Wajahnya bulat, matanya coklat, indah dengan tatapan tajamnya, alisnya hampir menyatu, bodynya jangan ditanya, semok, apalagi baju yang dia pakai ngepas dibadannya sehingga bentuk dadanya terlihat jelas. Spontan aku jadi memperhatikannya, meskipun curi -curi pandang.
Setelah lelah menanam padi, kami disuguhi makanan oleh istrinya Pak Adeng di Pendopo yang terletak di tengah sawah. Sambal terasi, lalapan, dengan lauk tempe dan tahu jadi terasa nikmat jika dinikmati bersama - sama ditambah angin sepoi - sepoi siang itu. Ada Nara juga di sampingku. Meskipun aku sedikit kikuk tapi rasanya sempurna sudah.
"Btw lo suka kucing?"
Tanyaku menghampiri Nara yang terlihat asik memberi makan Kucing.
"Dari kecil malah, gue punya kucing dirumah namanya Abo maunya tidur sama gue terus. Kucing itu udah kayak adik bagi gue Ndo."
Mendengar itu aku seperti menemukan kecocokan dengan Nara. Tanpa sadar aku membandingkannya dengan Gia yang anti Kucing. Megang bulu Kucing saja dia nggak mau, takut katanya.
Hari berganti hari, aku jadi semakin nyaman ada dilingkaran pertemanan ini termasuk dengan Nara sahabatnya Kinan yang sudah jadi bagian dari kami. meskipun hanya sedikit interaksi aku bisa merasakan mata kami sering beradu pandang.
Malamnya Gia chat, entah kenapa aku tidak sesemangat sebelumya melihat pesan darinya.
"Ndo, nggak tau kenapa aku mau nanya ini, dia siapa?"
Kaget bukan kepalang, Gia mengirim foto Nara yang berpose bersama Kinan.
"Itu temennya Kinan Gi, emang kenapa?"
" Nggak apa- apa"Â