Ia harus terbiasa dengan lingkungan, teman-teman, dan guru-guru barunya. Satu hal permintaan sang ayah bahwa jika ke kamar mandi, sang anak harus ditemani. Dengan telaten teman atau ummi bergantian menemaninya.
Hari-hari pertamanya terasa sepi, meski telinganya ramai oleh suara teman-temannya. Kedua jantung hatinya yakni ayah dan adiknya selalu terbayang di benaknya. Nyaris tiap malam ia memimpikan ayah. Alhamdulillah, para ummi selalu ada menghiburnya saat mereka melihatnya sedang murung.
Sebulan di kampus, ia sudah bisa beradaptasi. Ia tak punya begitu banyak teman, karena ia tak pandai bergaul, tapi ia punya sahabat bernama Adinda. Adinda yang sering kali menemani atau bahkan membantunya pada urusan yang ia sendiri tak mampu melakukannya.
"Brakk..."suara benturan terdengar. Atfilla terpelanting ke lantai. Ia mengerang kesakitan.
"Atfilla, hati-hati kalau jalan! Pelan-pelan saja!" Seru Adinda saat melihat Atfilla menabrak meja di depannya. Ia berlari untuk menolong Atfilla yang sedang mengerang kesakitan. Atfilla memang begitu, kalau lagi jalan, terkadang ia menabrak apa saja yang ada di depannya.
Chrome Book
Di kelas, Atfilla sangat senang. Ia baru kali belajar sambil menggunakan media Chrome Book, yakni semacam laptop yang terisi aplikasi google education yang berbayar. Sekolahnya memang mewajibkan setiap peserta didik untuk memiliki Chrome Book agar memudahkan pembelajaran dan juga membuatnya menyenangkan.
"Dinda, aku suka sama Chrome Book ini." Katanya pada sahabatnya sambil tersenyum. Senyumnya khas.
"Aku juga. Alhamdulillah, dengan teknologi CB ini kita bisa belajar tanpa batas. Dari kelas ini kita bisa mengakses ilmu pengetahuan dari luar." Jawab Adinda sembari tersenyum.
"Di sekolahku dulu tak ada seperti ini."
"Aku juga begitu."