Beberapa saat kemudian, Jemangin malah melaporkan sesuatu yang tak enak didengar.
"Maaf, Mr. President. Telepon rumahnya berdering, ada nada sambung, tapi tak ada yang mengangkat.." kata Jemangin.
Aduuh..
Aku berpikir sebentar, dan hanya ada satu cara untuk hal-hal seperti ini.
**
Aku lekas-lekas memanggil beberapa paspampres dan pengawalku. Mereka akan kusuruh menjemput Natalia di tempat yang sudah kami rencanakan itu. Sebelum berangkat, mereka berusaha mendapatkan informasi dariku mengenai tempat yang kuceritakan itu dengan serius. Kalau sudah begini, aku yang mungkin keterlaluan. Ngajak ngedate aja harus di tempat yang tersembunyi, sehingga menjelaskan tempat itupun, amat sulit. Mudah-mudahan mereka paham dan tahu.
**
Aku menerima orang-orang partaiku dengan pikiran yang tidak tenang. Maklumlah.. terbayang olehku betapa marahnya Natalia jika dia tak paham dengan situasi ini. Dan ini sungguh merusak konsentrasiku. Aku seperti kerbau bodoh di rapat orang-orang partai. Hanya manggut-manggut dan setuju. Pikiranku selalu tertuju kepada Natalia.
**
Ditengah-tengah rapat, aku menerima telepon dari salah satu paspampres.
"Maaf Mr. President.. kami tak menemukan Nona Natalia.." terdengar jerit paspampres.