Mohon tunggu...
Ales Tiara Fadilah
Ales Tiara Fadilah Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik di SMP IT Miftahul Ihsan

Tenaga Pendidik SMP IT Miftahul Ihsan Kota Banjar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kutukan Misterius

9 Desember 2022   13:23 Diperbarui: 9 Desember 2022   13:26 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

PART 3

"Kenapa ga sekalian aja dia ngebunuh Angel bareng sama keluarganya?" tanya Vivie.

"Mungkin pembunuhnya menginginkan Angel untuk suatu hal," jawab Ales.

"Sepertinya masuk akal," ucap Vivie.

"Apanya yang masuk akal?" tanya Yola yang tiba-tiba saja ada di hadapan Vivie dan Ales.

"Siapa dia?" tanya Ales.

"Dia Yola Adikku. La, kenalin ini Ales," jawab Vivie memperkenalkan Yola pada Ales.

"Ngomong-ngomong tadi apanya yang masuk akal?" tanya Yola.

"Bukan apa-apa kok La, kita lagi ngebahas soal anak baru yang bisa beradaptasi di sini dalam satu hari. Menurut kamu masuk akal ga?" kata Vivie berbohong.

"Masuk akal kalau anaknya gampang bergaul, kayak aku," jawab Yola pede.

"Ya udah kalau gitu kita ke kantin yuk La, aku lapar," ajak Vivie.

"Oke, kita duluan ya Kak Ales," pamit Yola pada Ales.

****

Sandi baru saja pulang dari kampus, saat berada di halaman rumah, matanya tak sengaja kembali tertuju pada Sonia yang tengah berdiri di tempat kemarin. Dengan senyum gembira Sandi berlari mendekati Sonia.

"Hai Sonia!" sapa Sandi. Perlahan Sonia berbalik dan menatap Sandi.

"Kemarin kenapa kamu tiba-tiba pergi?" tanya Sandi.

"Kamu tinggal di rumah itu?" tanya Sonia balik.

"Iya, aku baru pindah kemarin," jawab Sandi.

"Berhati-hatilah," ucap Sonia datar.

"Berhati-hati dari apa?" tanya Sandi heran.

"Kutukan," jawab Sonia dengan tatapan serius.

"Hahaha kamu mau ngutuk aku? Aku sih ga masalah kalau harus dikutuk sama cewek secantik kamu," ucap Sandi.

"Kamu pria yang baik," ucap Sonia tersenyum.

"Kak Sandi, ngapain disitu? Bantuin aku ngecat dong!" teriak Yola dari teras. Hal itu membuat Sandi harus mengalihkan pandangannya dari Sonia.

"Nanti aja, tanggung nih," balas Sandi kesal.

"Rese banget sih tuh anak, suka banget gangguin or...." ucap Sandi terpotong ketika menyadari Sonia sudah tidak ada di hadapannya.

"Awas kamu Yola! Gara-gara kamu, aku jadi gagal nanyain rumah Sonia di mana," gerutu Sandi.

****

Dengan perasaan kesal Sandi masuk ke dalam rumah, dia langsung menemui Yola dan memarahinya.

"Kamu tuh sama aja ya kayak Vivie, suka banget gangguin orang," bentak Sandi.

"Aku kan cuma mau minta tolong," ucap Yola.

"Kalau mau minta tolong itu lihat sikonnya dulu dong. Ga lihat apa aku lagi sibuk?" tanya Sandi.

"Sibuk apaan? Orang Kak Sandi cuma bengong doang," jawab Yola.

"Bengong dari Hong Kong, aku itu lagi pedekate," ucap Sandi.

"Hahaha pedekate sama siapa? Sama pohon?" ejek Yola.

"Kamu lihat aja, nanti aku kenalin Sonia sama kamu. Biar kamu tahu betapa cantiknya dia," ucap Sonia.

"Woy ribut melulu, kapan bantuin ngecatnya?" teriak Vivie dari kamar.

Dengan wajah yang masih kesal Sandi masuk ke kamar Vivie diikuti oleh Yola, mereka bertiga pun segera mengecat dinding kamar itu. Namun mata Vivie kembali menatap lukisan itu dengan serius.

"Kejadiannya sepuluh tahun yang lalu, tapi kenapa warnanya ga pudar? Seharusnya kalau ditinggal selama itu, seengganya warnanya akan sedikit memudar. Tapi ini seperti masih baru." Batin Vivie.

"Burung gagak yang malang.... Dengan tubuh terjerat...." Vivie menoleh ke arah Yola yang sedang mengecat sambil bernyanyi.

