Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Rapat Rahasia: Kolusi Komedi Koruptor

10 Oktober 2024   11:37 Diperbarui: 10 Oktober 2024   11:37 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/leeminhoanoo 

Pak Wakil tersenyum licik. "Bagaimana kalau kita buat aturan bahwa setiap warga harus membayar pajak dalam bentuk tanaman kaktus? Atau, kita buat peraturan bahwa seluruh jalan di kabupaten ini harus diberi warna-warni seperti pelangi? Itu bakal bikin heboh! Wartawan dan rakyat akan lebih sibuk membahas kebijakan itu daripada audit."

Semua pejabat yang hadir terdiam sejenak, mencoba mencerna ide aneh ini. Tapi, semakin lama mereka berpikir, semakin masuk akal bagi mereka. Mereka tahu bahwa rakyat sering kali teralihkan perhatiannya oleh isu-isu remeh dan konyol.

Pak Bupati mengangguk perlahan. "Ini... ini ide yang brilian. Orang-orang akan lebih fokus pada kebijakan konyol itu daripada pada audit. Setidaknya kita bisa mengulur waktu sampai skandal ini mereda."

"Benar, Pak," tambah Pak Direktur Keuangan. "Daripada kita semua panik dan kebingungan, lebih baik kita membuat kebijakan yang bikin rakyat bingung!"

Beberapa hari kemudian, kabupaten itu dilanda kehebohan yang luar biasa. Pak Bupati, dengan wajah serius, mengumumkan kebijakan terbaru di depan media dan warga.

"Kami dengan ini menetapkan kebijakan baru yang akan membawa perubahan besar pada kabupaten kita. Mulai hari ini, setiap warga diwajibkan membayar pajak tahunan dalam bentuk tanaman kaktus. Tanaman ini harus ditanam di depan rumah masing-masing sebagai simbol kesetiaan dan ketahanan."

Warga yang mendengar pengumuman ini terpana. Mereka mengira mungkin ada kesalahan dalam mendengar, tapi tidak. Wartawan pun bingung, mereka sibuk menulis berita tentang "Kebijakan Pajak Kaktus". Media sosial meledak dengan meme dan komentar-komentar lucu.

"Pajak kaktus? Ini apa-apaan?!" teriak salah satu warga di pasar, "Kita mau bayar pajak atau ikut kontes tanaman hias?"

Namun, protes warga itu tidak lama. Mereka lebih tertarik membuat lelucon tentang pajak kaktus, daripada memikirkan masalah serius yang sebenarnya terjadi di belakang layar: skandal kolusi dan audit besar-besaran. Media massa pun sibuk meliput warga yang antre di pasar untuk membeli kaktus, toko tanaman hias tiba-tiba menjadi bisnis yang sangat menguntungkan.

Pak Wakil Bupati tersenyum puas melihat reaksi publik. Rencananya berjalan dengan sempurna. Semua orang berbicara tentang kaktus dan jalan pelangi, bukan tentang proyek taman tanpa tanaman atau pos ronda miliaran rupiah.

Namun, di balik kesuksesan sementara ini, masih ada ancaman besar: hasil audit dari pusat. Meskipun perhatian rakyat teralihkan, tim audit tetap tidak gentar dan tetap melaporkan hasil temuan mereka ke pengadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun