Definisi Tarekat Â
    Dari segi etimologi, kata tarekat yang berasal dari bahasa arab  merupakan bentuk mashdar (kata benda) dari kata - - yang memiliki arti (jalan, cara), (metode, sistem), (madzhab, aliran, haluan), dan (keadaan) (Ahmad Warson Munawwirr, 1997: 849). Dari pengertian yang dipaparkan di atas, istilah tersebut dapat mempunyai dua arti, yaitu suatu sistem ilmu jiwa akhlak yang mengelola ruh individu dan berbagai sistem persiapan dunia lain yang dijalankan sebagai persekutuan dalam suatu pertemuan persaudaraan Islam. (Muhammad Sabit al Fandi, dkk.: 172).
    Pentingnya tarekat harus terlihat dari sikap, Zamakhsyari Dhofier yang mencirikannya sebagai perkumpulan hierarkis (dalam iklim adat islam) yang melengkapi tindakan pengakuan tertentu serta mengemukakan sumpah dimana persamaannya tidak sepenuhnya ditentukan oleh otoritas organisai  tersebut.
   Sementara itu, Trimingham mencirikannya sebagai cara mengarahkan yang masuk akal, mengarahkan siswa secara tertata dengan pemikiran dan aktivitas, yang terus-menerus dikendalikan ke tingkatan yang lebih tinggi (maqamat) untuk merasakan hakikat yang sebenarnya. (Trimingham, Madzhab Sufi, h. 3-4.)
    Abu Bakar Aceh menggambarkan tarekat sebagai suatu cara, sekaligus arahan dalam mengerjakan sesuatu ibadah, dimana ibadah tersebut disesuaikan dengan anjuran dan diteladani oleh Nabi dan diselesaikan oleh sahabat dan tabi'in, yaitu di sela-sela waktu kepada para guru, berbaur dan berpegangan. Guru yang memberikan bimbingan dan wewenang disebut mursyid, tugasnya bukan hanya memberikan pelajaran tetapi juga dapat memimpin murid-muridnya setelah mendapat pengakuan dari gurunya, sesuai tertuang pada garis keturunan keluarganya. Sejalan dengan itu, para ahli tasawuf yakin bahwa persyaratan ilmu syariat dapat dijalankan dengan cara yang paling ideal. (Abubakar Aceh, 1993: 67).
    Pengertian "tarekat" masih bersifat spekulatif, namun disebutkan bahwa "tarekat" berfungsi sebagai pedoman bagi tumbuhnya syariah hingga terwujud sepenuhnya dengan tingkatan pendidikan tertentu yang dikenal dengan "maqamat" dan "ahwal." Adapun pengertian tarekat adalah hasil usaha diri sendiri melalui jalan yang mengarahkan kepada Allah SWT, seperti yang disampaikan oleh Syekh Muhammad Nawawi al-Banteni al-Jawi tarekat adalah mengerjakan perkara yang wajib dan sunnah, meninggalkan hal-hal terlarang, berdiam diri, menghindari sesuatu yang berlebihan dan berusaha ikhlas melalui ikhtiar mujahadah dan riyadhah (Muhammad Agus & Muhammad Kamil, 23 April 2014).
    Dicirikan pula bahwa tarekat adalah suatu perkumpulan ramah tamah yang ditetapkan berdasarkan standar dan pengaturan tertentu, dimana perkumpulan ini berpusat pada kumpulan tindakan cinta dan pengakuan yang dibatasi oleh pedoman tertentu, yang pelaksanaannya bersifat umum dan mendalam.
    Dengan melakukan taubat, wara', muhasabah, muraqabah, tawakal, ridha, taslim, mengembangkan lebih lanjut etika, memantau kelemahan diri, atau mungkin menjalankan cinta karena amanah karena keridhaan Allah SWT dan kebutuhan untuk memperoleh Nur Makrifat, tarekat, dikatakan juga sebagai demonstrasi nafsaniyah yang bertumpu pada sir (misteri) dan jiwa
   Maka dikatakan kembali bahwa tarekat adalah pekerjaan mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan melalui kesatuan dengan-Nya. Meskipun demikian, ini adalah pertemuan individu sehingga pelaksanaannya kadang-kadang berubah dari satu ke yang lain. Selanjutnya dinyatakan bahwa tidak ada batasan jumlah individu yang terikat, mengingat setiap individu harus mencari dan membuat tingkah lakunya sendiri-sendiri, yang ditunjukkan oleh bakat dan kesanggupannya atau tingkat kerapian jiwanya.
