Fraud dapat kita artikan sebagai suatu perbuatan yang menyimpang atau bisa dikatakan berlawanan dengan hukum yang berlaku, yang dilakukan oleh suatu individu atau suatu kelompok dengan sengaja mengambil keuntungan pribadi dan menyebabkan kerugian bagi orang lain. Dilansir dari The Association of Certified Fraud Examiners, mereka membagi jenis -- jenis fraud ke dalam tiga jenis kategori, yaitu penyalahgunaan aset, pernyataan penipuan dan korupsi.
Salah satu jenis kecurangan atau fraud yang dapat dideteksi dengan mudah ialah korupsi, karena kebanyakan kasus korupsi tidak hanya dilakukan oleh satu orang, melainkan dilakukan secara berkelompok. Jadi apa itu korupsi? Jika ditinjau dari segi etimologis, korupsi berasal dari kata "corruptus" yang memiliki arti perubahan tingkah laku dari baik menjadi buruk. Jika ditinjau dari kacamata hukum, korupsi berarti sebuah perbuatan yang dilakukan dengan maksud memberikan keuntungan yang tidak sesuai dengan tugas resmi dan hak orang lain. Menurut pasal 2 ayat (1) UU No. 21 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyebutkan bahwa orang yang dapat dipidana karena tindak pidana korupsi adalah "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Menurut Widarta (2015), korupsi banyak terjadi di negara -- negara yang memiliki hukum yang lemah sistem penegakannya, serta kurangnya akan kesadaran tata pemerintahan yang baik sehingga faktor integritasnya patut dipertanyakan. Bahkan korupsi juga terjadi di negara berkembang, salah satu contohnya yaitu negara kita sendiri, Indonesia.
Tentunya, jenis fraud berupa korupsi ini tidak terjadi dengan serta merta begitu saja, melainkan korupsi juga memiliki penyebab kejadian. Beberapa teori dari sekian banyaknya teori penyebab korupsi ialah hasil pemikiran dari Bologne, John Peter yaitu GONE Theory dan hasil pemikiran dari Robert Klitgaard yaitu CDMA Theory, yang akan kita bahas pada artikel kali ini.
Apa Itu GONE Theory? (Bologne, John Peter)
Teori GONE merupakan teori yang sering digunakan dan cukup popular dalam penelitian fraud atau penipuan. Teori GONE merupakan teori yang menyempurnakan teori Triangle Fraud, kedua teori tersebut menjelaskan mengenai alasan -- alasan seorang individu melakukan tindakan penipuan atau fraud.
Teori ini diperkenalkan dan dipopulerkan oleh John Peter atau dikenal juga sebagai Jack Bologne, dalam bukunya yang berjudul "Fraud Auditing and Forensic Accounting: New Tools and Techniques" (1993). Nama dari teori ini, yaitu GONE, sebenarnya merupakan singkatan dari empat elemen yang menjadi dasar teori tersebut, yakni greed (keserakahan), opportunity (kesempatan), needs (kebutuhan), dan exposures (pengungkapan). Apabila sebuah negara dapat meminimalisir salah satu saja, dari empat elemen tersebut, maka persentase terjadinya kecurangan atau fraud akan menurun.
- Greed (keserakahan)
Menurut Bologne (1993), keserakahan atau greed, merupakan suatu hal yang berkatian dengan adanya perilaku serakah yang kemungkinan besar, ada dalam setiap diri masing -- masing orang. Sifat keserakahan ini cenderung menuntut suatu individu atau seseorang untuk memenuhi kebutuhannya secara berlebihan. Padahal jika dipikir -- pikir kembali, ia tidak memerlukannya. Keserakahan merupakan suatu keinginan berlebihan dalam memperoleh atau memiliki sesuatu melebihi dari apa yang dibutuhkan atau diinginkan, biasanya hal ini berkaitan erat dengan hal -- hal yang berbau kekayaan material. Tiap -- tiap orang berpotensi menjadi pribadi yang serakah, karna sudah menjadi hal umum, bahwa manusia itu tidak pernah puas. Maka dari itu, keserakahan berhubungan dengan kualitas moral seseorang.
- Opportunity (kesempatan)
Kesempatan, merupakan sebuah faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban pembuatan fraud atau kecurangan. Jadi kesempatan ini memiliki keterkaitan dengan keadaan tertentu dari suatu organisasi, instansi, atau masyarakat sehingga membuka celah bagi seseorang untuk melakukan tindakan kecurangan atau fraud. Kesempatan ialah sebuah situasi atau keadaan yang memungkinkan, dimana seseorang dapat melakukan tindakan kecurangan serta terhindar dari konsekuensi dari tindakan yang diperbuatnya. Kesempatan ini dapat berupa sistem pengendalian yang lemah.
- Need (kebutuhan)
Kebutuhan, merupakan suatu hal yang memiliki keterkaitan dengan hal -- hal yang dibutuhkan oleh suatu individu atau seseorang dalam menunjang kehidupannya secara wajar. Menurut Bologne (1993), kebutuhan merupakan faktor yang berhubungan dengan perilaku yang ada pada diri seseorang. Faktor kebutuhan ini, biasanya tercipta apabila seseorang mendapat suatu tekanan atau desakan. Sebagai contoh, seorang mahasiswa mendapat desakan atau tekanan dari lingkungan keluarga atau kampus untuk mendapatkan nilai yang bagus agar lulus tepat waktu.
- Exposure (pengungkapan)
Pengungkapan, merupakan suatu faktor yang memiliki keterkaitan dengan organisasi, instansi, atau masyarakat sebagai korban dari tindakan pencurangan atau fraud. Pengungkapan berkaitan dengan suatu tindakan atau konsekuensi yang akan dikenakan terhadap pelaku kecurangan, jika pelaku tersebut tertangkap dan terbukti melakukan tindakan kecurangan atau fraud. Namun, pengungkapan ini tidak menjamin bahwa suatu tindakan kecurangan atau fraud tidak akan terulang kembali. Maka dari itu, setiap pelaku kecurangan atau fraud, harus dikenakan sanksi yang sesuai dan sepadan akan tindakannya.
Dapat disimpulkan bahwa pengungkapan bekaitan dengan kemungkinan dapat diungkapkannya suatu kecurangan dan sifat serta beratnya hukuman terhadapa pelaku kecurangan. Semakin berat hukuman yang diberikan, semakin kecil keinginan untuk melakukan tindakan kecurangan. Semakin besar kemungkinan terugkapnya suatu tindakan kecurangan, semakin kecil niat seseorang untuk melakukan tindakan kecurangan.
Apa Itu CDMA Theory? (Robert Klitgaard)
Teori CDMA diperkenalkan dan dipopulerkan oleh Robert Klitgaard. Menurut teori yang dicetuskan oleh Robert Klitgaard ini, korupsi bisa terjadi dikarnakan faktor kekuasaan (discretionary) dan monopoli (monopoly) yang tidak diimbangi dengan akuntabilitas (accountability). Robert Klitgaard berpendapat bahwa, monopoli kekuatan yang dilakukan oleh pemimpin ditambah dengan tingginya kekuasaan yang dimiliki seorang individu tanpa adanya pengawasan yang cukup atau memadai dari aparat pengawas, menyebabkan dorongan melakukan tindakan pidana korupsi yang tinggi.
- Discretionary (kekuasaan)
Diskresioner dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk memberi keputusan oleh suatu orang atau kelompok tertentu, tidak dikendalikan oleh aturan atau berkaitan dengan kekuasaan tertentu.
- Monopoly (monopoli)
Jika ditinjau secara etimologis, monopoli berasal dari bahasa Yunani, yaitu monos (sendiri) dan polein (penjual). Sehingga dapat disimpulkan bahwa monopoli adalah suatu kondisi atau keadaan di mana hanya ada satu penjual yang memasok ataupun menawarkan produk, berupa suatu barang maupun jasa-jasa tertentu. Monopoli juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana suatu bisnis hanya dikuasai oleh satu pihak saja. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), monopoli ialah pengadaan barang dagangan tertentu baik di pasar lokal maupun nasional dan sekurang -- kurangnya sepertiga dari pasar tersebut dikuasai oleh orang maupun satu kelompok. Sehingga harga dari barang tersebut dapat dikendalikan.
- Accountability (akuntabilitas)
Akuntabilitas berasal dari bahasa inggris yaitu accountability, yang berarti pertanggungjawaban. Hal ini memiliki makna keadaan untuk dipertanggungjawabkan ataupun keadaan untuk diminta pertanggungjawaban. Dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas merujuk kepada kewajiban tiap -- tiap orang, individu atau suatu kelompok dalam suatu organisasi, institusi atau masyarakat, untuk memenuhi tanggung jawab yang menjadi amanah mereka.
Korupsi Sebagai Sistem
Menurut Robert Klitgaard (1998), korupsi sebagai sistem dapat ditelaah melalui pendekatan dua poin analitis. Poin pertama, korupsi ini dapat kita representasikan sebagai sebuah formula (Disinilah tercetus teori CDMA), yaitu dengan rumus C = M + D -- A. Rumus ini memiliki arti yaitu korupsi (corruption) sama dengan monopoli (monopoly) ditambah dengan kekuasaan/kebijaksanaan (discretionary) dikurangi dengan akuntabilitas (accountability).
Baik itu sebuah kegiatan yang dilakukan dengan bersifat publik, privat, maupun nirlaba (non-profit), maupun kegiatan tersebut dilakukan di kota besar seperti Kota Jakarta, ataupun di kota kecil seperti Kota Mojokerto sekalipun, cenderung akan ditemukan tindak korupsi ketika sebuah organisasi, instansi, masyarakat atau seorang individu, memiliki kekuatan monopoli atas sejenis barang atau jasa, memiliki kekuasaan atau keleluasaan untuk memberi keputusan atas siapa saja yang akan menerimanya, serta tidak dapat dipercaya, tidak bertanggung jawab, atau kurang akan akuntabilitas.
Poin kedua, korupsi merupakan sebuah tindakan kejahatan yang didasari akan perhitungan, bukan tindakan yang didasari akan sebuah hasrat atau gairah. Memang benar, tidak dapat dipungkiri juga, bahwa orang suci yang dapat menolak semua godaan dan pejabat jujur yang tahan akan banyak hal -- hal kecurangan itu nyata adanya. Namun, ketika jumlah suap yang ditawarkan ini besar, kemungkinan tertangkap yang kecil, serta hukuman yang diterima jika tertangkap ini tidak sepadan atau kecil, pada akhirnya akan ada banyak pejabat yang menyerah dan jatuh kepada tindakan korupsi.
Maka dari itu, pemberantasan dari tindakan korupsi ini, dimulai dengan merancang sebuah sistem yang lebih baik. Kegiatan monopoli harus segera dideteksi, dikurangi, serta diatur secara seksama. Kekuasaan/kebijaksanaan dari para pejabat harus diklarifikasikan secara resmi. Tranparansi harus kembali ditingkatkan. Probabilitas dari tertangkapnya pelaku, serta hukuman yang diatur untuk pelaku tindakan korupsi (baik yang memberi, maupun yang menerima) harus ditingkatkan.
Jika kita perhatikan secara seksama, masing -- masing poin yang sudah disebutkan diatas tentang bagaimana cara memberantas tindakan korupsi ini, memperkenalkan topik yang sangat luas. Namun, jika diperhatikan secara lebih lanjut, tidak ada poin yang secara langsung mengacu kepada apa terpikirkan oleh kita ketika tindakan korupsi pertama kali disebutkan -- yaitu seperti, hukum atau undang -- undang baru, kemampuan mengontrol yang lebih, perubahan secara mental, ataupun melakukan revolusi etik.
Hukum atau undang -- undang baru, serta kemampuan mengatur/kontrol yang lebih, terbukti tidak cukup untuk memberantas korupsi, ketika sistem sebagai tempat untuk penerapan hal -- hal tersebut tidak ada. Sementara itu, kebangkitan moral memang terjadi dan benar adanya, tetapi sangat jarang, dikarenakan desain atau model dari pemimpin -- pemimpin public kita. Jika kita tidak bisa merekayasa atau menciptakan pejabat -- pejabat serta masyarakat yang tidak korup, setidaknya kita dapat memupuku persaingan, melakukan perubahan terhadap insentif, dan meningkatkan akuntabilitas kita. Secara singkatnya, kita harus memperbaiki sistem yang menjadi tempat berkembang biaknya tindakan korupsi tersebut.
