3) Â Periode ketiga (abad ke-5 H)Â
  Memasuki 100 tahun kelima, kedua jenis tasawuf, yaitu tasawuf sunni dan tasawuf filsafat, tercipta pada periode berikutnya, sehingga pada periode ketiga terjadi pemantapan kembali di dalamnya. Karena kebetulan saja, tasawuf Sunni semakin berkembang, sedangkan tasawuf filosofis mulai tenggelam dan kemungkinan kembali muncul ketika lahirlah kaum sufi yang juga rasionalis
  Namun demikian, pada abad kelima Hijriah, muncullah tarekat dalam perasaan berkumpulnya pengakuan yang merupakan kelanjutan dari para sufi masa lalu. Hal ini ditunjukkan dengan selalu dikaitkannya keturunan setiap perkumpulan dengan nama pionir atau tokoh sufi yang dibawa ke dunia sekitar saat itu.
   Perintah-perintah seperti ini mulai bermunculan karena pada masa itu telah terjadi kekosongan yang mendalam sehingga untuk membangun kembali kegairahan dunia lain diusahakan untuk bergerak menuju Tuhan sebagai perintah, padahal pada masa ini banyaknya pelatihan yang dikumpulkan oleh kumpulan tersebut. masih sangat terbatas (Muhammad Agus dan Muhammad Kamil, 23 April 2014).
4. Periode keempat (abad ke-6 H. dan seterusnya)Â
      Pada periode ini, pelajaran tasawuf filsafat kembali secara total, dimana pada periode yang lalu (100 tahun kelima) pelajaran tersebut hilang. Pelajaran tasawuf filosofis pada abad ke 6 mengalami kemajuan yang luar biasa dimana pelajaran tqasauwuf sangat poin demi poin dan top to bottom menyangkut usaha, pendidikan dan pemikiran. Hal ini patut dilihat dari karangan Ibnu Arabi dalam bukunya al Futuhat al Makkiyah dan Fusus al Hikam.
      Kemajuan tasawuf pada periode ini pada hakikatnya membawa dampak pada kemajuan tarekat itu sendiri. Menurut temuan penelitian yang dilakukan sejumlah penulis, gerakan tarekat dimulai pada abad keenam Hijriah (Ummu Kalsum, 2003: 117). Pada abad keenam Hijriah, arah perkembangan tarekat mengalami perubahan, dengan datangnya beberapa kelompok tarekat, yang pertama adalah Syaikh Abdul Qadir al Jailani dan mendirikan sistem tarekat Qadiriah.
     Sejak saat itu mulai bermunculan berbagai macam tarekat, baik tarekat Qadiriyah maupun tarekat mandiri. Tarekat tersebut akhirnya berkembang dengan ajaran atau arahan sesuai dengan pendirinya masing-masing dan tetap memathui peraturan syariat yang ada.
     Siswa yang telah sampai di tingkat utama diberikan otentikasi untuk mengatur dan menunjukkan tarekatnya. Oleh karena itu, cakupan asosiasi ini semakin luas, namun tidak hanya itu, terkadang seorang siswa mendapatkan tarekat tersebut tidak hanya dari satu orang atau satu jenis tarekat saja melainkan dari kalangan siswa yang mendapatkan tarekat tersebut dari beberapa sumber dan masing-masing dari mereka memberikan penegasan kepadanya untuk mengajarkan tarekat yang dipusatkannya. Sehingga sesekali dalam membuat satu set lagi yang menggabungkan tidak kurang dari dua set yang telah mereka coba.
     Sejarah Islam mencatat bahwa tarekat terdapat kemajuan cepat sehingga masuk ke setiap negara Islam. Tarekat mempunyai peranan penting dalam menjaga kehadiran dan keberagaman kepercayaan umat islam, padahal nampaknya perkumpulan tarekat telah menang dalam meneruskan kebiasaan mengajar di pelosok dunia di wilayah barat. Maroko dan wilayah timur Indonesia (H.A.R. Gibb, 1983: 13).
2.4 Macam-macam Tarekat Muktabaroh