Ia bahagia sekali.
Malam semakin larut, namun Ningsih menolak untuk naik ke atas tempat tidur. Ia masih ingin duduk bersama sang suami, berdua, di sofa, mendengarkan alunan lagu yang diputar ulang berkali-kali.
“Aku tidur di pangkuanmu saja ya, Kang…” kata Ningsih, merebahkan kepalanya di paha Sis.
“Kau sudah tua, bukan waktunya lagi untuk meniru tingkah Juliet,” canda Sis.
“Tapi aku tak mau jadi Juliet. Aku ingin menjadi Ningsih untukmu, Kang.”
“Dan kamu akan selalu menjadi Ningsih buatku, Neng.” Sis mengecup lembut kening istrinya.
“Terima kasih, Kang…”
Lagu lembut terus mengalun. Teh dan bakpia sudah ludes tak tersisa. Ningsih akhir terlelap, dengan senyum terulas di wajahnya. Embusan nafasnya begitu damai, begitu tentram, hingga akhirnya raib dicuri usia.
Hari terakhir yang menyenangkan. Hari terakhir yang membahagiakan. Hari yang sederhana memang, namun itu sudah cukup.
Itu sudah cukup buat Ningsih.
***