Mohon tunggu...
AFRITA NINGSIH
AFRITA NINGSIH Mohon Tunggu... -

suka membaca buku, menulis novel, pernah ikut lomba menulis novel.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

CINTA DUA IDENTITAS

25 Maret 2015   14:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:02 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Adit…” cerca Grace sambil memegang tangan kekasihnya.

Yap, what happen? what do you want?” balas Adit dengan alis yang setengah terangkat.

“No, I am talking to you. What’s wrong, honey?”

“Nothing, I am just thinking about something.” Adit berpikir bagaimana bisa ia berpacaran dengan Grace yang mempunyai jenis kelamin yang sama dengannya.

Aku, Aditya Josie Gupta putra pasangan Bapak Rajesh Gupta dan Ibu Anita Rama. Walaupun diatas Aku dikatakan seorang laki-laki tapi sebenarnya aku adalah seorang perempuan. Hal ini terjadi karena Ayahku Rajesh Gupta menginginkan aku menjadi anak laki-laki yang mewarisi seluruh kekayaannya. Aku anak tunggal, Ibuku terkena kanker rahim. Sehingga beliau tidak dapat mengandung lagi. Dari kecil aku dikenalkan Ayah sebagai anak laki-laki, baik itu pakaian maupun mainan selalu dibelikan untuk laki-laki. Sebelum aku lahir, beliau sudah memberitahukan pada dunia bahwa ia mempunyai anak laki-laki. Selama menjabat sebagai Duta Besar, Ayah membawaku dan Ibu ke seluruh negeri yang mempunyai hubungan diplomatik dengan India~termasuk Indonesia, tanah kelahiran Ibuku. Karena sering pindah ke berbagai negara, aku disekolahkan Ayah di International School. Di sana pun identitasku sebagai perempuan dirahasiakan. Ibuku tidak bisa mencegah keinginan Ayah, beliau selalu saja menuruti perintahnya~seolah-olah dia adalah dewa. Bagi rakyat India, suami harus dijunjung tinggi layaknya dewa. Tapi Ibuku orang Indonesia asli, seharusnya beliau bisa membela keinginanku untuk menjadi perempuan tulen. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan hak dan kewajiban setiap warganya. Karena sudah menetap lama di India, rasa demokrasi itu sudah hilang dari diri Ibuku.

Waktu kecil aku bisa memaklumi ketidakberdayaanku, sekarang umurku sudah 15 tahun. Aku bingung, jenis kelaminku laki-laki atau perempuan. Aku jatuh cinta pada laki-laki tapi semua orang mengenalku sebagai laki-laki. Aku harus pacaran dengan seorang perempuan, sedangkan aku sendiri adalah seorang perempuan. Sampai suatu hari, Ayah ingin mengoperasi jenis kelaminku karena usiaku yang sudah beranjak remaja dan menampakkan tanda-tanda seorang perempuan.

“Dit…Ayah ingin kamu operasi kelamin.” Beliau menatapku penuh harap.

“Aku gak mau …yah.” Dengan mata yang penuh rasa marah, aku balas menatapnya.

“Ibu juga tidak setuju, yah!” Adit masih kecil. Hal itu dapat disembunyikan, jadi Ayah tidak perlu cemas.

“Oke…Ayah setuju.” Tapi kalau hal ini tidak dapat disembunyikan lagi, kita akan mengoperasi jenis kelaminnya dan hal-hal yang berhubungan dengan kewanitaannya.

“Ah…leganya. Perasaan ini memenuhi ruang dadaku.” Baru pertama kali ini aku melihat Ayah setuju dengan pendapat Ibu dan Ibu yang dengan senangnya mau membelaku. Tapi aku bersyukur, dengan ini aku bisa memperpanjang masa identitasku menjadi perempuan. Sampai beliau sadar bahwa anak perempuan juga punya kekuatan yang dapat melebihi anak laki-laki.

Di Indonesia, sekarang aku menetap. Aku tinggal di kota kelahiran Ibuku~Bandung. Aku bersekolah di International Lab School Bandung. Disana aku berteman akrab dengan pemuda yang bernama James. Dia anak Duta Besar Amerika, walaupun anak blasteran Amerika-Indonesia. James punya masalah dengan bahasa indonesia, ia tidak bisa mengucapkan lafal bahasa indonesia dengan benar. Aku membantunya, itulah awal pertemanan kami yang semakin akrab. James mengenalku sebagai teman laki-lakinya, aku sering menginap dirumahnya. Apalagi kalau Ibu Dian memberikan tugas bahasa indonesia banyak sekali, aku bisa seminggu lebih disana. Orangtuaku biasa saja apalagi Ayahku, beliau tidak pernah merasa cemas kemanapun aku pergi dan kapanpun aku pulang. Bahkan beliau setuju dengan semua yang kulakukan bila itu berkaitan dengan kelaki-lakianku. James tidak tinggal bersama orangtuanya, ia tinggal di apartemen, sedangkan orangtuanya di Jakarta.

“James…kamu lagi ngapain?”

“A-ku sen-dang ba-ca bu-ku te-tang ba-ha-sa in-do ne-sia.”

“Oh…tapi kamu salah dalam mengeja. Pada huruf "sedang” kamu tambahkan “n” sedangkan pada huruf “tentang” kamu hilangkan “n” nya. Hal sekecil itu jangan kamu anggap sepele, karena orang akan bingung mengartikannya. Gimana James, udah mengerti sekarang?”

“Oke deh…”

Setelah 2 bulan belajar, akhirnya James bisa melafalkan bahasa indonesia dengan benar. Aku bangga pada keberhasilannya, ternyata ia cepat belajar mengenal sesuatu yang baru.

Satu tahun sudah aku berteman akrab dengan James, sekarang umurku 17 tahun. Aku khawatir tanda-tanda kewanitaanku muncul, seperti buah dada yang semakin terlihat dan datangnya tamu bulanan pada wanita. Sampai suatu hari, hal itu terjadi saat aku masih di lingkungan sekolah. Aku datang bulan untuk yang pertama kali. Aku cemas, akhirnya tanpa banyak berpikir aku menelpon ibu.

“Hallo, bu…ni Adit.”

“Ya Dit…ada apa nak?”

“Gini bu…ada noda aneh di celanaku warnanya merah seperti darah. Aku tidak tahu harus bagaimana dan apa yang harus aku lakukan, noda itu tembus keluar.

“Kamu pulang aja ya, nak? Noda itu adalah mens pertama kamu. Ibu takut kalau kamu masih ada di sekolah semua orang akan tahu kamu bukan laki-laki.”

Setelah selesai menelpon, aku langsung izin pulang. Untungnya James sedang ada keperluan, sehingga dia tidak bersamaku siang itu. Sesampainya dirumah aku disambut cemas oleh Ibu, beliau mengkhawatirkanku, senang rasanya. Beliau bertanya apakah ada orang yang melihat noda dicelanaku? Apakah James melihatnya juga? Aku kecewa, ternyata beliau tidak mencemaskanku, beliau mencemaskan kerahasiaan identitasku. Aku hanya bisa terdiam dan menjawab semua pertanyaannya. Beliau memberikan sebungkus pembalut padaku dan mempraktekkan cara menggunakannya. Beliau juga menjelaskan hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan saat datang bulan.

James datang, ketika aku lagi di kamar. Ibu mempersilakannya masuk ke kamar, untungnya aku tidak sedang mandi atau ganti baju. Kalau tidak, bisa ketahuan penyamaranku selama ini. Bungkus pembalut yang baru aku pakai, aku sembunyikan di lemari baju. Takutnya  tidak sengaja terlihat olehnya di tempat sampah, walaupun itu hal remeh. Aku harus waspada terhadapnya.

“Hai dit…aku dengar kamu sakit?” Katanya sambil berbaring di tempat tidur.

“Ya sedikit, lagi gak enak badan nih.” Kataku menjauh darinya, karena aku ingat pesan ibu kalau lagi mens wanita ga boleh berdekatan dengan laki-laki.

“Oya, kita banyak tugas. Mulai dari bahasa jerman sampe matematika. Ini catatan pelajaran matematika hari ini. Kapan kita bisa belajar bareng?”

“Aku gak tahu, yang jelas hari ini aku lagi nggak mood.”

Oke no problem. Can I stay here?”

“Untuk apa??”

“Aku ingin lihat kamu tidur dan menemanimu saat kamu terlelap.”

Are u crazy? James, aku ini laki-laki. Aku temanmu bukan pacarmu, jadi gak usah ngegombal kayak gitu.”

“Aku tahu kamu laki-laki tapi aku suka kamu yang seperti ini”

“Apa maksudmu?” jangan–jangan dia sudah tahu bahwa aku ini perempuan.

“Aku merasakan ada aura perempuan di dirimu.”

“Ah sudahlah…kamu pasti lagi capek, ngomongnya jadi ngelantur. Sebaiknya kamu pulang dan istirahat.”

“ See u later, Dit.”

“See u tomorrow.”

Kata-kata James masih terngiang di telingaku. Apakah dia tahu aku ini perempuan, kalau dia tahu gimana aku jelasin semua ini pada ayah. Bisa-bisa jenis kelaminku akan dioperasi. Aku tidak mau, aku harus menyelidiki kebenaran ini~bagaimanapun caranya.

Keesokan harinya, aku dan James berangkat sekolah bareng. Aku tidak tahu kalau sepupunya dari Amrik akan datang ke Indonesia. Sesampainya di rumah James~aku terkejut melihat gadis cantik, seksi menyambut kedatangan kami. Aku tidak bisa ngomong apa-apa, karena aku bukan laki-laki tulen~kalau laki-laki mungkin aku tidak akan secuek ini. Tapi bagi Grace beda, kayaknya dia tertarik sama aku. Sebenarnya aku kesini ingin menyelidiki James, apakah dia sudah tahu aku ini perempuan~selain tujuan utama belajar bareng.

“Hai…I am Grace Mallington, nice to meet you.”

nice to meet you too, Grace. I am Aditya Josie Gupta, I am best friend of James.”

“Yeah, I know. James said you from India, isn’t it?

“Yes I am  from India but my mother from Indonesia like James mother too.”

“So, do you can speak Indonesia?”

“Yes, I can.”

“Oke Grace, that’s enough. We’ll learn together.” Kata James sambil mengusirnya keluar dari kamar.

Oke...Dit, see u later.”

Aku tidak tahu gimana caranya menyelidiki James tentang ketahuannya pada jenis kelaminku. Kalau aku menanyakan langsung padanya itu tidak mungkin. Dia pasti curiga, dan balik bertanya padaku apakah benar aku ini perempuan. Aku akan mendekati Grace dan memanfaatkan ketertarikannya padaku~untuk menyelidiki James. Aku tahu perbuatanku ini salah, terus mau gimana lagi. Kalau ayah tahu identitasku terbongkar, aku tidak bisa menahannya untuk tidak mengoperasiku. Semoga rencanaku berjalan lancar.

Aku mendekati Grace yang sedang duduk di balkon. Ia sangat cantik dan seksi bila dibandingkan dengan cewek pada umumnya. Ia terkejut saat aku menyentuh bahunya.

“Hai…” kataku gugup saat melihat matanya.

Do you can speak Indonesia?” banyak kata yang aku pikirkan untuk mengajaknya ngobrol. Termasuk kata yang pas untuk mengajaknya nonton.

“Ya, saya bisa.” katanya dengan semangat.

“Besok kamu ada acara gak? Aku mau ajak kamu nonton.”

“Nonton??? Kita berdua saja?”

“Ga…James juga ikut.”

“Oke…” katanya sedikit kecewa.

Keesokan harinya waktu pulang sekolah, aku mengajak James nonton bareng~sore ini dengan Grace. James menyetujuinya, ia tidak curiga dengan maksudku. Tapi aku kecewa karena dia mengajak Oline, katanya biar adil. Aku tahu dari dulu Oline suka pada James, pasti ia bersedia diajak James kencan walaupun secara eksplisit. Aku tidak tahu perasaanku sebenarnya pada James, tapi melihat James dengan Oline hatiku sakit. Banyak yang tidak aku ketahui karena wujudku laki-laki, ibuku juga tidak pernah memberitahukannya. Gimana rasanya jatuh cinta~seperti perempuan pada umumnya rasakan. Aku yang tidak sanggup menahan sakit didada, mendadak pulang tanpa memberitahukan mereka. Grace yang cemas menelponku, aku yang ada di taksi menuju rumah tidak menjawab panggilan tersebut. Aku tahu tindakanku ini salah, ini akan membuat James semakin curiga. Aku yang pulang dengan airmata dipipi membuat Ibu cemas. Aku menceritakan semua yang aku alami di bioskop bersama James, Grace dan Oline. Ibu terkejut dengan pengakuanku bahwa aku menyukai James. Beliau menyarankan untuk tidak melanjutkan perasaanku itu. Karena beliau takut pada Ayahku apabila ini diketahuinya, beliau akan mempercepat operasi kelaminku. Aku bingung harus bagaimana, aku tidak bisa menahan perasaanku lagi. Tapi akan kucoba demi status perempuanku dipublikasikan oleh Ayahku sendiri. Grace yang khawatir terus menelponku, banyak kebohongan yang aku lakukan demi menutupi identitasku.

“Hallo Dit…” dengan suara James dibaliknya.

“Kamu kemana aja? Aku dan James mengkhawatirkanmu. Kamu dimana sekarang?”

“Aku dirumah. gak usah khawatir, aku tadi pulang karena Ibu memintaku menemaninya ke dokter. Maaf telah membuat kalian khawatir”

“Aku ke rumahmu sekarang ya?” kata James dan Grace berbarengan.

“Ga usah, Aku baik-baik aja. See u tomorrow, bye.” Kataku menutup telpon.

Keesokan paginya, aku berangkat sekolah seperti biasa. Aku melihat Grace ada disana. Ternyata dia pindah sekolah dari Amrik ke Indonesia hanya demi aku. Aku tersanjung dengan perbuatannya, terlebih lagi saat ia menembakku diwaktu yang sama. Aku tidak menyangka hal ini akan terjadi. James yang ada disana memandangku dengan takjub, ia tidak menyangka kalau sepupunya bisa tertarik padaku. Mungkin hal ini tidak asing bagi perempuan Amerika. Dan tidak disangka juga, aku menerima Grace jadi pacarku. Setelah kejadian itu, hubunganku dengan James menjauh bagai bumi dan langit. James sibuk dengan eskul dan pacarnya Oline, ternyata mereka sudah jadian. Aku tahu setelah Grace memberitahukannya padaku. Aku berusaha menghilangkan perasaanku pada James, seiring dengan  berjalannya waktu aku menikmati peranku sebagai pacarnya Grace. Kami hang out, bareng James dan Oline ke puncak. Aku mengenalkan Grace pada Ayah. Beliau menyukainya apalagi Grace pandai mengambil hati Ayah. Walaupun beliau pernah berkata perempuan India lebih baik. Beliau memujiku karena berhasil memikat gadis secantik Grace. Sampai suatu hari, aku menyadari bagaimana masa depanku dengan identitas yang tidak jelas.

Hari ini, ulangtahunku yang ke-18. Aku sudah kelas 3, sebentar lagi kuliah tapi aku belum tahu identitas mana yang harus aku gunakan. Di KTP, jenis kelamin yang aku gunakan laki-laki karena Ayah yang mengurusnya. Sampai kapan aku begini? Grace datang ke rumah ia memberiku hadiah~sebuah motor gede. Motor gede ini yang aku inginkan dari dulu ternyata Grace tahu keinginanku itu dari James. Berbicara soal James, ia tidak datang ke pestaku malam ini. Kemanakah dia?

Setelah pesta usai, aku yang lelah membaringkan tubuh di tempat tidur. James yang tidak datang ke pesta semalam hanya mengirimkan SMS permintaan maaf dan hadiah sebuah kalung yang ia titipkan pada Grace. Kalung itu berisi foto James dan aku saat kami pergi ke puncak. Aku sangat sedih, tapi aku bisa apa karena aku bukan pacarnya.

