"Gusti Ayu...." Tumenggung Alap Alap menyaksikan wajah Ratu Pandansari yang tampak berawan. "Tampaknya Gusti Ayu Pandansari tengah kecewa?"
"Benar, Paman. Ketiga putera Giri telah lolos dari istana."
"Kita harus mengejarnya, Gusti Ayu."
"Harus, Paman. Tapi sebaiknya, Paman Alap-Alap dan Kangmas Pekik pulang saja ke Mataram untuk menyerahkan Sunan Giri Parapen di hadapan Kanjeng Rama Sultan. Biarlah aku sendiri yang mengejar ketiga putera Sunan Giri Parapen itu."
"Jangan Diajeng!" Pangeran Pekik mencegah kemauan Ratu Pandansari. "Sebaiknya kita pulang dulu ke Mataram."
Tanpa sepatah kata yang meluncur dari setangkup bibirnya yang mawar, Ratu Pandansari menyeblakkan kendali kuda. Secepat kilat, kuda itu melaju meninggalkan alun-alun Kasunanan Giri. Menyaksikan sikap adiknya yang keras kepala itu, Pangeran Pekik hanya menggeleng-gelengkan kepala. Demikian pula, Tumenggung Alap Alap dan seluruh prajurit Mataram.
***
MATAHARI telah jauh bergeser dari titik puncak kubah langit. Pasukan Mataram yang telah berhasil menangkap Sunan Giri Parapen itu telah meninggalkan alun-alun. Melajukan kuda-kuda mereka menuju Mataram. Setiba di Mataram; Pangeran Pekik Tumenggung Alap Alap, dan beberapa prajurit menghadapkan Sunan Giri Parapen pada Sultan Agung di sitihinggil.
"Kakang Alap-Alap."
"Ya, Paduka."
"Bukankah seorang yang bersimpuh di sampingmu itu Giri Parapen?"