Efek Dari Korupsi
Variasi dari korupsi yang berbeda -- beda memiliki efek dan resiko yang tidak sama berbahayanya. Agar lebih jelas, perhatikan hal berikut, tindakan -- tindakan korupsi melemahkan aturan main (seperti sistem peradilan, hak miliki, atau perbankan dan kartu kredit), memiliki dampak seperti hancurnya ekonomi dan menghambat pengembangan politik. Tindakan korupsi yang memungkinkan rumah sakit untuk memeras pasien agar melakukan pembayaran yang terlalu tinggi atau tidak sesuai dengan tagihan, atau pencemar lingkungan untuk mengotori sungai, memiliki dampak bagi sosial dan merusak lingkungan. Sebagai perbandingan, memberikan beberapa "uang cepat" atau sogokan agar mendapat akses yang lebih cepat ke pelayanan public dan terlibat dalam penyimpangan -- penyimpangan ringan dalam pembiayaan kampanye memiliki dampak kerusakan yang kecil.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa tingkatan korupsi juga penting. Sebagian besar dari sistem dapat bertahan dari beberapa tingkatan korupsi, dan tidak menutup kemungkinan bahwa jika sistem yang didapat benar -- benar buruk, dapat diperbaiki oleh korupsi. Namun, yang perlu diwaspadai adalah ketika korupsi sudah menjadi norma disekitar kita, hal ini memiliki efek yang melumpuhkan. Korupsi yang sistematis dapat membuat penetapan dan pemeliharaan aturan permainan yang dapat diterima secara internasional menjadi tidak mungkin, dan merupakan salah satu alasan utama dari sekian banyaknya penyebab, mengapa sebagian dari dunia yang paling tidak berkembang, tetap seperti itu.
Mengapa Fraud dan Korupsi Dapat Terjadi?
Dilansir dari Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud internal dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:
- Fraud terhadap aset. Secara singkat, ini dapat diartikan sebagai tindakan penyalahgunaan aset organisasi atau institusi, baik digunakan demi kepentingan pribadi tanpa adanya izin ataupun dicuri. Fraud jenis ini dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:
1) Cash Misappropriation, atau penyalahgunaan terhadap uang kas. Contohnya, penggelapan dana kas, mencuri cek, atau memainkan nota kosong.
2) Non-cash Missapropriation, atau dapat kita artikan sebagai penyalahgunaan akan fasilitas institusi atau organisasi (non kas). Contohnya, menggunakan kendaraan kantor demi kepentingan pribadi.
- Fraud terhadap laporan keuangan. Ini dapat diartikan sebagai tindakan yang membuat laporan -- laporan keuangan menjadi tidak semestinya. Contoh tindakan nya ialah sebagai berikut:
1) Memainkan nota kosong
2) Menciptakan bukti transaksi palsu
3) Mempraktekkan metode akuntansi tertentu yang tidak kosisten atau semestinya sehingga menyebabkan laba menjadi naik atau menurun
4) Mengakui suatu transaksi menjadi lebih besar atau menjadi lebih kecil dari yang seharusnya
- Korupsi, menurut ACFE, korupsi dapat dibagi menjadi 2 macam kelompok, yaitu:
1) Conflict of interest. Ini dapat diartikan sebagai konflik kepentingan, yaitu konflik atau benturan akan kepentingan seseorang. Contoh dari konflik kepentingan ini ialah, misalnya seseorang di perusahaan (baik staff atau manajer) memiliki hubungan spesial dengan suatu pihak diluar institusi, apabila institusi memiliki suatu rencana yang dapat menyebabkan hubungan antara seseorang yang memiliki hubungan dengan pihak diluar tadi merenggang sehingga ia tidak akan mendapat keuntungan lagi, ia akan melakukan berbagai cara agar rencana institusi tersebut gagal. Biasanya tindakan -- tindakan seperti ini disebut dengan istilah kolusi dan nepotisme.
2) Briberies and excoriation. Ini dapat diartikan sebagai tindakan suap menyuap. Tindakan -- tindakan yang sejenis dengan ini diantaranya yaitu menerima "komisi" yang tidak resmi atau illegal, melakukan kolusi, atau membocorkan rahasia organisasi atau institusi sehingga ia menerima keuntungan atas itu.
Selain itu, terdapat 6 karakteristik -- karakteristik yang menjadi dasar korupsi, yaitu sebagai berikut:
- Suap (bribery), dapat diartikan sebagai memberi uang atau pembayaran dalam bentuk yang lain, yang diberikan atau diambil yang terjadi dalam sebuah tindakan korupsi.
- Penggelapan (embezzlement), dapat diartikan sebagai suatu tindakan pengambilan paksa atau pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pejabat atau orang yang diutus untuk mengelolanya.
- Penipuan, dapat diartikan sebagai tindakan kejahatan yang dilakukan dengan melibatkan manipulasi informasi, tindakan tipu daya, atau kebohongan.
- Pemerasan (extortion), dapat diartikan sebagai tindakan mengambil uang atau barang (sumber daya) yang dilakukan secara paksa dengan menggunakan kekerasan atau ancaman baik fisik maupun mental. Tindakan ini biasanya berhubungan erat dengan kekuasaan.
- Favoritisme, dapat diartikan sebagai suatu kecendrungan memberikan perlakuan istimewa terhadap orang atau kelompok tertentu sehingga diuntungkan, yang dilakukan oleh seseorang, baik pejabat atau politisi.
- Nepotisme, ini dapat diartikan sebagai bentuk khusus dari favoritsme, yaitu mengalokasikan kontrak berdasarkan hubungan kekerabatan atau persahabatan.
