"Benar, Paduka."
"Kenapa tangannya terikat dengan tambang? Bukan lawe putih?"
"Ia tak mau menyerahkan diri pada Paduka Sultan. Baginya lebih baik mati ketimbang tunduk pada Mataram."
"Benarkah demikian, Giri Parapen?"
"Pertanyaanmu telah mengandung jawabannya, Sultan Agung."
"Baiklah!" Wajah Sultan Agung serupa lempengan tembaga terbakar. "Prajurit! Masukkan Parapen ke dalam penjara!"
"Perintah Paduka, hamba laksanakan."
Dengan wajah yang masih terbakar api amarah, Sultan Agung mengarahkan pandangan matanya pada Sunan Giri Parapen yang diseret kedua prajurit keluar dari sitihinggil untuk dimasukkan ke dalam penjara. Tak lama kemudian, pandangannya diarahkan pada Tumenggung Alap Alap. "Hei.... Kakang Alap Alap! Ada apa dengan pinggangmu yang terbalut kain dan berbecak darah kering itu?"
"Hamba terluka saat menandingi krida Giri Parapen, Paduka."
"Jadi kamu tak mampu menghadapinya?"
"Hamba masih mampu menghadapi Giri Parapen, Paduka. Namun sebelum hamba bergerak, Gusti Ayu Pandasari telah bergerak untuk menghadapinya. Puteri Paduka sendiri yang dapat menaklukkan Giri Parapen."