Sis terkejut mendengar suara anak bungsunya. Ia pikir ia bermimpi.
“D-Diah…” suara seraknya nyaris tercekat di tengah tenggorokan.
Putri bungsunya melepaskan koper yang ia tenteng. Dia tak percaya melihat ada bendera kuning di depan pintu rumahnya.
“Diah…” Sis bangkit menyongsong putrinya.
“I-Ibu? Ibu mana?” tanyanya, dengan suara bergetar.
“Ibu sudah tenang, nak. Ibu sudah tenang.”
Tangis Diah pecah hanya diinterupsi oleh keterkejutan singkat. Diah menangis penuh sesal di pelukan ayahnya. Jutaan kata maaf yang ia ucapkan pun takkan dapat membawa nyawa ibunya kembali ke dunia.
Namun tak mengapa. Tak ada yang perlu disesalkan. Tak ada yang perlu disalahkan. Ningsih mimpi indah kemarin malam. Sangat indah hingga ia tersenyum bahkan di akhir hayatnya.
“… Aku mimpi indah tadi malam, Kang… Mimpi kita makan malam bersama lagi… Bersama anak-anak kita…”
***
A short story by Adham T. Fusama