Cinta mereka memang diuji oleh perbedaan, tapi cinta sejati akan selalu menemukan jalan untuk bertahan. Bagaikan alunan piano yang diiringi lukisan penuh warna, cinta Laras dan Bima menciptakan harmoni yang unik dan indah, meski dengan tantangan tersendiri.
Bab 5: Mimpi dan Perpisahan
Waktu terus bergulir, membawa Laras dan Bima memasuki semester akhir. Mimpi dan cita-cita mereka pun semakin jelas. Laras bertekad menjadi seniman profesional, sementara Bima berambisi melanjutkan pendidikan ke luar negeri.
Meski saling mendukung, bayang perpisahan mulai menghantui mereka. Tak jarang perbincangan hangat mereka diwarnai dengan nada melankolis.
Suatu sore, saat mereka duduk di bawah pohon beringin tua di kampus, Bima memeluk Laras erat. "Laras, sebentar lagi kita akan berpisah," ucapnya lirih.
Laras bersandar di dada Bima, hatinya terasa perih. "Iya, Bim. Tapi kita pasti bisa melewatinya," sahutnya dengan suara bergetar.
"Aku janji akan terus mencintaimu, apapun keadaannya," Bima menegaskan dengan nada mantap.
Laras menatap mata Bima dengan penuh keyakinan. "Aku juga, Bim. Jarak dan waktu tidak akan mengubah perasaanku."
Mereka berjanji untuk tetap berkomunikasi dan saling mengunjungi meski terpisah jarak. Hari-hari terakhir mereka dipenuhi dengan momen kebersamaan yang semakin intens. Pameran tunggal Laras menjadi perpisahan manis sebelum Bima berangkat ke luar negeri.
Pada malam terakhir Bima di Indonesia, mereka menghabiskan waktu di pantai dekat kampus. Ombak memecah memecah di kejauhan, seakan mengiringi kesedihan mereka.
"Laras, aku titip mimpimu padaku," ucap Bima sambil menggenggam tangan Laras. "Jagalah impianmu itu, dan suatu saat kita akan mewujudkannya bersama."