Nama Pangeran Alibasah Sentot Prawirodirdjo, muncul dalam peristiwa bersejarah di antaranya sebagai panglima perang (Alibasah) dalam Perang Diponegoro (1825-1830). Setelah Alibasah Sentot Prawirodirdjo menyerahkan diri sebagai panglima perang dalam Perang Diponegoro pada tanggal 17 Oktober 1829 ia kemudian masuk dalam dinas ketentaraan kolonial Hindia Belanda yang belakangan 'main mata' dan sempat ikut serta berperan dengan Kaum Padri di Minangkabau dalam Perang Padri (1821-1837) di bawah pimpinan Imam Bonjol.
Menurut Saleh As'ad Djamhari dalam disertasinya "Stelsel Benteng Dalam Pemberontakan Diponegoro 1827-1830 - Suatu Kajian Sejarah Perang", sebutan Alibasah di sini adalah setara dengan jabatan Komandan (Panglima) Divisi, sebutan yang lain lagi adalah Basah setara dengan jabatan Komandan Brigade, Dulah setara jabatan Komandan Batalyon dan Seh setara jabatan Komandan Kompi. Sebutan demikian hanya ada dalam hirarki kepangkatan dan jabatan para pejuang di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro dalam Perang Diponegoro (Perang Jawa, de Java Oorlog) pada tahun 1825-1830. Perlu kita ketahui bersama, bahwa tentara Diponegoro merupakan tentara yang dibentuk dan mencontoh tentara (pasukan) khusus Janissari dari Kesultanan Turki Ottoman (Kekhalifan Usmaniyyah).
Dalam naskah "Carita Perang Cina di Tanjungpura Kabupaten Purwakarta" teks bait 102, 177, 179, 182, 248, 250, 252 dan 253 menyebut nama tokoh Pangeran Alibasah sebagai komandan pasukan yang membawahi 4 (empat) orang tumenggung yang mendapat tugas dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk menumpas pemberontakan orang-orang Cina di Purwakarta.
Menurut Philippus Pieter Roerda van Eysinga dalam bukunya"Handboek der Land- en Volkenkunde, Geschied-, Tall-, Aardrijks- en  Staatkunde van Nederlandsch Indie." Yang juga diperkuat oleh Franois Vincent Henri Antoine Ridder de Stuers dalam bukunya "Gedenkschrift van den Oorlog op Java van 1825 tot 1830", menuliskan bahwa Pangeran Alibasah Sentot Prawirodirdjo memimpin Barisan Sentot, yang semula adalah Barisan Pinilih atau Satuan Pinilih, dengan pakaian seragam serban hitam bergaris putih dan jaket rompi merah membawahi 4 (empat) orang tumenggung namun yang tertulis hanya ada 3 (tiga) tumenggung, yaitu : Pangeran Sumo Negoro, Raden Tumenggung Prawiro di Puro dan Raden Tumenggung Marto Puro. Pasukan terdiri dari 250 orang tentara infanteri pribumi dan 50 orang tentara kavaleri berkuda pribumi. Pasukan kavaleri berkuda Sentot awalnya berjumlah 400 orang kemudian telah ditambah dengan 600 orang pasukan infantri sehingga jumlahnya genap 1000 orang.
Menurut Edi Suhardi Ekadjati dalam bukunya "Wawacan Carita Perang Cina di Tanjungpura Kabupaten Purwakarta" dan Ajip Rosidi dalam bukunya "Ensiklopedi Sunda" pasukan ini berangkat dari Batavia, menyusuri pantai Utara menuju Tanjungpura. Setelah menyeberangi sungai Citarum di bagian hilir, Pangeran Alibasah beserta pasukannya bertemu dengan rombongan pemberontak orang Cina. Terjadilah pertempuran, kaum pemberontak berhasil dihancurkan kekuatannya, antara lain 600 orang pemberontak dari seluruhnya 800 orang tewas dalam pertempuran itu di Tanjungpura.
Kekuatan lainnya (200 orang) ditangkap, ditawan dan dihukum mati oleh pasukan Priangan. Dalam manuskrip berbahasa Sunda yang berbunyi sebagai berikut:
"Crita Prang Cina Tanjungpura Kabopaten Purwakerta"
I.  Pupuh Asmarandana  (1)
1. Ayeuna kula ngagurit / nyieun tembang basa Sunda / baku mangsa perang Cina / di Krawang Tanjungpura / residen anu kasebut / ngaran Tuan Saliyara.
2. Matuhna calik di loji / nya nagara Purwakerta / ari anu jadi regen / Dipati Suryawinata / Dalem Bogor pareman / Patihna Raden Tumenggung / jenengan Sastranagara.
3. Purwakerta tacan lami / tempo eukeur ngababakan / di loji tuan Residen / tacan lengkep sadayana / rupaning wawangunan / keur dipidamel diatur / anu ruksak diomean