Meskipun singkong tidak terlalu tinggi dalam kandungan vitamin dan mineral lainnya, kehadiran vitamin C dan kalium ini memberikan nilai tambah bagi singkong sebagai makanan bergizi, terutama bila dikombinasikan dengan makanan lain dalam pola makan yang seimbang.
Secara nilai gizi, singkong memang mirip dengan kentang, karena keduanya sama-sama kaya akan karbohidrat, terutama dalam bentuk pati, dan menjadi sumber energi penting. Namun, perbedaan utama antara singkong dan kentang terletak pada kandungan bahan kimia alami yang ada dalam singkong, yaitu glikosida sianogenik.
Glikosida sianogenik adalah senyawa kimia yang dapat melepaskan sianida, racun berbahaya, saat dipecah oleh tubuh. Jika singkong tidak diolah dengan benar, kandungan sianida ini bisa menimbulkan keracunan, yang dikenal sebagai keracunan sianida. Gejala keracunan sianida dapat berupa sakit kepala, pusing, mual, hingga gangguan serius pada sistem saraf, dan dalam kasus ekstrim, bisa berakibat fatal.
Terdapat dua jenis singkong, yaitu:
1. Singkong manis
Mengandung kadar glikosida sianogenik yang lebih rendah dan umumnya aman dikonsumsi setelah direbus, dikukus, atau digoreng.
2. Singkong pahit
Mengandung lebih banyak glikosida sianogenik dan perlu melalui proses pengolahan khusus, seperti perendaman dan fermentasi, sebelum aman dikonsumsi.
Glikosida sianogenik, bahan kimia yang terdapat dalam singkong, dapat melepaskan sianida ketika terurai di dalam tubuh. Senyawa ini, saat dicerna, mengalami reaksi kimia yang menghasilkan hidrogen sianida (HCN), yang berbahaya bagi kesehatan. Jika tidak diolah dengan benar, konsumsi singkong mentah atau yang diproses secara tidak memadai bisa menyebabkan keracunan sianida.
Keracunan sianida dapat memengaruhi berbagai fungsi tubuh, terutama sistem saraf dan kardiovaskular. Gejala awal bisa meliputi:
1. Sakit kepala