Ruangan itu langsung sunyi. Semua pejabat yang tadi saling tuduh tiba-tiba kehilangan kata-kata. Pak Bupati berdiri mematung, Pak Wakil yang tadi bersemangat malah mundur perlahan, dan Pak Sekda yang tadi bersiap drama langsung menunduk dalam diam.
"Kesimpulannya," lanjut auditor itu, "pemerintahan ini terlibat dalam penyalahgunaan anggaran, manipulasi data, dan laporan proyek yang fiktif. Kami akan melaporkan ini kepada pihak berwenang untuk tindakan selanjutnya."
Pak Bupati akhirnya angkat bicara dengan suara pelan, "T-tapi... ini semua hanya salah paham..."
Namun, tak ada lagi yang mau mendengarkan. Drama yang mereka ciptakan berakhir dengan kenyataan pahit: mereka telah tertangkap basah. Meski mereka bisa menipu manusia, teknologi tidak bisa dibohongi.
Dan begitulah cerita kolusi yang awalnya komedi, kini berubah menjadi tragedi. Sementara itu, rakyat---yang biasanya jadi korban---akhirnya mendapatkan keadilan, setidaknya kali ini.
Setelah tim audit pusat membongkar semua kebohongan di depan umum, suasana kantor pemerintahan semakin mencekam. Para pejabat yang tadinya sibuk menciptakan drama untuk menutupi keburukan mereka kini hanya bisa meratapi nasib. Pak Bupati, yang dulunya selalu tersenyum bangga, sekarang hanya bisa memandang lantai dengan tatapan kosong.
Namun, di tengah keputusasaan, ada satu orang yang masih berpikir keras: Pak Wakil Bupati. Ia tidak menyerah begitu saja.
"Bapak-bapak, ibu-ibu," kata Pak Wakil dengan penuh semangat saat mereka kembali ke ruangan rapat rahasia mereka, "jangan menyerah dulu! Ini belum berakhir!"
Pak Bupati mengerutkan kening. "Belum berakhir? Mereka sudah punya semua bukti. AI itu terlalu canggih untuk dilawan. Apa lagi yang bisa kita lakukan?"
Pak Wakil mengeluarkan selembar kertas dari saku jasnya, lalu meletakkannya di meja dengan tatapan penuh tekad. "Kita butuh pengalihan perhatian yang lebih besar. Sesuatu yang benar-benar mengguncang! Saya punya ide: kita buat kebijakan aneh dan kontroversial. Kebijakan yang sangat konyol, sampai semua orang fokus ke situ dan lupa dengan skandal audit ini."
Pak Sekda menggaruk kepalanya. "Maksud Bapak, bikin kebijakan aneh? Seperti apa contohnya?"