“Kau lupa telah meminjamkan buku ke orang lain? Kemarin kan aku pulang sekolah main ke rumah bibiku mumpung weekend. Kebetulan beliau lagi beres-beres rumah, jadi aku bantu. Nah ketemu ini deh.”
“Sebentar, siapa sepupumu Ray?”
“Ayolah, masa’ lupa dengan orang yang kau pinjamkan buku. Namanya Asa. Mungkin kau belum tahu, ia meninggal muda setahun yang lalu karena sakit keras. Tapi sepertinya ia belum sempat mengembalikannya padamu. Cukup wajar kau lupa. Aku hanya heran darimana kau mengenalnya. Asa termasuk introvert dan jarang bergaul dengan orang luar, apalagi setelah ia divonis akan berumur singkat.” Rentetan penjelasan Rayya membuatku tak bisa berpikir lagi.
Pikiranku mendadak sunyi. Aku tak mengerti apa yang sedang terjadi. Terdiam. Tak tahu harus menjawab apa.
“Helloo, Han? Kau baik-baik saja? Apa kau masih ngantuk?” Rayya mengibas-ngibaskan tangannya di depan mataku.
“Hm? Oh, eh, tidak kok... Iya kali jam segini masih ngantuk.”
“Nih, aku kesini cuma mau nyerahin ini kok.”
Aku menatap lama buku itu sebelum ku terima perlahan. Ku bolak balik buku itu, memastikan bahwa itu benar-benar buku yang ku berikan pada Asa. Memang benar. Ah, hidup memang terlalu banyak misteri. Aku menatap Rayya. Mengabaikan semua tanda tanya yang muncul.
“Makasih ray, aku bener-bener lupa pernah minjemin buku ini ke orang lain.” Aku terdiam sejenak sebelum melanjutkan. “Ngomong-ngomong, aku baru tahu kalau kamu punya motor.”
“Ah, ini punya bibiku, aku pinjam. Males juga jauh-jauh ke sini jalan kaki.”
“Habis ini mau kemana?”