"Kau pasti tahu kabar Rangga, kan?"
Suara Bu Ratih terdengar pelan, dan mulai mengajukan pertanyaan. Sesaat sesudah aku duduk di kursi plastik warna biru yanga berada di hadapan Bu Ratih.
Rangga kembali memutuskan tidak datang ke sekolah. Padahal Rangga tahu, hari ini, hari terakhir belajar di sekolah.
"Ibu belum pernah bertemu Rangga. Tapi bilang guru-guru yang lain, Dia sepertimu. Murid yang pintar!"
Aku hanya anggukkan kepala. Tak berani menatap wajah Bu Ratih. Mataku memilih melihat jarum jam yang terpasang di dinding ruang guru. Persis tergantung di belakang Bu Ratih.
"Rangga baik-baik saja, kan?"
"Iya. Bu."
"Syukurlah! Jika begitu. Kau tahu alasan Rangga tidak masuk sekolah?"
Ruang guru kembali sunyi. Kali ini mataku beralih menatap sepatuku. Namun, mataku segera balik lagi menatap jam dinding di belakang Bu Ratih. Hampir jam dua belas!
"Baiklah. Tak masalah jika tak mau jawab."
"Maaf, Bu. Aku..."
"Tak apa-apa, Nak! Ibu tahu sekarang hampir jam duabelas. Kau harus segera pulang, kan?"
"Eh?"
"Kau dan Rangga tinggal di Masjid, kan?"
"Jadi, Ibu sudah tahu, jika..."
Aku terdiam pasrah. Jadi, Bu Ratih tahu, jika aku berbohong dengan menjawab tidak tahu, jika Bu Ratih menanyakan tentang Rangga.
"Iya. Ibu tahu. Tolong sampaikan salam dari Ibu untuk Rangga, ya?"
"Aku..."
"Pulanglah! Sebentar lagi waktu salat zuhur akan tiba! Kau harus buka pintu masjid, kan?"
***