Unsur-Unsur TarekatÂ
1. Guru
    Untuk mengikuti jalannya tarekat diperlukan sesuatu di luar data berkenaan dengan tempat, kondisi, dan hal-hal pendukung yang dapat meniadakan kerasnya aturan. Sudah menjadi pedoman umum bahwa tidak ada jalan yang mendalam tanpa seorang pendidik.
    Tanpa bimbingan seorang pendidik, tidak ada kelompok yang dapat terus berfungsi secara mandiri. Seorang guru selain menjadi perintis eksternal yang mengarahkan siswanya agar tidak menyimpang atau melampaui syariat, juga merupakan perintis internal.
Besarnya tugas dan kewajibannya, seorang pendidik diharapkan mempunyai prasyarat sebagai berikut:
 A. Selain mendominasi informasi luar dan dalam, ia juga   menunjukkan pengabdiannya sendiri.
B. Mempunyai pemikiran masuk akal pelaksanaan realitas tarekat.
C. Menemui dan melakukan perjalanan tarekat
D. Mengetahui secara langsung bakat dan kemampuan siswa serta kemajuan dalam prosesnya.
e. Mempunyai kesadaran dan visi internal yang tajam terhadap perjalanan dari setiap siswa yang dia pertimbangkan.
F. Hebat dalam menjaga kerahasiaan dan pertemuan mendalam yang mereka alami selama bersekolah.
G. Menjaga keluhuran, kehormatan dan harga diri dihadapan orang lain
H. Ketahuilah dengan baik ciri-ciri dan penyakit hati serta cara mengatasinya.
I. Memiliki sifat berwawasan luas, liberal, bersungguh-sungguh, penuh perhatian terhadap individu umat islam, khususnya mahasiswanya.
J. Mendapatkan persetujuan (ijzah) dari pengajar di atasnya (pendidik) untuk menginstruksikan tarekat yang telah diberi sertifikatnya.
 2. Murid
Seorang pengganti adalah pendukung suatu perkumpulan yang dididik kepadanya. Contohnya siswa tarekat merupakan zaman lain bagi kemajuan dan kemajuan suatu golongan tarekat. Tanpa siswa datang dan belajar, pertemuan ketat jelas akan terhenti. Sebelum seseorang memilih untuk mengikrarkan pengabdiannya kepada seorang pendidik, hendaknya ia terlebih dahulu yakin bahwa pengajar tersebut sunguh-sungguh seorang mursyid yang dapat mengarahkannya untuk mencapai tujuannya.
Apabila seseorang menjadi murid, maka norma-norma (adab) yang menjadi perhatiannya, baik dalam hubungannya dengan pendidik, dalam hubungannya dengan gurunya, dalam hubungannya dengan dirinya dan keluarganya, maupun dalam perilakunya terhadap saudara kandung dan lain-lain. Dalam hubungannya dengan seorang pendidik, seorang siswa hendaknya memusatkan perhatian pada perkara berikut:
A. Setelah secara resmi diakui sebagai siswa, dia harus menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada guru.
B. Kamu tidak diperbolehkan mengambil keuntungan dari Syekh lain atau meninggalkannya sebelum mata hatimu terbuka.
C. Mahasiswa hendaknya selalu mengingat Syekh,
D. Anda harus selalu memiliki penilaian yang baik terhadap Syekh, terlepas dari apakah guru menunjukkan hal-hal yang tidak sesuai dengan pemikiran siswa.
e. Anda tidak diperbolehkan memberi atau menawarkan hadiah dari pendidik kepada orang lain.
3. Bai`at
      Bai'at atau pengangkatan sebagian besar muncul sebagai kesepahaman antara murid yang direncanakan dengan pembantu dunia lain (mursyid). Ikrar kesetiaan ini menandakan akomodasi total pendukung terhadap pendidiknya dalam segala hal yang berkaitan dengan kehidupan dunia lain juga, tidak dapat dijatuhkan secara tunggal atas kemauan pemain pengganti.
      Baiat mengandung aspek dunia lain yang harus diberikan oleh keturunan yang kembali kepada Nabi. Sesuai tarekat, tindakan bai'at diambil dari situasi Nabi SAW ketika baru-baru ini beliau bersumpah untuk memberikan bai'at kepada orang-orang yang menyatakan ingin memeluk Islam. Nabi SAW memerintahkan umat Islam untuk berjanji setia kepadanya pada tahun keenam Hijrah. Nama Bai'ai adalah Bai'at ar-Ridhwan. Hal serupa juga dilakukan saat menjalankan rencana permainan sebagai pengurus, atau saat terpilih sebagai khalifah.
