Dengan terus melajunya sang waktu, rasa kagum itu kian menjalar, merambat dan bersarang ke dalam ruang-ruang kosong di benakku. Semakin lama, semua rasa itu kian mendalam. Dan kini, tepat dihadapanku. Seorang gadis yang telah kuanggap baik saudara, menceritakan sosok Bramasta dengan binar-binar kekaguman yang tampak di matanya.
Apa kamu mengagumi, Bramasta? tanyaku tiba-tiba pada Keisya. Semua terasa terlontar begitu saja dari mulutku.
Keisya diam, tersenyum dan melempar pandangannya pada goresan putih yang menggantung di langit biru yang gagah. Menurutmu Rasya? Apakah seperti itu adanya? ucapnya kemudian. Tergores sebuah senyum dari bibirnya.
****
Entah untuk yang ke-berapa kalinya aku membolak-balikkan tubuhku di atas ranjang. Nyanyian jangkrik terdengar makin lantang, seiring dengan terhentinya suara riuh manusia yang rutin terdengar di pagi hari. Dari balik jendela, cahaya bulan telah memberi warna perak pada pepohonan di luar sana. Lambaian tirai-tirai di kamarku seakan mengabarkan bahwa sang angin darat telah menjaga nelayan-nelayan yang tengah memulai harinya demi sepuncuk nasi. Ku lempar pandangan pada jam dinding yang menggantung di seberang ranjangku. Pukul 02.00.Hingga saat ini kedua mataku enggan terpejam, walau perihnya mata ku rasa sudah. Kata-kata Keisya pagi tadi masih terngiang jelas dalam anganku. Ah, aku tak boleh seperti ini. Tak ada guna aku mementingkan hatiku sendiri. Toh, Bramasta tak memiliki perasaan apapun padaku. Bukankah cinta tak harus memiliki? Batinku lirih. Cinta. Inikah rasanya? Sesuatu yang selalu terdengar indah, manis, dan luar biasa, telah menjangkit diriku. Sesuatu yang selalu dibuat istimewa oleh para pengarang maupun penyair. Tapi, mengapa semua seperti ini? Terasa sakit, berat, dan memilukan. Makin meracuni alam pikiranku yang kalut. Sungguh buruk kenyataan cinta yang sesungguhnya. Namun semua kembali pada satu pertanyaan singkat,
Pantaskah aku merasakan cinta saat ini?
*****
Sya, Rasya! panggil Nadine tergopoh-gopoh.
Ada apa? Santai aja lagi, nggak usah lebay sampai mengos-mengos begitu. Ucapku sekenanya.
hosh.. hosh.. Itu hosh hosh emmm, i..ttu loh, ucapnya tak jelas sembari mengatur napasnya yang tersengal-sengal.
Hadeh, ngomong apa to, Mbak yu atur napas dulu dah, tenang.