"Jadi, kita salah ketik nol, Pak. Anggarannya jadi 10 kali lipat dari seharusnya."
Pak Camat yang awalnya kaget, tiba-tiba tersenyum. "Oh, kalau begitu bagus, dong. Ya udah, kita masukkan saja ke anggaran perawatan jalan buat 10 tahun ke depan. Jadi kita nggak perlu susah-susah ngurus lagi!"
Stafnya mengangguk setuju, tapi tiba-tiba salah satu dari mereka, Pak Sekdes, bertanya, "Tapi Pak, gimana kalau nanti ada yang tanya kenapa jalan ini nggak pernah rusak selama 10 tahun?"
Pak Camat berpikir keras, hingga akhirnya menjawab, "Ah, gampang! Kita bilang saja jalan ini dibangun pakai teknologi tahan cuaca dari masa depan. Biar kelihatan canggih!"
Mereka semua tertawa puas, membayangkan betapa mudahnya rakyat ditipu.
Sementara itu, di desa kecil, Pak Lurah yang masih memikirkan anggaran pos ronda 1 miliar, mencoba menghubungi Pak Bupati untuk klarifikasi.
"Pak Bupati, ini soal anggaran pos ronda yang tadi saya sebut. Saya benar-benar nggak enak hati. Masa untuk pos yang cuma seluas warung kopi, kita habiskan 1 miliar?"
Pak Bupati tertawa di ujung telepon. "Santai, Pak Lurah. Pos itu harus sesuai standar internasional. Kan biar desa kita terlihat maju."
Pak Lurah menggaruk kepala lagi. "Tapi, standar internasional buat pos ronda?"
Pak Bupati dengan cepat menjawab, "Iya dong, siapa tahu nanti ada turis asing yang datang dan ingin lihat pos ronda kita! Harus terlihat profesional!"
Pak Lurah tak tahu harus tertawa atau menangis. Ia membayangkan turis-turis asing berdiri di depan pos ronda sambil memuji keindahan tiangnya yang dicat warna-warni.