Mohon tunggu...
Mustofa Ludfi
Mustofa Ludfi Mohon Tunggu... Lainnya - Kuli Tinta

Laki-laki yang punya prinsip: "Lebih baik menyalakan lilin meski redup, daripada harus mengumpat kegelapan."

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ompyang Jimbe

2 Februari 2023   06:38 Diperbarui: 2 Februari 2023   11:47 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa?" Pak Lurah sangat terkejut. Delapan puluh persen ruh kabur dari raganya. Ia tersandar di kursi. Lemas. Keningnya menebal. Dua matanya merapuh. Ada panas yang mengepung pelupuknya. Ada getir yang menggigiti perasaannya. "Ini bukan berita duka lagi, Kang. Ini melebihi segalanya. Kita semua tahu, sejak dulu kala, Makam Mbah Ompyang memiliki benang merah dengan desa ini. Sejarahnya panjang. Jika makam itu rusak, berarti ini pertanda akan turunnya balak di desa kita. Ingat cerita embah-embah kita dulu. Bahkan, mereka melewati makam itu saja nggak berani. Nggak elok. Malati." Panjang, Pak Lurah menanggapi berita Kang Maman. Ia terus menguatkan dirinya; yang sebenarnya lebih rapuh dari kedua orang di hadapannya.

"Lalu bagaimana, Pak Lurah. Kami harus berbuat apa?" tanya Kang Maman getir. Pak Lurah terdiam. Tidak ada satu kalimat pun keluar dari mulutnya. Kantor itu menjadi sangat mencekam. Ada banyak kabut yang mampir ke sana. Sampai menjelang sore, tiga manusia itu tetap di sana. Saling diam. Saling mendiamkan kecemasan dan kepanikan masing-masing.

***

Pagi itu, Rudi mulai bergerak. Pertama yang ia lakukan adalah memohon izin kepada eyangnya untuk tinggal lebih lama di sana.

#6

Langit menghitam. Dua tamu pembawa duka itu diizinkan pulang oleh Pak Lurah. Namun esok hari, pagi-pagi sekali, keduanya sudah harus berada di balai desa Lemah Agung. Pak Lurah dawuh, besok akan ada pertemuan penting guna membahas makam Mbah Ompyang yang sudah dijahili orang. Keduanya mengangguk, pamit, kemudian meninggalkan Pak Lurah yang sedang dirundung kekhawatiran.

***

Rudi memohon izin kepada Eyang Toro untuk pergi sebentar ke kota. Ada teman yang harus ia temui. Namanya Suroto, tapi ia kadung terkenal dengan nama Jenank; dengan akhiran huruf 'K' bukan 'Ng'. Jenank berjumpa dengan Rudi sekitar delapan tahun yang lalu. Dulu, semua yang dikatakan Jenank ia anggap sebagai kentut. Namun hari ini, Rudi menemukan kebenaran semua yang dikatakan oleh Jenank.

Ketika itu, Jenank seringkali bercerita tentang benda-benda pusaka yang memiliki kekeramatan tingkat tinggi. Ia bercerita tentang kekuatan dari Pring Pethuk, Samurai Shogun dan Kolong, Rantai Babi, Bethoro Karang, Anti Silet, Mangkuk Anti Basi, Sate Gagak, Keris Kolomunyeng, Merah Delima, Mustiko Nogo, dan Keris Ompyang. Semua yang diceritakan itu akan dibantah dengan ilmu filsafat. Dalam sains, semua yang dirinci oleh Jenank adalah bagian dari kekonyolan akal dan kotoran pengetahuan. Jenank tidak pernah membantahnya. Ia sadar, selamanya Nyoni tidak akan pernah bisa diempiriskan. Tapi akan selalu ada sampai dunia ini tutup mata. Dan mendiamkan Rudi yang sedang mabuk dengan materi yang sedang dipelajarinya adalah pilihan terbaik.

Namun kini, Jenank mengulum senyum lebar. Manusia yang sejak dulu membantahnya sekarang sedang sangat ingin bertemu dengannya. Ia menunggu. Detik demi detik. Sejak dulu.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun