“Ia pergi dari satu kota ke kota lain, belajar dari satu kuil ke kuil lain, tapi ia tak temukan apa pun. Hatinya masih selalu gelisah dan selalu merasa ada yang kurang. Hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang biksu.
“Biksu itu berkata, ‘anak muda, hatimu bersih dan masa depanmu cerah, tak usahlah kau habiskan hidupmu dengan sia-sia. Pulang lah, kau akan temukan kebenaran di sana.’
“Walaupun bingung, pemuda itu menurut dan pergi pulang ke rumah, ia masih merasa perjalanannya belum membuahkan hasil, hingga ketika ia tiba di pintu rumah... Ibunya keluar menangis dan langsung memeluknya. Betapa khawatirnya ibu itu akan keadaan anaknya yang pergi tanpa kabar. Seketika pemuda itu mendapat pencerahan, dan ia habiskan sisa hidupnya di rumah untuk merawat ibunya dan berbakti pada lingkungannya.“
Aku membisu. Berusaha mencerna. Bingung menanggapi apa.
Ia melanjutkan “Sedikit mengingatkanku akan sesuatu. Terkadang sebenarnya yang kita cari berada tidak jauh dari kita.”
“Terkadang... “ Aku mencoba menjawab, namun tak ku tahu harus melanjutkan apa.
Ya, terkadang, tak pernah ku sadari akan semua yang aku cari. Toh apa sih yang aku cari? Sekali lagi pikiranku bergejolak.
“Oh ya han... Mungkin ini terakhir aku di sini, orang tuaku mau memindahkanku ke kota asalnya. “ Suara Asa terdengar lagi memutus keheningan.
“...jadi?”
“Yaa, farewell. Payah. “
Aku tertawa kecil. “konyol, emang kau siapa?”