4. Silsilah
      Seseorang yang hendak menjadi pelajar hendaknya terlebih dahulu mengetahui dengan sebenarnya proporsi gurunya terhadap sumber pelajaran yang darinya guru tersebut memperoleh pelajaran secara berantai hingga sampai kepada Rasulallah. Karena bagaimanapun bantuan dunia lain dari guru harusnya benar-benar datang dari pendidik, sekali lagi guru dari pendidik, maka turun kepada Rasulullah. Hal ini tersirat dari riwayat keluarga.
      Jika dimaknai sejenak di atas, maka silsilah keluarga adalah suatu garis keturunan yang mempunyai kekuatan luar biasa dan mempunyai kedudukan yang serupa dengan sanad dalam sebuah hadis. Semua perintah mu'tabar diyakini telah dimulai dari Nabi sepanjang jalur ini dan pemilihan dalam permohonan berarti membatasinya pada rantai yang masuk akal yang memberikan jalan hingga keturunannta sampai kepada Rasulullah.
5. Wirid
      Wirid adalah bacaan-bacaan yang harus dipelajari dengan baik oleh siswa. Wirid tersebut antara lain dzikir, istigfr, berbagai macam shalawat, namun yang paling utama diantara bacaan-bacaan tersebut adalah dzikir. Setiap pertemuan membutuhkan ahlinya untuk melatih wazifa tertentu. Meski setiap majelis mempunyai ciri khasnya masing-masing, namun intisarinya adalah adanya konsistensi yang bergantung pada penelaahan permintaan, pemahaman dan tenaga untuk wiridnya.
      Wirid tidak sekedar mempunyai arti penting dan kesanggupan menyampaikannya dengan lisan disertai dengan perwujudannya dengan hati. Wirid mempunyai makna dan kapasitas yang lebih luas dan berkaitan dengan segala persiapan jasmani dan rohani dalam mengabdi kepada Allah.
2.3 Â Sejarah Tarekat
Â
    Awalnya tarekat ini merupakan bagian dari pelajaran tasawuf. Para sufi menunjukkan hikmah pokok tasawuf, khususnya syariat, terekat, perwujudan, dan ma'rifat. Muncullah aliran mandiri dari masing-masing ajaran tersebut. Sebagaimana disampaikan dalam hadis, yang penting syariat adalah perkataanku, tarekat adalah aktivitasku, dan intisari adalah otakku.
    Muhammad al-Aqqas mengklaim bahwa tasawuf merupakan ajaran yang benar karena berlandaskan ayat-ayat Al-Qur'an dan bersumber dari Islam. Martin Van Bruiness mengarahkan penelitian yang mengungkapkan bahwa tarekat suatu naluri yang ada sebelum pada abad ke-8 H/14, yang menyiratkan bahwa tarekat adalah ajaran lain yang tidak ada dalam Pelajaran iIslam yang pertama. Sekalipun demikian, dengan asumsi kita menelusuri secara menyeluruh dari atas ke bawah secara kebetulan, pelajaran-pelajaran utama tersebut memiliki akar yang kuat yang kembali ke Nabi Muhammad SAW.
   Kata tarekat yang dalam arti sebenarnya bermakna jalan, menyinggung suatu rangkaian renungan amalan yang tiada habisnya (muroqobah, dzikir wirid, dan lain-lain) yang dikaitkan dengan kiprah para pendidik sufi dan perkumpulan yang tumbuh di sekitar strategi sufi. Dalam pembahasan sejarah perkembangan tarekat ini terbagi menjadi 4 periode mengapa periodisasi ini dimulai dari seratus tahun pertama Hijriah? Kajian pada masa lalu menunjukkan bahwa para Sahabat dan Tabi'in merupakan pengikut tasawuf yang pertama. tidak muncul pada jaman Nabi Muhammad SAW. Hal ini karena cara berperilaku umat islam masih sepenuhnya mantap, beragama belum terlaksana dengan baik, bahkan pola hidup mereka masih jauh dari gaya hidup logika, realisme dan kepuasan. (M. Alfatih, 2008: 23).
           Â
  1) Periode Pertama (ratusan tahun pertama dan kedua Hijriyah)                   Â
            Perkembangan tasawuf saat ini muncul sebagai bentuk kekhawatiran  terhadap perubahan pola pikir masyarakat sekitar saat itu. Kondisi sosial dan ekonomi mengalami pergeseran yang signifikan pada abad pertama. Hijriyah, menyusul Nabi SAW dan para sahabat. Dalam permasalahan yang mendalam, individu membahas filsafat agama dan definisi syariah
            Kondisi ini tergambar dari membaiknya budaya gratifikasi di mata masyarakat. Para tokoh sufi mengamati bahwa gaya hidup masyarakat mulai mengunggulkan kemewahan pada masa itu. Perkembangan tasawuf yang dimotori oleh para sahabat, tabi'in dan tabi'tabi'in, secara konsisten membantu mereka mengingat inti kehidupan, dan berupaya menanamkan rasa cinta dan mengambil landasan dasar  hidup atau kepolosan (M. Alfatih , 2008: 24).