Tindakan fraud atau korupsi tidak terjadi secara semata -- mata begitu saja, terdapat banyak faktor -- faktor atau alasan -- alasan yang mempengaruhi seseorang sebelum melakukan tindakan fraud atau korupsi tersebut, faktor -- faktor tersebut ialah sebagai berikut:
- Adanya tekanan yang mengharuskan seorang individu untuk memeuhi kebutuhannya atau kebutuhan kerabat lain (biasanya kerabat dekat seperti keluarga)
- Hanya untuk mendapatkan keuntungan semata dengan waktu yang singkat
- Tidak menganggap atau tidak sadar jika yang dilakukan oleh nya itu termasuk kedalam sebuah tindakan fraud atau korupsi
- Lingkungan sekitar, baik lingkungan kerja, keluarga, atau lingkungan pertemanan. Contoh, lingkungan kerja yang terbiasa dengan suap, lambat laun karyawan baru akan menganggap suap adalah hal yang biasa dilakukan; lingkungan keluarga yang materialistis akan menganggap bahwa material itu adalah segalanya diatas segalanya; lingkungan pertemanan yang tergolong hedon atau mengagungkan barang -- barang mewah, pakaian -- pakaian mewah, akan menganggap bahwa seseorang yang berpakaian sederhana itu orang yang kuno, kucel, kolot, dan dipandang rendah.
- Pengaruh sifat pribadi seseorang atau personal attitude. Ibaratnya, berlian yang dilempar ke kubangan lumpur pun, tidak akan hilang jati diri dan nilai nya sebagai sebuah berlian. Maksudnya, seseorang yang jujur, ditempatkan dimanapun akan berperilaku jujur, meski lingkungan sekitarnya didominasi oleh pembohong. Namun, hal ini umumnya didasar oleh keyakinan dan keimanan yang sangat kokoh.
- Pengaruh sistem administrasi. Sistem administrasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau usaha unutk mengarahkan semua kegiatan dalam mencapai suatu tujuan dengan memanfaatkan sumber daya manusia serta sarana prasarana. Sistem administrasi yang kurang maskimal akan menciptakan celah sehingga akan mendorong pelaku untuk melakukan tindakan fraud atau korupsi.
- Ketidakstabilan ekonomi suatu negara. Ketidakstabilan ini akan menyebabkan nilai mata uang suatu negara menjadi turun sehingga lebih rendah daripada nilai mata uang kebanyakan negara, yang akan menyebabkan kenaikan hal -- hal lain (seperti barang pokok). Hal ini akan mendorong suatu tindakan korupsi terjadi demi memenuhi kebutuhan.
- Ketidakstabilan politik dan demokrasi sebagai proksi dari faktor politik.
- Kebiasaan tolong menolong yang tidak sesuai dengan tempatnya. Memang betul, sifat tolong menolong itu adalah hal yang baik. Namun, apabila dilakukan pada tempat yang tidak semestinya, ini akan berdampak buruk. Misalnya jika tindakan ini dilakukan kepada seorang tersangka hanya karena ia memiliki hubungan pertemanan dengan seorang polisi, maka ini sudah termasuk nepotisme.
- Kebiasaan memanfaatkan celah prosedur. Biasanya, dan sudah semestinya didalam kegiatan -- kegiatan atau aktivitas -- aktivitas yang dilakukan dalam sebuah instansi atau organisasi memiliki prosedur. Namun, apabila suatu prosedur memiliki celah, ini akan mendorong pelaku untuk melakukan tindakan fraud atau korupsi, sehingga memberi keuntungan pada pelaku, tetapi menyebabkan kerugian pada instansi atau organisasi.
- Kebiasaan menyiasati sistem dan birokrasi. Memang sekilas hal ini mirip dengan faktor yang diatas, namun ini dikarenakan mereka memang berkaitan. Pembeda diantaranya ialah, biasanya faktor yang disebutkan sebelumnya dilakukan oleh petinggi. Sementara itu, faktor ini dilakukan oleh staf -- staf.
- Kelemahan dalam penerapan perundang -- undangan. Kelemahan dalam peraturan perundang -- undangan akan mendorong terjadi nya tindakan fraud atau korupsi untuk terjadi. Kelemahan -- kelemahan tersebut biasanya berupa peraturan yang kurang disosialisasikan, kualitas yang kurang memadai, sanksi yang ringan, tidak kosisten, jarang dilakukan evaluasi dan revisi.
- Pengawasan yang lemah. Pengawasan dapat diartikan sebagai sebuah proses untuk menjamin tujuan sebuah organisasi atau instansi agar tercapai. Pengawasan yang lemah atau tidak efektif dapat mendorong terjadinya tindakan fraud atau korupsi. Pengawasan yang tidak efektif biasanya disebabkan karena adanya tumpeng tindih pengawasan pada berbagai instansi, kurangnya kepatuhan kepada etika hukum, atau kurangnya profesionalisme pengawasan.
Faktor -- Faktor Terjadinya Fraud (Korupsi) Ditinjau Dari GONE Theory & CDMA Theory
Jika ditinjau dengan menggunakan Teori GONE yang dikemukakan dan dipopulerkan oleh Bologna, John Peter, tindakan fraud atau korupsi terjadi dikarenakan 4 faktor, yaitu:
- Greed (Keserakahan)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sifat keserakahan ini cenderung menuntut suatu individu atau seseorang untuk memenuhi kebutuhannya secara berlebihan. Padahal jika dipikir -- pikir kembali, ia tidak memerlukannya. Keserakahan merupakan suatu keinginan berlebihan dalam memperoleh atau memiliki sesuatu melebihi dari apa yang dibutuhkan atau diinginkan, biasanya hal ini berkaitan erat dengan hal -- hal yang berbau kekayaan material.
- Opportunity (Kesempatan)
Kesempatan ialah sebuah situasi atau keadaan yang memungkinkan, dimana seseorang dapat melakukan tindakan kecurangan serta terhindar dari konsekuensi dari tindakan yang diperbuatnya.
- Need (Kebutuhan)
Faktor kebutuhan ini, biasanya tercipta apabila seseorang mendapat suatu tekanan atau desakan. Sebagai contoh, seorang mahasiswa mendapat desakan atau tekanan dari lingkungan keluarga atau kampus untuk mendapatkan nilai yang bagus agar lulus tepat waktu. Contoh lainnya ialah seorang kepala keluarga yang diharuskan untuk memenuhi kebutuhan tiap -- tiap anggota keluarganya.
- Exposure (Pengungkapan)
Pengungkapan berkaitan dengan suatu tindakan atau konsekuensi yang akan dikenakan terhadap pelaku kecurangan, jika pelaku tersebut tertangkap dan terbukti melakukan tindakan kecurangan atau fraud. Namun, pengungkapan ini tidak menjamin bahwa suatu tindakan kecurangan atau fraud tidak akan terulang kembali.
