"Iya. Seperti aroma dupa yang dibakar tiba-tiba menyeruak lalu hilang. Suatu ketika bisa ada lagi. Selain itu, ada juga cermin besar. Yang aneh darinya adalah kenapa permukaannya cepat sekali tertutup debu padahal sudah dibersihkan di hari sebelumnya. Besoknya sudah berdebu lagi," jelasnya.
"Kedengarannya cukup menyeramkan, Ran?" ujarnya seperti tak yakin.
"Mas mungkin gak percaya dengan cerita saya dan mengira saya berhalusinasi. Pernah suatu hari saya ketinggalan botol minum. Saya ingat persis botol itu ditaruh di ruang tamu. Tapi keesokan harinya botol itu ada di dapur. Padahal saya jarang kesana. Terakhir baru-baru ini, sesuatu yang aneh muncul dari kamar atas. Dari dalamnya terdengar seperti suara tv. Di SMS-nya, Bu Hilda melarang keras saya untuk masuk kesana," paparnya.
"Dengan semua keanehan itu, apa kamu gak merasa takut," tanyanya.
"Perasaan takut pasti ada, Mas. Tapi mungkin teralihkan oleh kesibukan saya. Dan saya lebih peduli dengan pekerjaan saya daripada hal-hal begitu," tukasnya.
Selesai makan malam yang mengesankan itu, keduanya langsung pulang. Mengendarai motornya, Bagas mengantar Ranti ke kosannya. Keduanya tampak bahagia namun sebenarnya ada kecemasan dalam diri mereka. Terkait pekerjaan Ranti, keduanya berharap semoga segera ada penyelesaiannya.
"Ran, aku khawatir padamu. Maukah kau berjanji padaku untuk tidak meneruskan pekerjaan itu jika tidak lagi merasa nyaman atau betah," ucapnya sesaat Ranti turun dari motor.
"Iya, Mas. Aku janji," sahutnya sambil mengisyaratkan dua jari.
"Makasih traktirannya," ujarnya lalu memacu motornya.
Ranti hanya tersenyum sambil melambaikan tangan ke Bagas yang mulai menjauh dari pandangannya.
(BERSAMBUNG)