistensi Islam yang mereka klaim disebarkan oleh nenek moyang mereka.
 Dari sana juga didapati kemampuan ekonomi mereka sebagai bagian dari keluarga Bangsawan yang berkuasa sangat mampu membiayai Pendidikan sampai ke Kota Mekkah yang sangat mahal di jaman itu. Muhammad Taib sendiri mempunyai beberapa saudara yang sama-sama menuntut ilmu di Kota mekkah seperti Penghulu Abul hasan yang menjadi Penghulu Distrik Negara dan Haji Syahabudin yang menjadi kepala Distrik Negara, kakek mereka bernama Kiai Martapati seorang Tumenggung wilayah Alai yang menguasai tambang emas di pegunungan. Dalam struktur pemerintahan, Mufti dibantu oleh para penghulu ditingkat distrik, wilayah setingkat kecamatan yang dipimpin oleh seorang kiai.
 Maka Mufti dan penghulu pada dasarnya ada dalam satu pemerintahan. Otoritas jabatan Mufti jelas merupakan jabatan yang mengurusi agama Islam yang utama diwilayahnya, sehingga umat Islam merasa terayomi dalam urusan-urusan Islam dan secara politik pula terwakili dalam pemerintahan. Perbedaan Mufti dan Penghulu dengan Ulama diluar pemerintahan adalah dalam hal kepemilikan otoritas.
 Mufti sebagai bagian dari pemerintahan saat itu, tentu saja mempunyai otoritas yang diberikan dan bertanggung jawab terhadap negara terlepas apapun atau siapapun penguasanya. Dengan otoritas tersebut maka Mufti kemudian mampu untuk menegakan kekuasaan dari otoritasnya dengan dukungan Negara. Berbeda dengan Ulama diluar pemerintahan, mereka tidak mempunyai otoritas dan tanggung jawab apapun terhadap Negara, mereka bebas menentukan langkah yang mereka ingini sesuai keyakinannya.
 Gangguan keagamaan tentu saja tidak selalu berasal dari eksternal umat islam, tapi bisa jadi berasal dari internal umat islam sendiri. Dalam kasus pergolakan di Hulu Sungai, Gerakan Tambai Makkah dan kelompok Baratip Baamal terlepas semangat mereka dalam melawan Belanda, ada sisi dimana gerakan tersebut bisa dikatakan menjadi permasalahan internal keagamaan Islam karena kecendrungan mencampurkan Islam dengan ajaran yang tidak sesuai atau menyimpang dengan ajaran islam sebenarnya. Melihat hal tersebut ada kepentingan lebih besar yang menjadi pertimbangan para Tokoh Islam dalam melihat pergolakan, ada tanggung 31 Tichelman, G.L, Dkk, "Een gezaghebber-resident" SN, 1939, Hal 69-70 jawab moral bagi para Tokoh Islam untuk meluruskan dan menjaga ajaran agama Islam secara benar yang telah nenek moyang mereka syiarkan di Hulu Sungai.
 Dalam sisi lain kenyataan bahwa eksistensi sebagian keluarga ulama Hulu Sungai seperti keluarga besar Mufti Muhammad Taib memang menyatu dengan aristokrat Bangsawan Hulu Sungai, dimana mereka telah berkuasa selama ratusan tahun, akan tidak mudah bagi mereka melepaskan kekuasaan tersebut kepada kelompok baru dengan pertimbangan apapun, secara wajar politik kekuasaan juga menjadi terlihat jelas, apalagi semangat nasionalisme yang kita dengungkan hari ini tentu belum dikenal di masa itu.
Â