Mohon tunggu...
Mudzakkir Abidin
Mudzakkir Abidin Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang suka menulis

Menulis adalah sumber kebahagiaan. Ia setara dengan seratus cangkir kopi dalam menaikkan dopamine otak. Jika kopi berbahaya jika berlebihan dikonsumsi, namun tidak dengan tulisan, semakin banyak semakin baik buat otak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pagi Berkabung

11 Mei 2022   13:13 Diperbarui: 8 Juni 2022   19:06 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jawaban ustadz Sabar membuat tangan pak Alamsyah bergetar. Handphone di tangannya terjatuh ke lantai. Dadanya serasa remuk. Air matanya tumpah, tapi mulutnya tak bisa berbicara. Lalu pandangannya gelap. Sesaat sebelum tubuhnya jatuh ke lantai.

Pagi Berkabung di Spidi

Kabar wafatnya Atfilla terdengar seantero kampus. Ummi-ummi, santri, guru, dan semua civitas spidi dalam kesedihan mendalam. Air mata tumpah. Berkabung. Sunyi dalam sedih. Hari yang biasanya ceria berganti diam seribu bahasa. Semua bertatap mata dalam hening tanpa kata.

Jenazah Atfilla datang dari rumah sakit menggunakan ambulans. Disemayamkan di masjid Andi Murni Badiu sambil menunggu keluarga almarhum Atfilla datang utamanya ayah dan Omanya. Ayah dijadwalkan datang sore hari dari Jayapura.

Acara takziyah untuk mendoakan Atfilla dilakukan di masjid. Tak ada kegiatan kampus para civitas kecuali di masjid. Doa-doa dilantunkan lirih. Bela sungkawa diucapkan disertai tangisan. Bergantian beberapa ustadzah dan santri berdiri di depan ratusan santri mengucapkan kalimat nasihat, kesan, dan doa untuk Atfilla.

"Anak ini, tak pernah terlihat kecuali di dua tempat, di perpustakaan atau masjid."kenang Ibu Riza dalam sambutan takziyah beliau.

Sore hari ayah Atfilla datang. Tak ada kalimat yang bisa menggambarkan suasana itu kecuali kesedihan mendalam apalagi saat Pak Alamsyah membuka kain sarung penutup wajah Atfilla. 

Shalat jenazah dilakukan. Diimami oleh ustadz Salam, kepala jurusan tarbiyah. Doanya setelah sehat jenazah membuat seisi masjid kembali menangis.

Ayah Atfilla diminta untuk mengucapkan sepatah dua kata di depan hadirin. Tak begitu panjang, namun intinya ia sudah ikhlas menerima takdir Allah ini. Bahkan ia bersyukur Atfilla meninggal dalam kondisi yang indah, di dalam perjuangan menuntut ilmu di jalan Allah, ditambah lagi sedang dalam persiapan untuk shalat malam. 

Tak lupa ia mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya buat pihak Spidi dan juga permintaan maaf jika memang selama ini Atfilla ada salah.

Jenazah Atfilla dimasukkan dalam peti untuk kemudian dibawa terbang ke kampung halamannya di Jayapura untuk dimakamkan di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun