Mereka berjalan beriringan menuju kantin kampus, obrolan ringan terus mengalir di antara mereka. Suasana malam yang semilir dan lampu gedung kampus yang remang-remang seolah menjadi saksi bisu lahirnya perasaan istimewa di hati keduanya.
Saat berpisah di depan kos Laras, Bima mengulurkan tangannya. "Sampai jumpa besok, Laras."
Laras tersenyum dan menyambut uluran tangan Bima. Sentuhan singkat itu mengirimkan aliran hangat ke seluruh tubuhnya. "Sampai jumpa, Bima."
Laras masuk ke kosnya dengan perasaan berbunga-bunga. Pertemuan singkat di perpustakaan tadi semakin meneguhkan apa yang ia rasakan. Bima tak lagi hanya sekedar ketua BEM yang dingin, tapi sosok yang menarik, cerdas, dan perhatian.
Malam itu, Laras tak bisa memejamkan mata. Bayangan Bima terus berputar di benaknya. Ia tak pernah menyangka, cinta pertamanya akan hadir di bangku perkuliahan, dalam sosok tak terduga seperti Bima.
Bab 3: Kolaborasi Tak Terduga
Hari presentasi seni lukis Laras pun tiba. Dengan penuh semangat, ia memamerkan hasil karyanya yang terinspirasi dari percakapannya dengan Bima di perpustakaan. Lukisan tersebut bukan sekadar menggambarkan objek, tetapi juga emosi yang ia rasakan: kebingungan, harapan, dan semangat berkarya.
Para penonton terkesima dengan karya Laras. Warnanya berani, ekspresinya lugas, dan pesan yang disampaikan begitu menyentuh. Tepuk tangan meriah bergemuruh saat Laras mengakhiri presentasinya.
Di antara penonton, Laras melihat sosok Bima duduk di barisan paling belakang. Senyum bangga terpancar dari wajahnya, membuat hati Laras berbunga-bunga.
Setelah presentasi selesai, Bima menghampiri Laras. "Luar biasa, Laras. Lukisanmu penuh dengan jiwa. Aku benar-benar tersentuh," ucapnya tulus.
Laras tersipu malu. "Terima kasih, Bima. Kata-katamu tentang melukiskan perasaan sangat membantuku."