"Aku menyesal sekali. Tolong, Warni. Maafkan semua kekhilafanku. Aku janji tidak akan mengkhianati kamu lagi. Aku bersumpah ...."
Ibu masih diam dalam kecamuk amarah. Sampai kemudian sedikit tergerak saat melihat Ayah menangis di kakinya.
"Cukup!" Ibu menahan tubuh ringkih itu.
"Ampuni aku, War ...." Ayah tetap mencium kaki Ibu.
***
Setelah tragedi itu, Ayah benar-benar bertaubat. Ia berubah drastis dan berjanji akan terus istiqomah menjadi imam untuk kami.
Itulah kebanyakan sifat suami yang ketika keadaan menempatkannya di puncak kejayaan, maka dia akan lupa pada keluarga.
 Namun, dengan penuh kesabaran, Ibu yang makin menua tetap mengurusi Ayahku.
Ayah yang terlihat begitu renta. Sepasang mata yang dulu begitu memikat penuh pesona, kini dihiasi keriput yang selalu ditutupi kacamata.
 Bergetar tangan keriputnya menyeka sudut bibir. Matanya tak henti memandangi wajah teduh wanita yang tak lelah memaafkan kekhilafannya.
"War, kamu ... adalah jodoh terbaik yang sudah Tuhan kirim untukku."
Ibu hanya membalas dengan datar. "Sayangnya, begitu banyak lelaki yang tak sadar mana jodoh terbaik, tapi terus berpetualang dengan kupu-kupu liar di luar sana. begitu seringnya kau membandingkan cinta tulus dengan cinta berbalut hawa nafsu sesaat!"