            Berdasarkan data di atas, ternyata hikmah tasawuf pada masa-masa awal mempunyai unsur etis, yaitu pembinaan akhlak dan mental yang khusus dalam rangka membersihkan jiwa dan raga dari pengaruh-pengaruh  umum (Asmaran As, 1994: 249).
2) Periode Kedua (abad ke-3 dan ke-4 H)Â
   Pada periode ini pembelajaran tasawuf memasuki tahapan lain. Pelajaran tasawuf pada periode ini tidak hanya terbatas pada peristiwa-peristiwa moral saja, seperti yang dididik oleh kaum Zahid pada periode primer. Dalam pandangan Hamka, pada abad ketiga dan keempat, kajian tasawuf telah melahirkan dan memperlihatkan pokok-pokoknya yang dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu kajian tentang ruh, kajian tentang etika, dan kajian tentang hal-hal yang luar biasa.
   Penghalusan rasa yang menjadi fokus pada ratusan tahun pertama dan kedua telah meningkatkan pemeriksaan terhadap tiga bagian informasi tersebut, yang telah memenuhi seluruh kehidupan sufi. Menurut Abubakar Atjeh, jika pada abad kedua ajaran tasawuf lebih menekankan pada penghematan, maka pada abad ketiga orang mulai membahas wulus dan ittihad dengan Tuhan.
3) Â Periode ketiga (abad ke-5 H)Â
  Memasuki 100 tahun kelima, kedua jenis tasawuf, yaitu tasawuf sunni dan tasawuf filsafat, tercipta pada periode berikutnya, sehingga pada periode ketiga terjadi pemantapan kembali di dalamnya. Karena kebetulan saja, tasawuf Sunni semakin berkembang, sedangkan tasawuf filosofis mulai tenggelam dan kemungkinan kembali muncul ketika lahirlah kaum sufi yang juga rasionalis
  Namun demikian, pada abad kelima Hijriah, muncullah tarekat dalam perasaan berkumpulnya pengakuan yang merupakan kelanjutan dari para sufi masa lalu. Hal ini ditunjukkan dengan selalu dikaitkannya keturunan setiap perkumpulan dengan nama pionir atau tokoh sufi yang dibawa ke dunia sekitar saat itu.
   Perintah-perintah seperti ini mulai bermunculan karena pada masa itu telah terjadi kekosongan yang mendalam sehingga untuk membangun kembali kegairahan dunia lain diusahakan untuk bergerak menuju Tuhan sebagai perintah, padahal pada masa ini banyaknya pelatihan yang dikumpulkan oleh kumpulan tersebut. masih sangat terbatas (Muhammad Agus dan Muhammad Kamil, 23 April 2014).
4. Periode keempat (abad ke-6 H. dan seterusnya)Â
      Pada periode ini, pelajaran tasawuf filsafat kembali secara total, dimana pada periode yang lalu (100 tahun kelima) pelajaran tersebut hilang. Pelajaran tasawuf filosofis pada abad ke 6 mengalami kemajuan yang luar biasa dimana pelajaran tqasauwuf sangat poin demi poin dan top to bottom menyangkut usaha, pendidikan dan pemikiran. Hal ini patut dilihat dari karangan Ibnu Arabi dalam bukunya al Futuhat al Makkiyah dan Fusus al Hikam.
      Kemajuan tasawuf pada periode ini pada hakikatnya membawa dampak pada kemajuan tarekat itu sendiri. Menurut temuan penelitian yang dilakukan sejumlah penulis, gerakan tarekat dimulai pada abad keenam Hijriah (Ummu Kalsum, 2003: 117). Pada abad keenam Hijriah, arah perkembangan tarekat mengalami perubahan, dengan datangnya beberapa kelompok tarekat, yang pertama adalah Syaikh Abdul Qadir al Jailani dan mendirikan sistem tarekat Qadiriah.
     Sejak saat itu mulai bermunculan berbagai macam tarekat, baik tarekat Qadiriyah maupun tarekat mandiri. Tarekat tersebut akhirnya berkembang dengan ajaran atau arahan sesuai dengan pendirinya masing-masing dan tetap memathui peraturan syariat yang ada.
     Siswa yang telah sampai di tingkat utama diberikan otentikasi untuk mengatur dan menunjukkan tarekatnya. Oleh karena itu, cakupan asosiasi ini semakin luas, namun tidak hanya itu, terkadang seorang siswa mendapatkan tarekat tersebut tidak hanya dari satu orang atau satu jenis tarekat saja melainkan dari kalangan siswa yang mendapatkan tarekat tersebut dari beberapa sumber dan masing-masing dari mereka memberikan penegasan kepadanya untuk mengajarkan tarekat yang dipusatkannya. Sehingga sesekali dalam membuat satu set lagi yang menggabungkan tidak kurang dari dua set yang telah mereka coba.
     Sejarah Islam mencatat bahwa tarekat terdapat kemajuan cepat sehingga masuk ke setiap negara Islam. Tarekat mempunyai peranan penting dalam menjaga kehadiran dan keberagaman kepercayaan umat islam, padahal nampaknya perkumpulan tarekat telah menang dalam meneruskan kebiasaan mengajar di pelosok dunia di wilayah barat. Maroko dan wilayah timur Indonesia (H.A.R. Gibb, 1983: 13).
2.4 Macam-macam Tarekat Muktabaroh
1. Tarekat Qadiriyyah
     Qodiriyah adalah nama perkumpulan yang didirikan oleh Syekh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani Al Baghdadi (1077-1166M). Tuntutan Qodiriyah ini dikenal serbaguna, maksudnya apabila seorang siswa telah sampai pada derajat syekh, maka siswa tersebut tidak mempunyai janji untuk tetap mengikuti pola pendidiknya. Bahkan yang lebih baik lagi, dia mampu mengubah majelis lain menjadi miliknya.
      Syekh Abdul Qodir, seorang alim dan zahid, bernama qutubul'aqtab, awalnya seorang ahli fiqih ternama dalam pemikiran Hambali, kemudian, pada saat itu, mengalihkan energinya untuk mempelajari tarekat dan intisari pemberian kesucian dan petunjuk bahwa tidak persis sama dengan kecenderungan biasa.
Ajaran Syaikh 'Abd al-Qadir :
1) Taubat
     Permintaan maaf adalah kembali kepada Allah dengan terlebih dahulu mengakui dosa kekalnya kemudian melaksanakan segala perintah Allah. Syekh 'Abd Qadir meyakini penyesalan terlihat seperti air yang membunuh racun, begitu juga dengan sentimen perdamaian yang menghapuskan kezaliman dan kemerosotan yang menjijikkan. Menurut Syaikh 'Abd al-Qadir Jilani, ada dua jenis penebusan: penyesalan, yang melibatkan pengembalian kebebasan individu kepada pemiliknya, dan permintaan maaf, yang melibatkan keistimewaan Allah.
2) Zuhud
    Secara etimologis, zuhud adalah zahada fihi, wa zahada 'anhu, dan wa zhadan, yang secara eksplisit menjauhinya dan meninggalkannya karena dianggap celaka atau menjauhinya karena buruk.
3) Tawakal
     Tawakal mengisyaratkan penyerahan diri (dalam bahasa Arab, tawakkul), yang merupakan salah satu sifat baik yang harus dimiliki seorang ahli sufi.
4) Syukur
     Syukur merupakan penegasan penghargaan atas nikmat yang didapat, baik secara lisan, tangan maupun hati. Syekh 'Abd Qadir Jilani mengatakan bahwa Allah-lah yang memiliki karunia, maka menunjukkan rasa syukur adalah langkah selanjutnya. Kecuali mengadu kepada Allah, kegigihan bukanlah merengek akibat semakin parahnya musibah yang kita alami. Syekh 'Abd Qadir Jilani mengungkapkan, ada tiga macam kegigihan: menahan diri terhadap Allah dengan tunduk pada perintah-Nya dan melanggar norma-norma-Nya, menahan diri terhadap Allah dengan menunggu makanan, jalan keluar, kecukupan, bantuan, dan hadiah, dan menunjukkan sikap menahan diri terhadap Allah.
5) Ridha
     Ridha adalah kepenuhan hati dalam memikul proklamasi (takdir). Salik menilai, orang yang makbul adalah orang yang mengakui firman Allah dengan tidak berpura-pura, pasrah tanpa menunjukkan perlindungan dari apa yang Allah kerjakan.
6) Bersikaplah jujur
2. Tarekat Syaziliyyah
         Di dirikan oleh Abu Hasan Ali Asy-Syadzili (593-656 H) berjasa memanfaatkan Tarekat Syadziliyah sehingga menjadi kritis. Ia berasal dari Syadziliyah, Tunisia, dan merupakan seorang sufi Sunni. Nama lengkapnya adalah Wadah Ali Wadah Abdullah Abdul Jabbar Abu Hasan Asy-Syadzili. Biasanya partai ini memiliki garis keturunan yang diuntungkan oleh Hasan, keturunan Ali, ayah Abi Thalib, dari Nabi Muhammad SAW.
