Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Andai Aku Presiden RI Episode 27 – “Sunatan Masal”

25 Desember 2009   01:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:47 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

**

Banyak sekali pertanyaan. Aku harus menjawabnya.. Dan inilah kisahku..

Pada jaman dulu kala.. saat aku menjelang SMP..

Liburan panjang menjelang masuk SMP sudah tiba. Liburan yang amat bersejarah, karena aku akan disunat.

"Kamu akan disunat oleh seorang dokter. Namanya Dokter Noor." kata papiku serius. "Kamu tidak akan merasakan sakit karena Dokter Noor adalah dokter sunat yang modern. Jadi.. tenang sajalah."

Papi bermaksud membesarkan hatiku meski aku tetap cemas dan selalu berkeringat dingin hingga suatu sore yang bersejarah itu telah tiba. Aku sudah berada tepat di depan rumah praktek Dokter Noor setelah kurang lebih perjalanan memakai mobil sewaan sekitar ½ jam dari rumahku. Aku diantar sama papi dan Omku yang bernama Om Arip.

"Mm.. ini ya yang akan disunat." sapa Dokter Noor yang ramah. Aku dipersilakan masuk ke ruang prakteknya, dan aku disuruh berbaring.

Dokter Noor memang sudah paro baya dengan kacamata yang agak tebal. Namun, dandanan rambut dan bajunya amatlah rapi dan bersih. Di luar ruang prakteknya, tersedia kursi tunggu yang hanya diisi oleh beberapa orang saja yang mungkin hanya berobat biasa. Tidak sunat seperti aku.

"Tenang saja. Sebelum disunat, Saya akan menyuntikkan beberapa mili obat bius ke tititmu." kata Dokter Noor tenang dan datar. Tapi bagiku, itu adalah kata-kata layaknya ledakan bom atom Hiroshima. Jadi.. tititku.. mau disuntik dulu.. Busyeeet.

"Mm.. maaf Dokter." aku berusaha protes.

"Ya.. ada apa?" tanya Dokter Noor sembari melihat takaran milimeter di jarum suntiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun