Setelah sesi wawancara yang gagal itu, Pak Bupati kembali ke ruang kerjanya dengan wajah sedikit kusut. Ia tidak menyangka wartawan itu berani mengajukan pertanyaan yang tajam. Sambil menghela napas panjang, ia menatap keluar jendela. Di sana, terlihat jalan yang seharusnya sudah selesai---tapi kenyataannya, lebih mirip arena off-road dengan batu-batu bertebaran.
"Ah, sudahlah, rakyat itu kan mudah lupa," gumamnya sambil duduk di kursi empuknya. Ia meraih telepon untuk menelepon Pak Wakil Bupati.
"Pak Wakil, sudah sampai mana laporan proyek kita yang berikutnya?" tanya Pak Bupati dengan nada setengah mengantuk.
Pak Wakil, yang terkenal suka membuat segala hal menjadi lebih rumit dari seharusnya, menjawab dengan santai, "Tenang saja, Pak Bupati. Laporan proyek pembangunan taman kota sudah hampir selesai. Kita klaim saja tamannya selesai, padahal kan... yah, tamannya masih lahan kosong. Tapi nanti kita bilang, itu taman konsep minimalis modern, hijau tanpa tanaman."
Pak Bupati tersenyum lebar. "Konsep taman hijau... tanpa tanaman? Brilliant! Hemat anggaran dan rakyat nggak bakal tahu bedanya."
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak.
Di tempat lain, suasana tak kalah absurd. Di Kantor Kecamatan, Pak Camat yang terkenal lambat dalam berpikir, sedang berdiskusi dengan tim anggarannya. Di hadapannya, sebuah peta desa besar terbentang.
"Pak Camat," kata salah satu stafnya, "rencana kita untuk memperbaiki jalan antar desa ini sudah dianggarkan. Tapi ada sedikit masalah..."
"Apa? Anggarannya kurang?" tanya Pak Camat dengan wajah bingung.
"Bukan, Pak. Anggarannya malah kelebihan."
"Kelebihan? Kok bisa?" tanya Pak Camat yang makin bingung.