         Salam ini sangat mendasar karena akan tersampaikan secara menyeluruh dan selanjutnya kokoh dalam membawa keluarga menuju jadzab, mujahadah, kursus, asrar dan karamah. Salam Syadziliyah mengawali keikutsertaannya di salah satu kursus Al-Muwahidun di Hafsiyah, Tunisia.
         Sejak masa mudanya, dia tidak terlalu mengejutkan dalam penalarannya, sampai dia berhasil melawan kelainan yang menjengkelkan dan matanya menjadi kabur. As-Syadzili dipandang sebagai sufi surgawi, khususnya Abdul Abbas Al-Mursi. Pada hakikatnya tidak ada kitab tasawuf yang tidak menyebutkan nama Syadzili dan menggunakan bahasa umum yang sarat dengan dunia nyata dan pengalaman orang dalam untuk menegaskan suatu pendirian. Yang pasti Syadzili adalah seorang sufi yang luar biasa.
         Dalam menggambarkan sifat-sifat Syadzili, Muhammad Al-Maghribi memahami bahwa Allah telah mengenalkan kepada Syadzili tiga hal yang belum pernah diketahui atau di kemudian hari oleh siapa pun, terutama nama dirinya dan pasangannya yang tertulis dalam Luh MahFuz, yaitu orang-orang yang tersurat. Apakah majezub di antara berkumpulnya mereka kembali pada keberkahan peristiwa-peristiwa kemanusiaan, dan watak mereka terus berlanjut hingga hari kiamat.
3. Tarekat Naqsabandiyah
      Pendiri tarekat Naqsabandiyah adalah seorang pemuda tasawuf ternama, yaitu Muhammad Baha al-Racket al-Uwaisi al-Bukhari Naqsbandi (1717 H/138 Maju 791 H/1389 Maju). Dilahirkan di Qashrul Arifah, sekitar empat mil dari Bukhara, tempat Imam Bukhari dikandung. Dia berasal dari keluarga yang ceria dan lingkungan yang adil. Dia diberi gelar Syekh, yang menunjukkan pentingnya dirinya sebagai perintis yang signifikan.
        Ketika dia berusia 18 tahun, dia meninggalkan Baba al-Samasi dan dengan cepat dikagumi. Kemudian pada saat itu beliau fokus pada informasi tentang ajakan dari seorang Qutb di Nasaf, khususnya Amir Sayyid Kulal al-Bukhari (Sri Mulyati, Sadar dan Memahami Ajakan Mutabaroh di Indonesia... p. 89 6). Di sinilah dia pertama kali mengetahui tentang aliansi yang dia buat.
4. Tarekat Khalwatiyah
      Khalwatiyah di Indonesia dianut secara luas oleh keluarga Bugis dan Makassar pada tahun ketujuh belas, Syekh Yusuf alMakasari al-Khalwati (tabaruk) berperang melawan Muhammad (Nur) al-Khalwati alKhawa Rizmi yang masih sangat dihormati hingga saat ini.
       Saat ini ada dua bagian berbeda dalam pertemuan ini yang hidup berdampingan. Keduanya dikenal dengan Tarekat Khalwatiyah Yusuf dan Khalwatiyah Samman. Penggemar kedua bagian acara sosial ini menyapa 5% dari semua orang yang berusia di atas 15 tahun.
5. Tarekat Syattariyyah
      Di dirikan oleh Syaikh Abd Allah al-Syaththari, seorang imam yang sebenarnya mempunyai ikatan keluarga dengan Syihab al-Noise Abu Hafsh, Umar Suhrawardi, pada mulanya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoxiana (Asia Tengah) dengan nama Insyiqiah, sedangkan di wilayah Ottoman ajakan ini disebut dengan Bistamiyah.
      Nama Abu Yazid Al-Isyqi yang dipandang sebagai tokoh utama merupakan awal dari kedua nama tersebut. Tarekat ini sekali lagi, tidak percaya bahwa itu adalah perkumpulan sufi yang diciptakannya. Jemaat-jemaat ini dipandang sebagai pertemuan yang berbeda dengan keyakinan dan praktik yang berbeda.
      Syatar yang berasal dari kata Syatara yang berarti terbelah dua dan mempunyai segala ciri-cirinya bahwa perpecahan dari keadaan saat ini adalah sebuah kalimat tauhid yang dihayati dalam pengukuhan nafi itsbat, La ila (nafi) dan ilaha (itsbat ).
