"Sayap kekuasaan Mataram di wilayah timur harus dikembangkan, Paman Singaranu. Kita harus menundukkan Kasunanan Giri yang kini berada di bawah kekuasaa Giri Parapen. Bagaimana pendapatmu?"
"Hamba setuju, Paduka. Karena dengan menundukkan Giri, Paduka akan semakin kokoh sebagai raja di Tanah Jawa." Patih Singaranu tersenyum kecil sambil mengangguk-anggukkan kepala. "Lantas siapakah punggawa yang akan dipercaya sebagai senapati, Paduka?"
Sultan Agung terdiam. Namun dari wajahnya terbaca bahwa sang raja tengah berpikir keras untuk memilih orang yang tepat sebagai senapati agung Mataram.
"Ampun, Paduka! Bila Paduka menghendaki hamba yang telah renta ini untuk dijagokan di medan laga, Hamba siap melaksanakannya."
"Kakang Singaranu!"
"Ya, Paduka."
"Aku tak akan menugaskan Kakang untuk menaklukkan Giri."
"Apakah Paduka sudah tak percaya lagi dengan kemampuan hamba berperang di medan laga?"
"Bukan begitu, Kakang. Karena aku tak ingin jauh-jauh dengan Kakang Singaranu. Pemikiran-pemikian Kakang Singaranu selalu aku butuhkan untuk mewujudkan rencana besar berikutnya. Menaklukkan VOC yang telah mencengkeramkan kuku-kuku harimau-nya di Batavia."
"Lantas siapa senapati yang akan Paduka percaya untuk menaklukkan Giri?"
"Ehm...." Sultan Agung mengalihkan pandangannya dari Patih Singaranu ke arah Tumenggung Alap Alap. "Kakang Alap Alap!"