Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fikber] Ad Infinitum: Belajar Mati Mengenaskan Ala Bung Karno

28 November 2015   20:13 Diperbarui: 28 November 2015   20:27 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rhein mengangguk, “Si Lepay yang berasal dari Jawa Halus itu kan, Gie?”

“Dia lebih memilih untuk terjun langsung ke Ibukota,” terang Gie. “Dan buah mereka semualah lembah ini harus tetap ada, agar tak pernah ada serenada ‘Tanah Air Mata’ yang dinyanyikan oleh generasi setelah kita, oleh anak-anak kita… Kini, juga kelak… Walau jika untuk itu kita harus mati mengenaskan seperti Bung Kecil itu, setelah sebelumnya pernah menggantung cita setinggi langit tapi berakhir terjatuh di antara pijar gemintang…”

Tak habis-habisnya Rhein memandang Gie dengan penuh kekaguman. Gie yang tak pernah sekalipun mementingkan hidupnya demi kebahagiaan pribadi. Gie… yang lebih memilih untuk tak menjadi bunga yang tumbuh sendirian di tengah rumput liar… yang wangi namun sepi.

“Emmm… Gie…”

Gie berbalik menatap Rhein. Digenggamnya jemari Rhein dengan erat, sebelum akhirnya bertanya dengan amat lembut, “Apa yang ingin kau tanyakan, Rhein?”

“Emmm… berbicara mengenai generasi penerus tadi, emmm… Kapan kita akan memulainya, Gie… agar kelak ada anak-anak yang melanjutkan perjuangan ayahnya…?” tanya Rhein dengan amat tersipu.

Gie sempat tertegun mendengar pertanyaan itu. Tapi hanya sejenak, karena selanjutnya, Gie membisikkan sesuatu yang amat menggelitik hati Rhein.

“Tentu saja malam ini, Rhein…”

Rhein merasa telinganya agak hangat terkena hembus nafas Gie. Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat, dengan getar aneh yang entah berasal dari mana menjalar ke seluruh kediriannya, yang juga entah akan memuara kemana.

“Jadikan aku milikmu, Ghie, seutuhnya…” desah Rhein.

“Akan kulakukan, Rhein, akan kulakukan…” gumam Gie sambil kedua tangannya memegang pipi Rhein hingga wajah mereka menjadi begitu dekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun