Rasya! tiba-tiba sebuah suara yang tak asing bagiku terdengar keras memanggil.
Hei, Kei! Tumben ke sini. Belum genap aku menyelesaikan kalimat tanyaku, sosok Rasta menyusul di belakang Kei. Sepertinya aku sudah tahu jawaban atas pertanyaanku sendiri. Ujarku kemudian.
Ku akui kau memang cerdas, Rasya.
Hei, Rasya! Udah lama banget nggak ketemu. Ngilang kemana aja kamu? Rasta tiba-tiba datang dan menyapa ku.
Bukankah yang selama ini sering ngilang itu kamu ya? Secara anak tenar gitu?
Bisa aja kamu, Sya. Kamu belum berubah ya. Masih pinter ngeles kaya dulu.
Oh ya? jawabku singkat. Aku emang nggak berubah, Rasta. Begitu juga perasaanku ke kamu. Mungkin selamanya akan tetap sama, benakku kemudian. Jujur saja, seketika jantungku berdebar kencang, aliran darahku mengalir begitu cepat. Tubuhku gemetar. Tangan dan kakiku terasa kesemutan.
Ehem..ehem ada yang dikacangin di sini nih, Kei berkomentar atas suasana yang terjadi.
Wah, ada yang marah ni ye, godaku.
Oke. Kei, bisa kamu cerita gimana kamu bisa kenal dan bersahabat sama cewe bawel, cerewet, dan cengeng kayak dia?
Oh, gitu? Awas kamu ya!