Jika ditinjau dengan menggunakan teori CDMA yang dikemukakan dan dipopulerkan oleh Robert Klitgaard, ia memformulasikan tindakan korupsi menjadi sebuah rumus yaitu:
C = D + M -- A
Maksud dari rumus tersebut ialah, korupsi (corruption) dapat terjadi dikarenakan adanya faktor faktor kekuasaan (discretionary) dan monopoli (monopoly) yang tidak diimbangi dengan akuntabilitas (accountability). Discretionary adalah kemampuan untuk memberi keputusan oleh suatu orang atau kelompok tertentu, tidak dikendalikan oleh aturan atau berkaitan dengan kekuasaan tertentu. Monopoly pengadaan barang dagangan tertentu baik di pasar lokal maupun nasional dan sekurang -- kurangnya sepertiga dari pasar tersebut dikuasai oleh orang maupun satu kelompok. Accountability adalah kewajiban tiap -- tiap orang individua tau suatu kelompok dalam suatu organisasi, institusi atau masyarakat, untuk memenuhi tanggung jawab yang menjadi amanah mereka.
Bahaya Korupsi Terhadap Berbagai Pihak
- Bahaya Dari Korupsi Terhadap Pihak Masyarakat dan Individu
Tindakan tidak terpuji yang biasa kita sebut korupsi ini, bersifat selayaknya racun. Apabila tidak segera diatasi, maka racun tersebut akan menyebar dan menghancurkan semuanya. Apa yang akan terjadi apabila korupsi sudah menjadi hal yang biasa dan merajalela di masyarakat? Tentu saja segala sesuatu yang ada pada masyarakat itu, baik dari sistem sosial atau tatanannya, bahkan masyarakat itu sendiri pun akan mengalami kehancuran. Tak akan ada lagi yang dinamakan dengan kerja sama atau persaudaraan yang tulus. Tiap -- tiap individu dalam masyarakat tersebut akan menjadi egois dan hanya mementingkan diri sendiri.
Sudah banyak sekali penelitian -- penelitian yang dilakukan di berbagai negara serta dukungan -- dukungan teoritik oleh para saintis sosial yang merujuk kepada sebuah kesimpulan, yaitu korupsi ini memiliki pengaruh yang negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi ini menyebabkan pelebaran jarak yang jauh antar kelas sosial. Sehingga muncul perbedaan yang tajam antar kelompok -- kelompok sosial dan individu seperti hal nya dari segi pendapatan, kekuasaan, prestis, dan hal -- hal lainnya.
Korupsi ini juga memiliki dampak negatif terhadap nilai -- nilai atau standar moral yang tertanam dalam masyarakat serta interlektual masyarakat. nilai -- nilai kemulyaan akan hilang. Apabila korupsi sudah meralela dalam masyarakat, ia akan menciptakan sikap -- sikap keegoisan, ketamakan, sifat sinis didalam masyarakat. Setiap orang atau individu akan menempakatkan kepentingan dirinya diatas segala -- galanya, dan hanya akan peduli semata -- mata tentang dirinya saja. Apabila kondisi masyarakat sudah terlanjur menjadi seperti ini, tidak akan ada lagi keinginan masyarakat untuk berbuat baik sehingga perkembangan masyarakat akan menjadi turun, bahkan mungkin hilang.
- Bahaya Dari Korupsi Terhadap Pihak Generasi Muda
Bayangkan saja, betapa suram jadinya bangsa ini nanti, apabila generasi muda kita sudah terbiasa dengan yang namanya korupsi. Ini merupakan salah satu efek jangka panjang yang paling berbahaya dari korupsi. Masyarakat yang sudah terbiasa dengan korupsi, anak -- anak mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang memiliki sifat tidak jujur dan tidak bertanggung jawab. Mereka akan menganggap korupsi adalah hal yang sudah lumrah bahkan budaya. Maka dari itu, pentingnya menanamkan pikiran bahwa korupsi itu adalah hal yang tidak baik kepada anak -- anak kita, dimulai dari instansi yang pertama kali mereka kenal, yaitu keluarga.
- Bahaya Dari Korupsi Terhadap Pihak Politik
Apa yang akan terjadi, apabila pemimpin yang diutus untuk memimpin sebuah masyarakat, ternyata meraih kekuasaan tersebut dengan hal yang kita sebut korupsi? Tentu saja masyarakat tidak akan menganggap mereka, dan mereka akan terlihat tidak becus di mata publik. Masyarakat yang kecewa akan pemimpinnya, akan menjadi tidak patuh atau bahkan memberontak terhadap otoritas mereka. Praktik dari korupsi yang terjadi di bidang politik, contohnya seperti pemilu yang curang, akan merusak demokrasi. Ini dikarenakan, biasanya pemimpin yang meraih kekuasaan nya dengan korupsi, untuk mempertahankan kepemimpinannya, ia akan menjadi pemimpin yang otoriter atau bahkan menyebarkan kembali korupsi itu menjadi luas lagi di masyarakat.
Korupsi yang terjadi di dalam politik akan menyebabkan terjadinya pertengkaran dan pertentangan antara anggota politik dengan masyarakat. Sehingga akan menyebabkan ketidakstabilan politik dan sosial. Bukannya tidak mungkin, bahwa hal ini akan berujung pada kejatuhan kekuasaan yang tidak terhormat.
- Bahaya Dari Korupsi Terhadap Ekonomi Bangsa
Tak dapat dipungkiri, bahwa korupsi merusak segala hal yang disentuh olehnya, tak luput juga dengan ekonomi suatu bangsa. Bayangkan saja, apabila ada suatu proyek bangsa yang berhubungan dengan ekonomi, namun hal tersebut dilakukan dengan adanya praktek korupsi, seperti penyuapan, nepotisme, atau penggelapan dana dalam pelaksanaannya, maka sudah dapat dipastikan bila hasil dari proyek tersebut akan tidak maksimal atau bahkan tidak ada sama sekali. Hal ini akan berdampak menurunkan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Sehingga masyarakat yang ada di dalam nya akan menjadi sengsara.
- Bahaya Dari Korupsi Terhadap Birokrasi
Sebuah birokrasi memiliki prinsip dasar yaitu rasional, efisien, serta berkualitas. Namun, apabila korupsi sudah menjangkiti birokrasi, dalam segala macam bentuknya, sudah dapat dipastikan prinsip -- prinsip yang mendasari birokrasi tersebut tidak akan terlaksana, bahkan menjadi hilang.
Ini akan berdampak kepada kekecewaan publik dan menyebabkan keresahan dan ketidaksetaraan sosial. Karena yang mendapatkan pelayanan dari birokrasi ini hanya orang -- orang yang bersedia dan mampu membayar lebih atau menyuap, yang notabene nya orang -- orang ini adalah orang -- orang yang berpunya. Jika hal ini sudah berlangsung panjang, maka akan menyebabkan kemarahan publik yang berujung pada penurunan paksa para birokrat.
Hambatan -- Hambatan Dalam Pelaksanaan Pemberantasan Korupsi
Tentu saja dalam melakukan pemberantasan korupsi bukanlah suatu hal yang mudah. Ini dibuktikan dengan tetap munculnya korupsi, baik di masyarakat atau di bidang pemerintahan, meskipun sudah dilakukan berbagai upaya untuk memberantasnya. Hambatan -- hambatan dalam pemberantasan korupsi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi berikut:
- Hambatan Struktural
Hambatan struktural ini maksudnya adalah hambatan -- hambatan yang berasal dari praktik -- praktik penyelenggaraan negara serta pemerintahan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan dengan semestinya. Contoh dari hambatan struktural ini ialah, pengajuan dana yang tidak semestinya dan berlebihan, yang dilakukan oleh instansi sektoral atau institusional, dan mereka berusaha menutup -- nutupi penyimpangan tersebut di sektor dan instansi yang memiliki keterkaitan.
- Hambatan Kultural
Sesuai dengan namanya, hambatan kultural adalah hambatan -- hambatan dalam pemberantasan korupsi yang berasal dari kultur, budaya, atau kebiasaan -- kebiasaan negatif yang berkembang di masyarakat. Contoh dari hambatan ini adalah sikap masa bodoh atau acuh tak acuh di dalam masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi; sikap sungkan atau toleran yang berlebihan dan tidak pada tempatnya di antara para aparatur pemerintahan sehingga menghambat penanganan tindakan korupsi.
- Hambatan Instrumental
Hambatan instrumental adalah hambatan yang berasal dari kurang lengkap nya instrumen pendukung dalam bentuk peraturan perundang -- undangan yang menyebabkan penanganan tindakan korupsi menjadi berjalan dengan tidak semestinya. Contoh dari hambatan instrumental ini diantaranya adalah peraturan yang tumpeng tindih sehingga menimbulkan celah untuk melakukan tindakan korupsi; penegakan hukum yang lemah dalam penanganan korupsi; belum ada suatu alat identifikasi yang berlaku bagi segala keperluan masyarakat sehingga mampu memperkecil celah bagi pelaku untuk melakukan tindakan korupsi.
- Hambatan Manajemen
Hambatan manajemen adalah hambatan -- hambatan dalam pemberantasan korupsi yang berasal dari prinsip -- prinsip manajemen, yaitu komitmen yang tinggi, adil, transparan, serta akuntabel, yang diabaikan dan tidak dilaksanakan sehingga penanganan tindakan pemeberantasan korupsi tidak berjalan dengan semestinya. Contoh dari hambatan manajemen ini diantaranya adalah kurangnya dukungan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan; kurangnya komitmen manajemen dalam menindaklanjuti hasil pengawasan; kurang profesionalnya sebagian besar aparat pengawasan dan lain sebagainya.
Strategi Antikorupsi
Memperbaiki sebuah sistem yang sudah cacat bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Namun, contoh yang sukses melakukannya itu ada, dan dapat dipecah menjadi beberapa poin atau tema umum seperti berikut,
- Hukum Pelanggar -- Pelanggar Besar
Ketika sudah ada budaya melakukan tindakan korupsi tanpa mendapatkan hukuman, mengincar dan menghukum tokoh -- tokoh koruptor besar merupakan satu -- satunya cara untuk mulai menghentikan budaya tersebut. Pemerintah harus dengan segera mengidentifikasi penghindar pajak besar, pemberi suap besar, dan penerima suap pemerintahan tingkat tinggi. Ibaratnya, "tangkaplah tikus -- tikus yang besar telebih dahulu."
- Libatkan Masyarakat Dalam Mendiagnosis Sistem Yang Korup
Kampanye yang sukses melawan korupsi adalah kampanye yang melibatkan masyarakat. Mengapa demikia? Karena jika mereka dimintai pendapat, masyarakat merupakan sumber informasi yang bagus tentang dimana saja tindakan korupsi terjadi. Cara -- cara untuk berkonsultasi dengan mereka termasuk melakukan survei klien yang sistematis, membentuk sebuah badan pengawasan warga negara untuk lembaga -- lembaga publik, melibatkan organisasi -- organisasi professional, berkonsultasi dengan dewan desa dan kabupaten, serta menggunakan hotline telepon, acara radio, dan program pendidikan. Orang -- orang serta kelompok bisnis harus berpartisipasi dengan perlindungan anonimitas dalam studi tentang bagaimana sistem pengadaan, kontrak, dan sejenisnya yang korup dalam bekerja. Studi seperti demikian akan memberikan tekanan kepada sistem, melainkan individu.
- Fokus Pada Pencegahan Dengan Memperbaiki Sistem Yang Korup
Upaya antikorupsi yang berhasil ialah upaya yang memperbaiki sistem yang korup. Biasanya, ini menggunakan rumus seperti C = M + D -- A untuk melakukan "penilaian kerentanan" terhadap institusi -- institusi atau organisasi -- organisasi public maupun swasta yang tersebar di masyarakat. Namun tentu saja, mengurangi korupsi bukan lah satu -- satunya hal yang harus diperhatikan. Misalnya, jika begitu banyak uang dihabiskan untuk menyerang korupsi dan begitu banyak birokrasi yang dibuat sehingga biaya dan kerugian dalam efisiensi malah lebih besar daripada manfaat yang diterima dari pengurangan korupsi itu sendiri, upaya tersebut malah akan menjadi boomerang atau kontraproduktif. Cara -- cara dimana negara -- negara bisa mendesain strategi antikorupsi dengan efektif ialah dengan mengubah "agen" yang melakukan aktivitas -- aktivitas publik; mengubah insentif dari agen -- agen tersebut dan warga negara; mengumpulkan informasi dengan tujuan untuk menaikkan probabilitas terdeteksi nya korupsi dan dihukum; mengubah hubungan antar agen dan warga negara serta tingkatkan sanksi atau konsekuensi sosial dari korupsi. Kita harus bisa melihat manfaat yang diduga, begitu juga dengan kemungkinan -- kemungkinan biaya yang diperlukan dari kegiatan antikorupsi dalam tiap -- tiap kasus.
- Reformasi Insentif
Upah sector publik yang rendah, bahkan sebuah keluarga tidak dapat bertahan hidup dengan gaji pegawai biasa, banyak terjadi di negara -- negara. Lebih dari itu, ukuran keberhasilan seringkali kurang dari sector publik, sehingga apa yang diperoleh pejabat -- pejabat seringkali tidak terkait dengan apa yang mereka hasilkan. Maka, sudah bukan pertanyaan jika korupsi berkembang dan tumbuh subur dalam kondisi tersebut. Untungnya, diseluruh dunia, eksperimen baik pada sektor publik maupun sektor swasta menekankan pengukuran kinerja dan perombakan skema gaji. Menurut Klitgaard (1995), memerangi korupsi hanyalah salah satu bagian dari upaya yang lebih luas lagi yang dapat disebut sebagai penyesuaian institusional, atau penataan kembali daripada informasi dan insentif secara sistematis di Lembaga publik dan swasta. Penyesuaian secara institusional merupakan hal besar berikutnya dalam agenda pembangunan/pengembangan.
- Mendesain Ulang Pelayanan Publik
Terutama pada sektor -- sektor atau bidang -- bidang yang berhubungan langusng dengan kegiatan pelayanan kepada masyarakat sehari -- harinya. Hal ini bertujuan untuk memberikan pelayanan publik yang professional, berkualitas, tepat waktu, dan tentunya bebas dari praktik korupsi agar bisa dinikmati oleh masyarakat luas. Sehingga fasilitas pelayanan masyarakat yang disediakan dapat dinikmati secara merata, tanpa menyebabkan kecemburuan dalam masyarakat karna hanya masyarakat "berpunya" saja yang menikmati.
- Memperkuat Transparansi, Pengawasan, dan Sanksi
Dengan memperkuat transparansi, pengawasan, dan sanksi, khususnya pada kegiatan -- kegiatan yang berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya manusia, bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintah dalam pengelolaan sumber daya negara dan sumber daya manusia. Adanya transparansi informasi, hal ini akan memberikan kesempatan yang lebih bagi masyarakat luas untuk dapat mengambil patisipasi di bidang ekonomi tersebut.
- Meningkatkan Pemberdayaan Perangkat -- Perangkat Pendukung
Meningkatkan pemberdayaan perangkat -- perangkat yang berguna dalam dukungan pemberantasan tindakan korupsi bertujuan untuk memperkuat budaya hukum serta menegakkan prinsip aturan hukum. Tujuan lainnya yaitu pemberdayaan masyarakat dalam proses pemberantasan tindakan korupsi.
- Memberitahu Masyarakat Tentang Pelaku Korupsi
Dikalangan koruptor, sudah terkenal istilah yang berbunyi "penjara mewah". Maksud dari hal ini adalah, para pelaku korupsi yang tertangkap seperti tidak mendapatkan perbedaan fasilitas, baik di dalam atau di luar penjara. Hal ini memungkinkan karena para pelaku korupsi yang tertangkap tersebut bisa membayar atau menyuap pihak -- pihak tertentu untuk mendapatkan fasilitas -- fasilitas tertentu di dalam penjara. Maka dari itu, hanya menjebloskan mereka ke penjara saja dirasa tidak cukup. Solusi lain yang bisa dilakukan adalah dengan memberi tahu masyarakat melalui media massa, akan apa yang dilakukan para pelaku tersebut sehingga mereka mendapatkan sanksi sosial. Pencabutan hak kekuasaan juga dapat dilakukan sehingga mereka cepat jera.
- Penegakan Hukum Yang Satu Tujuan
Penegakan hukum yang dilakukan harus secara terpadu yang berdasarkan akan satu tujuan, selayaknya dalam hal pemberantasan korupsi. Untuk menciptakan hal ini, orang -- orang atau SDM yang digunakan sebagai penegak hukum haruslah berasal dari orang -- orang pilihan yang mempunyai integritas tinggi.
Bagaimana Tindakan fraud atau Korupsi Itu Terjadi? (Contoh Kasus)
Pada contoh kasus kali ini, saya mengambil kasus korupsi Johnny G Plate, yaitu mantan Menteri Komunikasi dan Informatika RI. Dilansir dari Detik News, pria kelahiran 10 September 1956 yang bernama Johnny Gerard Plate atau yang biasa di kenal dengan Johhny G Plate terakhir menjabat sebagai Menkominfo RI periode 2019 -- 2024. Namun beliau terseret kasus korupsi menara BTS (Base Transceiver Station).
Dilansir dari Kompas TV, menurut Mahmud MD, proyek tersebut memiliki anggaran sebesar 28 triliun rupiah pada tahun 2020 dengan target menara BTS yang akan dibangun sebanyak 1200 menara. Namun, pada kenyataannya hanya ada 900-an menara yang dibangun. Menurut BPKP Muhammad Yusuf Ateh, ia mengungkapkan bahwa hasil perhitungan jumlah kerugian yang dialami negara ialah sebesar 8 trilliun rupiah. Sebenarnya motif korupsi ini sangat sederhana, yaitu proyek pembangunan menara BTS, namun akhirnya mangkrak; adanya penggelembungan dana; adanya konsultan yang ternyata fiktif.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 16 Maret 2022 -- 2021. Dalam laporan tersebut diketahui bahwa Johnny G Plate memiliki total harta kekayaan yang bernilai sebesar Rp 191.236.409.092 (miliar). Harta kekayaan tersebut terdiri dari tanah dan bangunan di 46 lokasi di wilayah Depok, Jakarta Selatan, Kota Manggarai, Jakarta Timur, dan Cilegon; alat tansportasi Toyota Alphard serta Mitsubishi Colt Truck; surat berharga serta harta bergerak lainnya.