      Hal ini terlebih lagi merupakan penegasan dari sang guru mengenai tingkat signifikansi yang telah dicapainya, yang kemudian membuatnya memenuhi syarat untuk menyandang gelar dan wewenang terhormat sebagai washitah (mursyid).
      Namun Abdullah Asy-Syatar diusir dari India oleh gurunya karena pendakian permintaan Isyqiyah gagal memenuhi bangsanya dan yang mengejutkan lolos karena pendakian permintaan Naqsybandiyah. Pertama dia tinggal di Jawnpur, kemudian pindah ke Mondu, sebuah kota Muslim di daerah Malwa (Multan).
      Dia ternyata terkenal dan efektif dalam membina hubungannya di India.Tidak diketahui apakah pembedaan otak Tarekat Isyqiyah yang pertama kali ia ikuti ke dalam Tarekat Syattariyah merupakan hasil kelegaannya sendiri karena berharap bisa menemukan tarekat baru yang dimulai dari awal kemunculannya di India atau justru mempe  rtimbangkannya. bantuan murid-muridnya. Dia tinggal di India selama sisa hidupnya (1428).
     Â
      Sepeninggal Abdullah Asy-Syatar, Syatariyah biasanya disebarkan oleh para santrinya, khususnya Muhammad Al-A'la yang dikenal dengan sebutan Qazan Syatiri. Selain itu, pengganti yang paling berperan dalam pembuatan dan menjadikan Tarekat Syattariyah sebagai otonom adalah Muhammad Ghauts dari Gwalior (w. 1562), saudara keempat penyelenggara dari seorang perintis. Adat tarekat yang bermula dari India dibawa ke Tanah Surga oleh tokoh sufi yang tidak salah lagi, Sibgatullah Canister Ruhullah (1606), salah satu murid Wajihudin dan yang mendirikan zawiyah di Madinah.
      Tarekat ini kemudian disebarkan dan tingkat tinggi dalam bahasa Arab oleh penggantinya Ahmad Syimnawi. Terlebih lagi, salah seorang khilafah yang kemudian mengantisipasi dorongan atas permintaan ini, seorang pengajar asal Palestina Ahmad al-Qusyasyi. Sepeninggal Ahmad al-Qusyasyi, Ibrahim al-Kurani kelahiran Turki mengambil alih jabatan sebagai perintis dan pendidik Permohonan Syatariyah yang paling bergengsi di wilayah Madinah.
      Tarekat Syattariyyah di Sumatera Barat barangkali merupakan fiksasi utama penyebaran paham neosufisme, sehingga diharapkan menjadi bagian penting dalam mendorong kasus kebudayaan Islam. Tarekat Sattariyyah di wilayah ini didukung oleh para ulama setempat, dimulai dari Syaikh Burhannuddin Ulakan. Akibatnya, Kholifah dan murid-muridnya harus berjuang keras menghadapi berbagai faktor dan sifat sosial, sehingga memunculkan kecenderungan-kecenderungan yang khas dan umumnya tunggal. berdasarkan sifat dan kebiasaan Tarekat Syattariyyah di berbagai daerah (Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat Mutabaroh di Indonesia...hal. 171-172)
6. Tarekat Samamiyyah
      Muhammad Abd al-karim al-Madani al-Syafi'i al-Samman mendirikan permintaan Samamiyah (1130-1189/1718-1775). Keluarga Quraisy Medina tentu saja mengenalkannya kepadanya. di kalangan murid dan sahabatnya, ia juga dipanggil al-Sammani atau Muhammad Samman (dalam artikel ini ia akan dipanggil Syekh Samman). Syekh Samman tampaknya menghabiskan banyak energi di rumah Madianah dan Malik Abu Bakar al-Siddiq selama belajar di Sanjariya.
      Syekh Samman benar-benar mengajar tarekat dan berbagai bidang agama Islam. Dia memusatkan perhatian pada aturan-aturan Islam dengan lima profesional terlatih fiqh terkemuka: Muhammad al-Daqqad, Sayyid Ali - Aththar, Ali al-Kurdi. Abd alWahhab Al-       Thanhawi (di Mekah) dan Said Hilal al-Makki.
