Mohon tunggu...
Aditya Firman Ihsan
Aditya Firman Ihsan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

deus, homines, veritas

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Just Go(d) - Bagian 5

3 Agustus 2014   22:25 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:31 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Mau ke wihara, terus mampir lihat-lihat kebaktian di gereja. Mumpung hari minggu, banyak yang lagi beribadah.” Ia tertawa. “Mau ikut?”

Aku menepuk jidatku keras. “Duh ray, kamu ni gak jelas banget lihat-lihat agama orang.”

“Mumpung masih muda, keraguan yang bergejolak. Jika ditanya besok saat mati tinggal jawab saja. Aku kan mencari Dia yang bertanya.” Ia terkekah. “Toh waktu itu nabi Ibrahim juga melakukan hal yang sama. Lebih baik kita pahami agama dengan cara kita sendiri daripada didoktrin pemikiran orang lain.”

“Seperti yang terjadi selama ini, agama turun temurun. Aku korbannya. Hati-hati saja Ray. Kebenaran sekarang sudah menjadi sangat absurd.”

“Jika kebenaran itu ada, jalan apapun yang diniatkan terhadapnya pasti akan menuju hal yang sama. Para atheis hanya orang-orang yang tersesat. Gak punya peta ataupun kompas, modal nekat.” Ia mendongak. “Memang benar kata Socrates bahwa hidup yang tidak pernah dipertanyakan adalah hidup yang tidak layak dijalani. Tapi ku sadari bahwa pertanyaan itu pun harus memiliki dasar, petunjuk, arah, dan... niat.”

Aku teringat akan penyebab bapakku meninggal. “Yap. Banyak orang tersesat karena niat awalnya sudah salah. Gak punya dasar pula.”

“Jadi mau ikut tidak? Kita berdialektikanya nanti saja kalau sudah dapat data dan informasi.”

“Ah, tidak Ray. Kau saja. Nanti tinggal kau ceritakan padaku. Jalanku adalah melalui sains dan ilmu murni. Banyak kesamaan pararel yang ku lihat antara sains modern dengan ajaran metafisik dari agama. Kita lihat Ray, jika memang kebenaran itu ada, seharusnya kita sampai pada titik temu yang sama.”

Ia tertawa. “Dasar kutu buku. Ya sudah, aku duluan ya.” Ia menaiki motor bebek yang terlihat tua itu dan menyalakan mesinnya. Suaranya terdengar seperti orang batuk.

“Hati-hati.”

“Assalamu’laikum.” Ujarnya. Motornya melaju perlahan menjauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun