Â
"Sante aja mas, enggak pernah ada cerita pendonor mati gara-gara donorin darahnya."
Â
Mendengar hal itu, Adi ingin sekali tertawa, namun dia urungkan karena sedang melakukan donor. Arel dari tadi hanya melongo dan bingung, dalam benaknya berkata:
Â
"Katanya mau beliin jajan, kok malah donorin darah?"
Â
Pertanyaan itulah yang terlintas dalam benak Arel yang tidak mau dia tanyakan kepada kakaknya. Kira-kira 15 menit kemudian, pertanyaan itu terjawab. Saat selesai mendonorkan darah, dan jarum dari lengan Adi telah terambil, Â tiba-tiba petugas mengeluarkan bungkusan plastik kepadanya, lalu dia memberikan bungkusan tersebut kepada si adik yang melongo. Ketika Arel buka, setidaknya ada 6 macam jajan yang berbeda. Ada coklat, wafer, kue, roti, kacang dan sebotol minuman berukuran sedang.
Â
Mata Arel berkaca-kaca, tidak menyangka kakaknya berbuat sedemikian banyak pengorbanan hanya untuk dirinya. Arel memang masih terlalu dini untuk diajari makna berbagi untuk sesama, tapi pada hari, jam, menit, dan detik itu dia paham bahwa untuk membuat orang lain senang tidak harus dengan uang, tapi cukup dengan pengorbanan. Ya pengorbanan. Tidak ada kata yang lebih indah dari itu. Arel tidak kuat lagi membendung air matanya, saat itu juga dia menumpahkan tangisan dalan dekapan sang kakak. Adi memeluk adiknya dengan tersenyum, dia membelai kepala adiknya dengan penuh kasih sayang. Seluruh petugas yang ada di dalam ruangan itu terheran-heran melihat Adi dan adiknya berpelukan sambil menangis.
Â