Apabila kita mengkaji kasus korupsi Johnny G Plate mengenai menara BTS ini dengan menggunakan kacamata GONE theory, maka seperti berikut:
- Greed (Keserakahan)
Faktor tindakan korupsi atau fraud yang di kemukakan oleh Bologne, John Peter ialah keserakahan. Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya di atas, Johnny G Plate memiliki kekayaan sebesar 191 miliar lebih. Namun, meski memiliki harta sebanyak itu, ia masih melakukan korupsi. Ini menunjukkan bahwa adanya faktor keserakahan dalam kasus tersebut.
- Opportunity (Kesempatan)
Kedua, yaitu kesempatan. Kesempatan atau celah dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh jabatan atau kekuasaan. Ini selaras dengan jabatan yang dimiliki Johnny G Plate pada saat itu, sehingga ia memiliki celah untuk melakukan korupsi.
- Need (Kebutuhan)
Ketiga, yaitu kebutuhan. Faktor ini memiliki keterkaitan dengan seseorang atau individu untuk menunjang kehidupannya. Seseorang yang serakah tidak akan pernah merasa cukup akan apapun, termasuk dari segi materi. Hal ini menjadi salah satu penyebab dari mengapa Johnny G Plate melakukan tindakan korupsi.
- Exposure (Pengungkapan)
Keempat, yaitu pengungkapan. Hal ini berhubungan dengan tindakan, sanksi, atau konsekuensi yang akan dikenakan kepada pelaku dari tindakan korupsi, apabila mereka terbukti melakukan tindakan tersebut. Pada kasus kali ini, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan Kejaksaan Agung, terdapat cukup bukti yang sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Johnny G Plate terlibat kasus korupsi tersebut.
Apabila kita mengkaji kasus korupsi Johnny G Plate mengenai menara BTS ini dengan menggunakan kacamata CDMA theory, teori yang diungkapkan oleh Robert Klitgaard ini berbunyikan rumus terjadinya korupsi yaitu C = D + M -- A.
- Discretionary (Kekuasaan)
Diskresioner ini dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk memberi keputusan oleh suatu orang atau kelompok tertentu. Hal ini selaras dengan keaadaan Johnny G Plate sebelum menjadi tersangka, yaitu menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika. Maka, hal ini memberikan beliau kemampuan untuk melakukan korupsi.
- Monopoly (Monopoli)
Monopoli adalah suatu kegiatan mengontrol pasar atau produk berbentuk barang atau jasa sehingga hanya salah satu pihak saja yang diuntungkan. Pada kasus kali ini Johnny G Plate mengontrol program proyek menara BTS yang dibawah kekuasaannya agar ia mendapatkan keuntungan dari hal tersebut.
- Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas merujuk kepada kewajiban tiap -- tiap orang, individu atau suatu kelompok dalam suatu organisasi, institusi atau masyarakat, untuk memenuhi tanggung jawab yang menjadi amanah mereka. Pada kasus kali ini, Johnny G Plate tidak memiliki akuntabilitas dikarenakan ia tidak bertanggung jawab terhadap jabatannya, yaitu sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika.
DAFTAR PUSTAKA
Klitgaard, Robert. 1998. International Cooperation Against Corruption. Finance & Development. 35(1). 3 -- 6.
Bologna, Jack dkk. 2006. Fraud Auditing and Forensic Accounting: Third Edition. New Jersey: John Wiley & Sons.
Kingsley, K. 2015. Fraud and Corruption Practices in Public Sector: The Cameroon Experience. Research Journal of Finance and Accounting. 6(4). 204 -- 205.
Naya, J., Yanti, H. 2020. MENDETEKSI KECURANGAN MELALUI TEORI GONE MENURUT PERSEPSI AUDITOR EKTERNAL DENGAN PENGALAMAN KERJA SEBAGAI VARIABEL MODERASI. Prosiding Seminar Nasional Pakar. 2 -- 5.
Aprilianti, Lili dkk. 2019. Factor Influencing Corruption Actions with Parliamentary Behavior as Moderating Variables (Polewali Mandar Regency DPRD Study). Advances in Economics, Business and Management Research (AEBMR). 92(3). 15 -- 18.
Isgiyata, J., Indayani., Budiyoni, E. 2018. Studi Tentang Teori Gone dan Pengaruhnya Terhadap Fraud Dengan Idealisme Pimpinan Sebagai Variabel Moderasi: Studi Pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintahan. Jurnal Dinamika Akuntansi dan Bisnis. 5(1). 31 -- 35.
Ka'bah, R. 2007. KORUPSI DI INDONESIA. Jurnal Hukum dan Pembangunan. 37(1). 78 -- 79.
Pustha, F., Fauzan, A. 2021. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCEGAHAN DAN UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI. Jurnal Manajemen Pendidikan dan Ilmu Sosial. 2(2). 581 -- 584.
Arifin, R., Syariefudin, I., Holish, A. 2021. Tindak Pidana Korupsi di Masa Pandemi Covid-19 dan Dampaknya Terhadap Pemenuhan Hak Asasi Manusia. Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang. 7(1). 242 -- 247.
Dinata, R., Irianto, G., Mulawarman, A. 2018. MENYINGKAP BUDAYA PENYEBAB FRAUD: STUDI ETNOGRAFI DI BADAN USAHA MILIK NEGARA. Jurnal Economia. 14(1). 80 -- 86.
Ristiyana, Rida dkk. 2023. ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA FRAUD PADA PERBANKAN DI ERA NEW NORMAL. Jurnal Akuntansi dan Pajak. 23(2). 3 -- 4.
Suryana, A., Sadeli, D. 2015. Analisis Faktor -- Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Fraud. Jurnal Riset Akuntansi dan Perpajakan. 2(2). 128 -- 133.
Hariyani, H., Priyarsono, D., Asrama, A. 2016. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KORUPSI DI KAWASAN ASIA PASIFIK. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan. 5(2). 33 -- 36.
Setiadi, W. 2018. KORUPSI DI INDONESIA (Penyebab, Bahaya, Hambatan dan Upaya Pemberantasan, Serta Regulasi). Jurnal Legislasi Indonesia. 15(3). 249 -- 254.
Aprilia, S., Islauddin. 2019. PERSEPSI TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KORUPSI (STUDI PADA SKPD DI KOTA BANDA ACEH). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi. 4(2). 281 -- 282.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H