      Beliau juga berdiskusi dengan Muhammad Hayyat, seorang muhad yang dipandang memiliki sisa yang baik di Haramain dan yang memulai sebagai pendukung  Naqsbandiyyah (Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat Mutabaroh di Indonesia...hal 182)
7. Tarekat Tijaniyah
      Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Tijani yang dilahirkan di Ain Madi, Aljazair bagian selatan, dan meninggal di Fez, Maroko, pada usia 80 tahun, mendirikan Tarekat Tijaniyah (1150-1230 H/1737-1815 M). Pengikut Tijaniyah mengakui bahwa Syekh Ahmad Tijani adalah sosok suci yang tiada tara dengan kedudukan paling hakiki dan berbagai harta benda suci, yang terlihat dari siklus kelahirannya, adat istiadat keluarga, dan faktor silsilahnya.
      Sesuai pengakuannya, Ahmat Tijani berasal dari silsilah Nabi Muhammad SAW. merupakan garis keturunan keluarganya yang berasal dari Siti Fatimah al-Zahrah binti Muhammad Rasulullah SAW.
8. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyyah
      Al-Syekh Ahmad Khatib Sambas, seorang sufi asal Indonesia, memikirkan dan mengembangkan informasi yang ketat (hukum Islam) dan informasi tersebut atas permintaan para pendidiknya di Mekkah sekitar pertengahan abad kesembilan belas.         Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah merupakan gabungan nama dua orang kerabat terdekat. Setelah ia mendapat cukup banyak rencana, data dan penegasan dari gurunya, ia mendapat arah dan keraguan untuk memantapkan kedua macam ajakan yang ia percayai.
      Kedua perintah tersebut adalah Tarekat Qodiriyah yang diutarakan oleh Al-Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany dan Tarekat Naqsabandiyah yang diutarakan oleh Syekh Muhammad Baha'uddin Al-Waisy Al-Bukhory.
Berikut ini adalah contoh dari salah satu pelajaran tersebut:
1) Suluk
   Di Indonesia, istilah suluk (yang dalam arti sebenarnya berarti mengikuti jalan raya) lebih sering digunakan, dan lamanya tidak sampai empat puluh hari, biasanya sepuluh hari atau dua puluh hari.
 2) Kholwat
   Kholwat dapat diartikan menjauhkan diri dari menolong orang atau memisahkan diri. Seseorang akan menemukan bahwa dalam situasi ini lebih mudah untuk berhenti berpura-pura mengkhawatirkan sesuatu selain Allah SWT dan hanya fokus pada Allah.
   Sedangkan ajaran kholwat mengajarkan manusia tentang hakikat kehidupan yang sebenarnya. Kholwat bukan berarti meninggalkan diri dari hiruk pikuk dunia, namun kholwat adalah suatu cara untuk benar-benar berusaha untuk tidak berpikir atau tersihir dengan kesenangan dan kealpaan yang biasa dalam hidup yang tiada habisnya (endlessness).
   Baik suluk maupun kholwat merupakan cara-cara yang ditempuh santri tarekat untuk mengangkat derajatnya, membersihkan diri dari tanah biasa dan menghiasi diri dengan akhlak yang baik.
3) Dzikir
   Salah satu bagian tarekat yang paling menonjol dan signifikan. Dzikir adalah suatu metode untuk mengingat Allah secara keseluruhan akan makna-Nya. Dalam ajaran tarekat, berbagai ungkapan dan kata yang menyebut nama atau sifat Allah biasanya membantu individu dalam mengingat Allah.
   Berikut ini adalah kesepakatan para ulama tarekat mengenai dzikir: Jika seorang ahli Allah yakin bahwa tubuh bagian dalam dan luarnya dilihat oleh Allah dan semua pekerjaannya terkoordinasi, semua latihannya terfokus pada dan semua prinsip dan prinsipnya. Asumsinya diketahui oleh Allah, maka pekerja Allah itu akan menjadi pekerja yang bersertifikat. sah, karena ia dalam keadaan mengabdi kepada Allah." Pengalaman berdzikir ini tidak terbatas pada kumpulan tarekat saja, namun dilakukan oleh umat Islam pada umumnya.
9. Tarekat Rifa'iyah
     Pendiri Tarekat Rifaiyah adalah Hadrat Syekh Ahmad Tabung Ali Abul Abbas Ar-Rifai Rahmatullah Alaih, beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 500 H, bertepatan dengan tahun 1106 Masehi. Demikian pula ada yang mengatakan beliau dilahirkan pada perpanjangan bulan Rajab tahun 512 H, yang identik dengan 118 M, di Basrah Irak bagian selatan.
      Untuk mencapai keridhaan Allah SWT, Tarekat Rifaiyah menekankan hikmah tentang zuhud. Sifat-sifat yang dilakukan oleh Ahmad Al-Rifai seperti status sufi biasa (muqamat), pengabdian (wara'), cinta (ta'abud), cinta (mahabbah), dan solidaritas (tauhid).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H