”Kita buka di dalam yuk! Aku berikan spesial buat kamu. Pasti deh kamu suka,” lanjut Ririt sambil menarik tangan saya.
Saya mengikuti saja ajakan Ririt, masuk ke rumah.
“Buka Yos..,” perintah Ririt begitu kami tiba di ruangan tengah.
Apaan sih isinya? Saya jadi penasaran. Tadi Ririt bilang saya pasti suka dengan pemberiannya itu. Yakin bener dia....
“Kebalik ngeliatnya, Non,” protes Ririt begitu saya berhasil membuka koran yang membungkus benda pemberiannya.
Saya amati lukisan pemberian Ririt. Tampak catnya yang belum kering benar, pertanda lukisan itu belum lama dibuat.
“Suka Yos?”
Saya mencermati lebih seksama lukisan yang saya pegang. Kelihatannya sang si empunya lukisan ingin menggambar wajah seorang gadis. Tapi caranya masih kaku. Lihatlah, hidungnya tidak sepadan dengan gambar mata yang terlalu besar. Jadinya, wajah dalam lukisan itu menampakkan gadis yang berhidung kecil, tapi matanya belor. Dan, ih, telinganya kok gede sebelah? Saya menahan senyum di perut.
“Bagaimana, Yos, bagus ya?” Ririt meminta pendapat saya.
Saya belum menjawab pertanyaan Ririt. Tangan saya kini sibuk mengubah-ubah posisi lukisan untuk saya perhatikan lebih dalam agar bisa menjawab pertanyaan Ririt.
“Aku memang berusaha menggambar sesuai aslinya, Yos. Pasang saja lukisan itu di dinding kamarmu.”