“Jika kau memang hanya akan pergi sa, semoga kau bertemu dengan Yang kau harapkan.” Aku menatap kejauhan. Bayang-bayang mulai memanjang dan beririsan satu sama lain.
Mengangkat bahu, aku beranjak pergi.
***
“Kopinya mas.” Penjaga warung itu menyuguhkan segelas kopi dengan uap masih mengepul di atasnya.
“Oh ya, makasih.” Jawabku sambil tersenyum, berusaha ramah. Aku tarik gelas kopi itu mendekat, walau sebenarnya merasa tidak pantas. Anak SMA minumnya sudah mulai kopi, keburu jantungnya pecah dengan kafein.
Langit sudah gelap total. Bahkan bintang pun tak menunjukkan eksistensinya. Entah karena mendung, atau karena polusi cahaya dari kota yang terang temaram, aku tak bisa memastikan. Suasana warung ‘angkringan’ itu cukup ramai mengingat sekarang adalah malam minggu, waktu di saat para remaja berkesempatan mengekspresikan kebebasan mereka. Berbagai tipe manusia dengan berbagai tipe kegiatan terhampar di kanan kiri. Asap rokok bercampur asap kendaraan memenuhiudara, membuat oksigen tersaingi untuk masuk ke rongga dada.
Sore itu aku tidak langsung pulang. Aku spontan ingin berjalan-jalan sendiri. Mumpung cuma ada kaki, bukan apapun yang beroda. Walau sudah ku beritahu melalui telpon, aku tidak terlalu peduli Ibuku akan mengkhawatirkanku atau tidak. Aku hanya ingin sendiri.
Maghrib menjelang. Setelah sedikit pergolakan batin, akhirnya aku shalat juga di sebuah masjid. Tanpa memikirkan apapun, aku laksanakan semua prosedurnya, mulai dari wudhu hingga tahiyat akhir. Ku perhatikan sekelilingku, berusaha menghayati dengan baik. Walau dalam persepsi awal mereka semua bagaikan hanya melaksanakan ritual, aku seperti melihat ada yang bergetar di hati mereka. Agak aneh sih, setelah shalat malah memperhatikan orang yang berdo’anya cukup lama. Penasaran, apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan.
Setelah merasa cukup, aku keluar dari masjid. Entah kenapa mataku langsung melihat sebuah gereja di seberang jalan. Baru ku sadari mereka bersebelahan. Ku pandang salibnya di atas atap. Aku teringat sebuah ayat dalam kitab Mazmur yang pernah ku baca saat dulu sering beribadah bersama bapak. “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindkan Engkau, ya Allah...” Aku tak ingat lengkapnya, tapi itu sedikit mengusikku akan sesuatu.
Ada dua tipe rindu, saat itu bapakku berkata, yang pertama adalah terhadap hal yang sudah pernah kau temui atau rasakan dan kau ingin menemuinya lagi, yang kedua adalah terhadap hal yang belum pernah kau temui sama sekali dan kau sangat penasaran ingin menemuinya.
Ku rasa aku merindukan Tuhan, tapi...