Kelulusanku sebentar lagi, James memutuskan untuk pulang ke Amerika. Aku hanya bisa mengharapkan ayah untuk tetap mempertahanku sebagai perempuan. Sebelum benar-benar berpisah dengan James. Aku mengajaknya ke tempat favorit kami. Mengenang saat bersama sebagai sahabat, mungkin di pertemuan berikutnya aku bukan sebagai Adit yang sekarang. Begitu juga dengan Grace, dua tahun sudah kami menjalin hubungan. Tapi aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini ke jenjang yang lebih serius, karena identitasku yang belum pasti. Aku harus memutuskannya, walaupun itu sangat menyakitkan. Hari ini kelulusanku diumumkan, aku lulus dengan nilai sangat memuaskan. Aku ditawari beasiswa kuliah di Inggris, aku belum tahu harus mengambilnya atau tidak. Karena harus merundingkannya pada Ayah dan memohon pada beliau untuk memikirkan kembali rencananya merubahku menjadi laki-laki.

“Ayah, bagaimana pendapatmu tentang aku yang kuliah di Inggris?”

“Ayah setuju saja tapi tentang indentitasmu, maaf Ayah belum bisa mengambil keputusan. Karena kau akan kuliah jauh dari Ayah dan Ibu, sangat khawatir bila wujudmu sebagai perempuan.” Kata beliau sembari memukul pelan pundakku.

“Aku mengerti, Ayah. Tapi aku tidak akan mengambil kesempatan kuliah di Inggris, karena aku akan kuliah di India~tempat kelahiranku.” Kataku mantap.

Lima jam sebelum berangkat, aku pergi dengan Grace ke puncak. Grace tahu aku akan meninggalkannya kembali ke India. Tapi ia belum tahu maksudku mengajaknya kesini adalah untuk memutuskan hubungan kami. Sampai akhirnya tiba waktuku untuk mengatakan.

“Grace, maaf bila ini menyakitkanmu. Tapi kita tak bisa bersama lagi, karena banyak alasan yang belum bisa aku jelaskan padamu.”

“Kenapa, Dit? Ada yang kamu cintai selain aku. Apa aku kurang mempesonamu?” Katanya dengan airmata membasahi pipi.

“Tidak, kamu sangat cantik dan seksi. Selain jarak kita yang jauh, ada satu alasan yang tidak dapat aku katakan padamu sampai semuanya siap. Aku tidak mau menggantung statusmu, tolong mengerti aku.” Kataku memegang tangannya yang lembut.

“Aku mengerti, selamat tinggal. Semoga yang kamu impikan tercapai.” Katanya mencium keningku.

“Terima kasih, Grace.”  Kataku meninggalkannya pergi.

Setibanya di India, aku hanya memikirkan James,. Bagaimana kabarnya? Apa kuliahnya baik-baik saja? Aku mengirimnya email, tapi tidak pernah di balas.

Tahun pertama sebagai mahasiswa Rajasthan University. Membuatku semakin sadar bahwa semua yang kita inginkan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Semuanya itu butuh kerja keras, aku yang dididik dari kecil sebagai laki-laki memahaminya. Untuk mendapatkan sesuatu aku harus menabung sampai berapa tahun, Ayah tidak mau membelikan jika itu bukan uangku sendiri. Dengan semua hal yang diajarkan Ayah, sekarang aku bisa hidup mandiri di negeri orang. Setahun bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan, telah membiayai kehidupanku tanpa harus menunggu uang kiriman dari Indonesia. Sampai suatu hari, Ayah mengirim surat kuasa untuk mengurus akte kelahiranku. Aku tidak menyangka Ayah akan secepat itu menyetujui keinginanku. Tapi aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, aku langsung mengurusnya dengan konsekuensi kehilangan pekerjaan sebagai manajer.

Aku yang resmi jadi perempuan menjalani kehidupanku seperti biasa sebagai mahasiswi. Tapi tidak semudah yang dibayangkan, ternyata merubah wujud akan mempengaruhi semuanya termasuk kuliahku. Aku tidak bisa kuliah dengan wujud baru~harus meninggalkan kampus untuk memulai lagi dari awal. Aku bingung, memilih Inggris untuk memulai semuanya. Di Inggris, uang dari sisa bekerja sebagai manajer aku gunakan untuk menyewa apartemen murah dan mendaftar kuliah yang tidak jauh dari sana. Untuk memenuhi kebutuhanku disini, aku bekerja sebagai wartawan freelance. Aku yang perempuan, sekarang hidup dengan perasaan aman dan nyaman. Tanpa harus merasa takut, kalau identitasku terbongkar. Bekerja sebagai wartawan tidak menuntutku selalu berpakaian rapi, karena masih menampakkan sisi maskulin dari wujudku yang terdahulu. Sehingga banyak diantara rekanku yang tidak percaya kalau aku ini perempuan. Dengan buah dada yang dililit kain dimasa lalu, membuatnya tidak terlihat~merupakan ciri khas utama seorang perempuan.

Bekerja sebagai wartawan freelance ternyata tidak mudah, karena tidak selalu mendapatkan uang. Untuk mencukupi kebutuhan yang tidak sedikit, aku bekerja sebagai guru tari di Elementary School. Sampai suatu hari, grup tari yang aku bimbing diundang menghadiri sebuah pertunjukan di Amerika. Aku mewakili negaraku India datang kesana dari Inggris dan bergabung dengan mereka yang sudah ada disana. Aku yang punya kesempatan itu, bermaksud mengunjungi Grace dan James serta memperlihatkan pada mereka aku yang baru. James yang setiap diemail tidak pernah membalas, mana aku tahu alamatnya. Bertanya pada Grace sama saja, ia tidak tahu dimana James berada. Aku berharap bisa bertemu dengannya sebagai perempuan dan menyatakan perasaanku yang tertunda. Aku tidak bisa berharap lebih, dua tahun sudah aku tidak tahu kabarnya. Aku mengirim email pada Grace, besok lusa aku tiba di Amerika dan mengunjunginya dihari sabtu. Karena pertunjukan seni diadakan besoknya, aku bermaksud mengundang Grace melihat pertunjukan tersebut.

Sesampainya di apartemen, aku tidak berani membunyikan bel~hanya diam. Grace yang keluar dari apartemen terkejut melihatku mengenakan rok mini dan tank top. Dia pikir aku ini adik perempuannya Adit, sampai ia sadar kalau aku anak tunggal. Dia tidak banyak bertanya saat aku menjelaskan semuanya dari awal. Inilah yang aku suka dari Grace, ia tidak banyak menuntut. Aku lega, saat dia mengatakan menerimaku apa adanya. Aku banyak bercerita tentang hidupku di Inggris dan maksudku mendekatinya saat berwujud laki-laki.

“I love you, Grace. So do I with James.”

“I love you too, Dit. Until right now, I want more of you.”

“I know Grace, but everything is change. I hope u still as my friend. If u want to be my friend, u must come to my show tomorrow.”

“I can’t promise u.”

“It’s ok, I hope u come. Bye Grace…”

Keesokan harinya, aku yang siap tampil mengenakan sari~pakaian tradisional India untuk perempuan. Aku gugup melihat bangku penonton, berharap Grace datang. Aku tampil setelah ini, tersenyum gembira melihat Grace di deretan depan. Perasaan gugup yang melanda hilang seketika. Grace takjub melihat pertujukanku, memuji kecantikan dan kepiawaianku dalam menari. Ia memberitahukan bahwa James ada disekitar gedung ini. Aku yang senang, langsung mencarinya tanpa berpikir lagi. Dengan mengenakan sari, aku berlari dari lorong ke lorong sampai akhirnya bertemu. Aku kangen, tidak bisa menahan untuk memeluknya. Ia terkejut, melepas pelukan dan menatapku tidak percaya.

“Adit, Is it you? What are u doing here? A girl, why?

“Yes, I am. First, aku bukan Adit. Sekarang namaku Josie, aku peserta pertunjukan seni. Second, aku jadi perempuan karena aku mencintaimu. Ambisi ayahku merubahku jadi laki-laki.”

Sorry, but I don’t believe it.

I know, but this is me. Aku mencintaimu sejak pertama kita bertemu. Aku tidak bisa mengungkapkannya jika wujudku laki-laki, tapi sekarang sudah beda. Mungkin kamu tidak bisa mencintaiku, yang pasti aku sudah mengungkapkan isi hatiku padamu.

Wait a minute…Do you love me? How can do that? Aku belum bisa katakan kalau aku mencintaimu, jika kamu belum membuktikannya padaku.

“Aku mencari keberadaanmu lewat Grace, tapi kamu tidak meng-emailnya begitu juga dengan aku. Aku menabung untuk bisa datang kesini. Belum cukup tabunganku, aku  sudah bisa kesini karena undangan pertunjukkan seni. Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu percaya akan cintaku?”

That’s enough. Aku sengaja tidak membalas emailmu dengan tujuan agar kamu datang kesini dan mengungkapkan perasaanmu. Aku sudah tahu kalau kamu perempuan dari Tante Anita. Ia mengirim email padaku dan menceritakan semuanya dari awal saat kamu memutuskan kuliah di India. Ia khawatir kamu akan berbuat nekad. Aku tahu kamu tidak akan menyerah karena keinginan ayahmu, sampai beliau sendiri yang memutuskannya.”

So James, do you love me?”

“Sorry, I can’t love u..”

Aku kecewa dengan pernyataan James, langsung pulang ke Inggris besoknya. Semalam aku menangis untuk pertama kalinya sebagai perempuan, aku menyesal tidak merubah jenis kelaminku sesuai dengan keinginan ayah. Tapi ini cita-cita terbesarku untuk menyadarkan ayah, bahwa perempuan juga bisa lebih baik dari laki-laki. Sakit hati memang tidak menyenangkan apalagi yang merasakannya adalah perempuan. Ingin rasanya kembali ke wujudku yang dulu. Aku sadar ini tidak akan mudah seperti yang aku rasakan di India, apa aku harus memulai lagi dari awal. Dengan pikiran itu, aku tetap dengan wujud perempuanku. Aku menjalani kehidupanku seperti biasa, sekembalinya dari Amerika. Aku menyelesaikan study ku selama 4 tahun dan terus berkarir menjadi wartawan dan guru tari. Dengan kesibukan itu, aku menghilangkan trauma sakit hatiku. Sampai sekarang, aku tetap melajang dan belum bisa menghilangkan perasaanku pada James. Setelah kejadian itu hingga sekarang aku tidak pernah berhubungan lagi dengan James. Walaupun begitu, aku masih berhubungan dengan Grace. Ia banyak cerita tentang pacar barunya. Aku senang hubungan kami baik-baik saja, sampai suatu hari ia tidak sengaja bercerita tentang James. Ia akan ke Inggris bulan ini, katanya. Aku sudah melupakannya, tidak menanggapi hal itu.

Hari ini orangtuaku tiba di Inggris, mereka akan berlibur selama dua bulan. Aku yang tinggal di apartemen sempit tidak bisa menampung mereka, dengan terpaksa aku ungsikan mereka ke hotel. Aku tidak tahu tujuan mereka sebenarnya, sampai aku bertemu tidak sengaja dengan James di pusat perbelanjaan. Aku tidak mau lagi bertemu dengannya menghindar dan berpura-pura tidak melihat. Saat melihatnya tuk pertama kali setelah empat tahun, hatiku berdebar-debar. Apakah ini yang namanya cinta? Waktu bersama Grace, aku tidak pernah merasakan hal ini. Dengan menghindar, ternyata tidak membuat James menyerah. Dimana aku berada pasti ada James, walaupun aku tidak pernah menanggapinya. Seolah-olah  ia tahu jadwalku di luar kepala. Aku curiga dengan apa yang dilakukannya dan kedatangan orangtuaku ke Inggris. Sampai suatu hari, dia memberanikan diri untuk menyapaku.

“Hai, aku James. Boleh kenalan tidak?” katanya mengulurkan tangan untuk berjabat.

“Hai juga, namaku Josie. Senang berkenalan denganmu lagi.” Kataku menjabat tangannya.

“Maaf, Jos. Aku telah mengecewakanmu, tapi bukan maksudku untuk melakukannya. Hanya saja waktu itu aku belum bisa memberitahukan padamu bahwa aku sedang dalam pengobatan. Aku gay Jos, Aku suka saat kamu masih berwujud laki-laki. Setelah tahu kamu perempuan, aku kecewa. Aku tidak tahu harus gimana lagi, aku mencintaimu Jos. Tapi tidak berani menyatakannya karena di Indonesia hal itu dianggap tabu. Selama 2 tahun ini aku berusaha untuk tidak percaya kalau aku ini gay. Sampai suatu hari aku terjebak pergaulan orang-orang gay, dan menjalin hubungan dengan orang yang bernama Tommy. Awalnya aku nyaman, tapi setelah ketemu kamu di Inggris aku ingin sembuh dan kembali padamu. Aku menjalani pengobatan selama 2 tahun, dan kembali kesini untuk menjelaskan semuanya padamu. Aku hanya bisa berharap, semua terserah padamu, Jos.

“Aku tidak tahu kalau kamu seperti ini, maaf telah berprasangka buruk padamu. Aku masih mencintaimu James, setelah banyak yang kita lalui bersama. Kamu masih tidak mempercayaiku? Aku akan menerimamu apa adanya. Karena ulahmu aku sempat berpikir untuk kembali ke wujudku semula agar bisa bersamamu. Aku menyesal tidak bisa bersamamu dengan wujud perempuan. Aku sadar bahwa untuk sampai ke wujudku yang sekarang, aku banyak berkorban. Jadi, aku memutuskan untuk tetap ke wujudku yang sekarang dan mencintaimu dalam hati. Tapi setelah tahu kamu melakukan semua itu hanya untukku, rasanya tidak adil kalau aku tidak membalasnya. Tapi aku ingin kita langsung menikah.

“Baiklah, aku akan melamarmu secepatnya.” Katanya dengan perasaan tulus.

Aku yang penasaran, bertanya pada James tentang Oline dan bagaimana keadaannya sekarang. James tidak tertarik pada Oline, ia hanya memastikan kalau ia tidak gay dengan cara memacarinya. Ia tidak merasakan apa-apa, sampai harus memeriksakan diri ke psikiater. Tidak ada bukti yang menyatakan ia gay, Tapi ia meyakininya karena mencintaiku yang seorang laki-laki. Ia berpikir tidak akan merubah itu dengan pergi ke India dan menyatakan cintanya padaku. Tapi Ibu mengirimnya email dan memberitahukan semuanya bahwa aku perempuan. Setelah tahu dan memastikan sendiri di Inggris, ia bertekad untuk sembuh.

Rencana pernikahanku sebentar lagi, aku dan Ibu sibuk mempersiapkannya. James ke Amerika, untuk memberitahukan keluarganya tentang rencana ini. Ia bermaksud mengajak semua keluarganya, aku senang keluarga James mau manerimaku jadi menantunya. Rasa khawatir sempat melanda saat James memberitahukan keluarganya tentang identitasku. Sebelum berubah, mereka mengenalku sebagai laki-laki. Dua hari menjelang pernikahan perasaan gugup dan tidak percaya sudah aku rasakan. Pertama kali jatuh cinta dan menikah dengan orang yang sama adalah hal yang aku inginkan selain motor gede. Motor gede yang diberikan Grace padaku sudah aku sumbangkan pada sepupuku Nathan, setelah mengetahuinya Grace tidak keberatan. Aku bahagia dengan kehidupanku sekarang, setelah menikah aku memutuskan honey moon di New York~tempat kelahiran James dan menetap disana. Kehidupanku bertambah bahagia setelah melahirkan putra pertama yang kembar. Ayah yang senang langsung terbang ke New York untuk memastikannya. Beliau berjanji akan menjaga cucunya dengan baik dan tidak akan melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya jika cucunya itu perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun