***
"Janji ya kalo KKN selesai, hubungan persahabatan kita nggak boleh selesai. Kita harus sering nongkrong, liburan bareng, kalo perlu ke puncak bareng"Â Ucap Kinan malam itu yang langsung disorak setujui semua teman- temanku termasuk Nara. Hanya aku yang diam. Sebenarnya dilubuk hatiku itulah yang aku mau, tapi entah kenapa ada beberapa hal yang menguras pikiranku.
Tiga hari berlalu, tak terasa seminggu lagi aku disini. Pagi saat bangun kurasakan beberapa bagian tubuhku sakit, mataku panas, kata Arga badanku panas dingin, kakiku juga keram. Teman - temanku juga tidak bisa menemani karena hari ini ada agenda wajib untuk persiapan 17 Agustus. Aku chat Gia, tapi belum ada balasan.Â
Sebuah chat dari Kinan "Ndo gue udah nyuruh Nara ke posko bawa obat, sekalian temenin lo, dia kosong hari ini, gws yo."
Deg, jantungku mau copot membacanya. Selang beberapa menit terdengar ketukan pintu, itu Nara. Ya layaknya teman biasa, dia memberiku obat, menyiapkan makananku lalu kembali ke ruang tengah.
Tapi kurasakan sesuatu yang aneh setelah itu. Badanku menggigil hebat, aku benar benar nggak tahan, spontan kusenggol gelas di sampingku hingga pecah, membuat Nara berlari datang ke kamarku.Â
"Ndo, lo kenapa?"Â Nara terlihat panik
"Gue meng..gigil..Nar, nggak taha..n"Â
Refleks dia memelukku dengan selimut. Cukup lama itu sehingga suhuku mulai normal kembali. Kami saling bertatap. Aku seperti terhipnotis oleh matanya yang indah. "Lo jangan gini lagi ya, gue takut lo kenapa - kenapa Ndo, gue sayang sama lo." Aku tidak membalas ucapannya, entah siapa yang mulai, bibirku dan bibirnya kini bersentuhan, kami pun berciuman cukup dalam. Sangking terbuainya, tanpa sadar tanganku mulai menelusuri bagian dada Nara dan terjadilah hal paling bodoh yang pernah kulakukan seumur hidupku.
Siang itu deru nafas bersatu dalam kenikmatan sesat yang kami rasakan.Â
"Trtt trt trtrt" Nada dering yang sangat familiar. "Astaga, Gia" Aku menepuk jidadku.
Refleks aku mendorong Nara yang semula dipelukanku. "Tinggalin gue sendiri Nar"Â Ucapku. Nara sempat terdiam, merapikan bajunya, lalu beranjak pergi dengan mata yang berkaca - kaca. Aku mengangkat telpon Gia dengan jantung berdegup kencang.
"Ndo, kamu sakit apa? maafin aku ya karena jauh, kemarin aku ada kasih kamu minuman herbal, itu ampuh loh, harus diminum ya. Kamu makan yang sehat dong jangan makan mie terus disana Ndo, btw kamu ditemenin siapa? Arga ya? bukan cewek kan?"Â
Aku hanya diam mendengarkan kegetiran Gia yang mengkhawatirkanku. Perasaanku remuk, kupukul kepalaku berulang ulang. Aku yang harusnya minta maaf karena telah mengkhianatinya.Â