"Sang penyihir datang.... Dengan sebuah kapak.... Memotong sang gagak menjadi 3 bagian.... Sang penyihir pulang.... Ke gubuk yang gelap.... Bersama sang Gagak.... Hingga seribu tahun.... Dengan sebuah lagu.... Lagu pengantar tidur.... Itulah lagu.... Si gagak yang malang."

"Yola, diem dong! Nyanyi lagu apaan sih kamu?" bentak Vivie tak tahan mendengar bait lagu yang menyeramkan itu. Namun Yola malah menatap Vivie dengan heran.

"Siapa yang nyanyi? Aku dari tadi lagi ngecat," jawab Yola.

"Bukannya barusan kamu ngecat sambil nyanyi?" tanya Vivie.

"Wah jangan-jangan Kakak udah ketularan anehnya Kak Sandi, ih serem deh," ucap Yola bergidik.

"Perasaan jelas banget tadi aku denger kalau itu suara Yola. Atau jangan-jangan aku salah denger?" batin Vivie.

"Aku sama Kak Sandi ke gudang dulu ya, mau ngambil cat," pamit Yola.

Vivie tak menghiraukan Yola dan Sandi yang beranjak keluar, perhatiannya masih sibuk memikirkan suara nyanyian yang tadi didengarnya.

Semenit kemudian perhatian Vivie beralih ke jendela kamarnya yang terbuka saat telinganya mendengar sebuah suara yang mencurigakan. Dengan perlahan didekatinya jendela itu untuk melihat apa yang ada di bawah jendela itu, saat kepalanya sudah melongok keluar tiba-tiba....

"Aaaaaaaaaa," teriak Vivie ketakutan. Wajahnya pucat namun dengan cepat berubah menjadi merah menahan amarah saat melihat sosok Yola yang berada di bawah jendela itu dengan sebuah topeng yang cukup menyeramkan.

Topeng itu bergambar bintang di mata kiri dan matahari di mata kanan, sedangkan bagian mulut dibentuk seperti ekspresi orang yang menahan sakit yang teramat sangat.

"Hahaha kaget ya?" ledek Yola.

Vivie mendengus kesal melihat Yola yang begitu menikmati hasil kejahilannya. Namun wajah Vivie kembali pucat saat matanya menatap sesosok perempuan yang berdiri di seberang jalan, sosok itu memakai topeng yang sama dengan yang dipakai Yola.

"Udah dong Kak, aku kan cuma bercanda. Masa mukanya pucat terus sih, aku kan bukan hantu," ucap Yola.

Vivie perlahan menatap Yola yang masih memakai topeng itu, kemudian tatapannya berpindah pada sosok di belakang Yola, tapi ternyata sosok itu telah lenyap.

"Kamu dapat topeng itu dari mana?" tanya Vivie.

"Tadi pas aku mau ngambil cat di gudang, aku nemuin topeng ini," jawab Yola.

"Serius? Kamu ga beli di luar?" tanya Vivie.

"Enggalah, kan tadi aku pulang sekolah bareng Kakak. Mungkin Kak Sandi yang beli," jawab Yola.

"Kak Sandi?" tanya Vivie.

"Iya. Siapa tahu dia mau nakut-nakutin kita pakai topeng ini," jawab Yola.

"Mungkin aja," gumam Vivie. "Terus sekarang Kak Sandi-nya mana?" tanya Vivie.

"Tuh di ruang tengah, dia malah nonton TV. Ga mau lanjut bantuin kita katanya," jawab Yola.

****

Malam harinya Vivie dan keluarga tengah makan malam, Vivie menyantap makanannya tanpa banyak bicara, sedangkan Yola sedang asyik berceloteh tentang apa saja.

"Kak Sandi tadi beli topeng ya?" tanya Yola.

"Topeng apaan?" tanya Sandi balik.

"Kak Sandi ga usah pura-pura lupa deh, tadi aku nemuin topengnya di gudang. Bagus sih tapi serem, Kak Vivie aja ketakutan ngelihatnya," ucap Yola.

"Beneran deh, topeng apa sih? Aku ga beli topeng kok," ucap Sandi meyakinkan.

"Kalau bukan Kakak, terus siapa dong yang beli?" tanya Yola heran.

"Mungkin itu punya keluarga yang tinggal di sini dulu, sudahlah buat apa dipermasalahkan. Toh cuma sebuah topeng kan?" jawab Papanya. Akhirnya mereka pun tak lagi mengungkit soal topeng itu.

"Gimana Vie, kamu suka suasana di sini?" tanya Mamanya.

"Masih lebih enak di Bogor," jawab Vivie.

"Nanti kalau kamu sudah terbiasa, pasti di sini akan jauh lebih mengasyikkan daripada Bogor," ucap Mamanya.

Vivie hanya terdiam, karena baginya membujuk seperti apapun Papa dan Mamanya pasti akan tetap tinggal di Bandung. Setelah makan malam, Vivie dan Yola pun bergegas ke kamarnya.

"Eh Kak, tadi pas pulang dari warung aku ketemu cewek aneh lho," ucap Yola.

"Cewek aneh?" tanya Vivie.

"Iya. Dia natap aku tajam banget, aku sempet takut itu orang mau ngapa-ngapain aku. Tapi ternyata cewek itu cuma lewat doang," jawab Yola.

"Aku juga kemarin ketemu sama Ibu-ibu aneh waktu beli cat. Aku ga sengaja nabrak dia, tapi aku udah minta maaf. Eh dianya malah ngomong ketus, katanya urus saja dirimu sendiri," ucap Vivie.

"Hahaha itu sih bukan Ibu-ibunya yang aneh, tapi Kakak yang apes. Orang Kakak yang nabrak dia, gimana dia ga sewot? Ya wajar dong kalau dia ketus," ucap Yola.

"Iya juga sih," ucap Vivie menggaruk-garuk kepalanya.

"Kakak belum ngantuk?" tanya Yola.

"Belum, aku mau ngerjain tugas dulu." jawab Vivie.

Yola pun memejamkan matanya dan tak lama kemudian gadis itu telah terlelap, sedangkan Vivie masih sibuk berkutat dengan tugas matematikanya.

Beberapa saat kemudian jam dinding di ruang tamu berdentang sebelas kali, Vivie baru menyadari jika malam telah larut. Vivie membereskan buku-buku miliknya dan memasukkannya ke dalam tas, ketika akan beranjak matanya tak sengaja menatap CD-CD itu.

"Nonton ga ya? Aku penasaran," ucap Vivie. Setelah berpikir akhirnya diputuskannya untuk menonton salah satu CD, sedangkan tiga CD yang lain akan ditontonnya lain waktu.

Vivie berjalan menuju ruang tengah, suasana tampak sepi karena keluarganya sudah terlelap. Dipilihnya sebuah CD berjudul "Kutukan Misterius 82", layar di TV memulai dengan angka 5 yang berjalan mundur ke angka 1.

KELUARGA HARYONO -- Cerita Dalam CD

"Pa, pancingannya bawa berapa?" tanya Ridwan.

"Tiga saja. Kan cuma Papa, kamu, sama Ryan," jawab Pak Haryono. Ridwan pun segera memasukkan tiga buah alat pancing ke bagasi mobil.

"Kak Ridwan, senyum dong! Jelek banget sih wajah Kakak," ucap Sisca dengan kamera ditangannya berusaha untuk memotret Ridwan.

"Kamu ganggu aja deh Sis, bantuin juga dong," gerutu Ridwan.

"Bentar aja Kak, selfie dulu sebelum berangkat," pinta Sisca. Ridwan akhirnya menuruti keinginan Sisca, sambil bergaya keduanya pun berselfie ria.

"Woy, jangan foto-foto terus. Sisca, bantuin Mama tuh bawa makan siang kita," seru Ryan.

"Ah Kak Ryan ganggu aja, sini foto dulu," ucap Sisca. Bukannya melaksanakan perintah Ryan, Sisca malah menarik Ryan ke sampingnya dan memotretnya.

Layar TV berubah menghitam karena kamera yang dimatikan, namun beberapa detik kemudian gambarnya kembali muncul dengan adegan yang berbeda.

Kamera itu tampak mengitari mobil, tak ada suara apapun hingga suasana terasa semakin sunyi. Vivie menatap layar TV tegang saat kamera itu menyorot ke dalam mobil, terlihat tubuh Pak Haryono, Bu Dewi, Ryan dan Ridwan dalam keadaan terikat, sedangkan Sisca tidak terlihat sama sekali.

Kamera itu masih mengitari mobil dan tiba-tiba "DUARRR." Vivie terkejut setengah mati saat mobil itu tiba-tiba terbakar dengan tubuh Pak Haryono dan keluarga di dalamnya. Bersamaan dengan itu layar TV menghitam menandakan durasi yang telah selesai.

Dengan tubuh gemetar Vivie mengeluarkan CD itu dari DVD, rasa takut masih menyelimutinya. Bukannya takut pada hal-hal yang berbau horor, tapi dia tak tahan melihat hal-hal yang bersifat sadis. Namun kemudian Vivie memutuskan untuk menonton CD kedua berjudul "Kutukan Misterius 92."

KELUARGA TOMMY -- Cerita Dalam CD

Adegan dimulai dengan sepasang suami isteri dan tiga anak perempuannya yang tengah memanggang daging di halaman rumahnya.

"Sin, dagingnya habis. Kamu ambil di dapur ya!" ucap Bu Maya. Sinka masuk ke dalam rumah dan segera mengambil daging di dapur.

"Naomi, teh manisnya udah jadi belum?" tanya Bu Maya.

"Bentar lagi, gulanya di mana Ma?" tanya Naomi balik.

"Itu di dekat Nabilah," jawab Bu Maya. Naomi pun segera menghampiri Nabilah yang sedang memanggang daging.

Layar TV menghitam dan adegan dimulai kembali dengan suasana gerimis. Jantung Vivie berdetak cepat saat melihat Pak Tommy, Bu Maya, Naomi, dan Sinka terikat di halaman dengan mulut dilakban, sedangkan Nabilah tidak terlihat sama sekali.

Kamera itu menyorot wajah mereka satu persatu, lalu sosok yang memegang kamera itu mendekati Pak Tommy dan memenggal kepalanya dengan golok.

Vivie dengan cepat memalingkan wajahnya saat melihat darah yang mengalir deras dari leher Pak Tommy. Perlahan-lahan Vivie kembali menatap layar TV itu dan matanya masih sempat melihat bagaimana pembunuh itu memenggal kepala Sinka. Ditatapnya dua buah CD yang tersisa, dengan gemetar diputarnya CD ketiga berjudul "Kutukan Misterius 02."

KELUARGA EDO -- Cerita Dalam CD

Adegan dimulai saat terlihat empat orang yang tengah berada di kolam renang, tiga orang perempuan berdiri di sisi kolam renang sebelah kiri dan Ayah mereka berada di sebelah kanan. Sepertinya mereka akan mengadakan lomba renang.

"Feni, Okta, Anin, kalian siap?" Tanya Pak Edo. Ketiga wanita itu mengacungkan jempolnya dan terdengarlah bunyi peluit, mereka pun segera memulai lomba renang itu.

"Yes, aku menang," ucap Feni.

"Bagus Feni," seru Pak Edo tersenyum. Okta finis kedua, dan Anin terakhir.

"Jangan sedih gitu Anin, besok kita coba lagi," hibur Pak Edo.

Layar TV menghitam dan adegan beralih di mana kini Pak Edo, Bu Mira, Feni dan Anin terikat di sebuah kursi sedangkan Okta tidak terlihat sama sekali, sebuah tali dari seberang kolam terhubung ke kursi-kursi itu.

Kemudian sosok yang memegang kamera itu menarik tali-tali itu hingga keempat kursi itu jatuh ke dalam kolam renang dan Pak Edo beserta keluarganya pun mati tenggelam.

Vivie terduduk lemas di sofa, tiga pembunuhan keji baru saja dia saksikan dan membuatnya sangat ketakutan, setelah berpikir cukup lama akhirnya Vivie memutar CD terakhir berjudul "Kutukan Misterius 12."

KELUARGA ANTON -- Cerita Dalam CD

Adegan dimulai ketika Pak Anton dan Bu Dea tengah membersihkan halaman rumah, kamera itu menyorot ke sisi lain di mana terdapat dua laki-laki yang sedang mengangkat kardus-kardus yang cukup besar. Sedangkan seorang anak perempuan hanya menatap kedua Kakaknya itu.

"Angel, bantuin dong berat nih!" ucap Kevin.

"Letoy banget sih Kak, lihat tuh Kak Riki juga kuat," kata Angel.

"Udah cepetan bantuin," bentak Kevin. Angel pun akhirnya ikut membantu kedua Kakaknya itu.

Layar TV menghitam dan adegan berganti di mana empat sosok tergantung lehernya di sebuah pohon, di bawah mereka terdapat sebuah kursi yang diikat tali.

Sosok yang memegang kamera itu lalu menarik tali tersebut dan tubuh Pak Anton, Bu Dea, Riki, dan Kevin pun tergantung sampai kehabisan nafas, sedangkan Angel tidak terlihat sama sekali.

Dengan cepat Vivie membereskan CD-CD itu dan bergegas kembali ke kamarnya. "Sebuah pembunuhan. Tapi siapa pembunuhnya? Kenapa mereka dibunuh? Lalu kemana Sisca, Nabilah, Okta, dan Angel?" Batin Vivie.

BERSAMBUNG. . . .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun