Mohon tunggu...
Yuntha Bimantara
Yuntha Bimantara Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswa Magister, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara

Asisten Riset Penelitian Mangrove Monitoring Extent Service, What is Controlling Tipping Points? Alumni S1 Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Studi Etnobotani, Pemanfaatan Tumbuhan Obat Dalam Menjaga Imunitas di Tengah Pandemi

2 Mei 2020   02:32 Diperbarui: 2 Mei 2020   02:48 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Indonesia dikenal sebagai sumber bahan baku obat-obatan tropis yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai macam penyakit. Tumbuhan obat adalah seluruh jenis tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat. Tumbuhan obat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yakni 

1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu: jenis tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. 

2. Tumbuhan obat modern, yaitu: jenis tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.

 3. Tumbuhan obat potensial, yaitu: jenis tumbuhan obat yang diduga mengandung senyawa atau bahan aktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah atau penggunaannya sebagai obat tradisional sulit ditelusuri.

Penggunaan tumbuhan sebagai obat tradisional juga semakin banyak diminati oleh masyarakat karena telah terbukti bahwa obat yang berasal dari tumbuhan lebih menyehatkan. Tumbuhan-tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional juga tidak menimbulkan adanya efek samping jika dibandingkan dengan obat-obatan yang berasal dari bahan kimia. Namun, yang menjadi permasalahan bagi peminat obat tradisional adalah kurangnya pengetahuan dan informasi memadai mengenai berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang biasa digunakan sebagai ramuan obat-obatan tradisional dan bagaimana pemanfaatannya. 

Dalam hal pemanfaatan tumbuhan sebagai ramuan obat-obatan, dikenal istilah etnobotani. Etnobotani secara terminologi dapat dipahami sebagai hubungan antara botani (tumbuhan) yang terkait dengan etnik (kelompok masyarakat) di berbagai belahan bumi, dan masyarakat umumnya. Etnobotani dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mendokumentasikan pengetahuan masyarakat tradisioal, masyarakat awam yang telah menggunakan berbagai macam jasa tumbuhan untuk menunjang kehidupannya. Pendukung kehidupan untuk kepentingan makanan, pengobatan, bahan bangunan, upacara adat, budaya, bahan pewarna dan lainnya.Semua kelompok masyarakat sesuai karakter wilayah dan adatnya memiliki ketergantungan pada berbagai tumbuhan, paling tidak untuk sumber pangan. Dalam kehidupan modern telah dikenal lebih dari seratus jenis tumbuhan untuk sumber makanan, tetapi sebenarnya telah dipergunakan ribuan jenis tumbuhan di berbagai belahan bumi oleh berbagai etnik. Etnobotani memiliki arti sebagai ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan tumbuh-tumbuhan yang digunakan oleh suatu etnis atau suku tertentu untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, maupun untuk obat-obatan.

Studi kasus pada tulisan ini mengenai pemanfaatan tumbuhan obat di Desa Bingkawan, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Dalam penelitian Sembiring (2019), tumbuhan obat di Desa Bingkawan sangat beragam dan dapat dijumpai pada pekarangan rumah penduduk. Masyarakat Karo di Desa Bingkawan juga memanfaatkan tumbuhan obat yang berasal dari hutan. Tumbuhan obat yang dimanfaatkan mulai dari tingkat semai sampai pohon. Tumbuhan obat yang beraneka ragam jenisnya banyak digunakan oleh masyarakat Karo sebagai obat tradisional karena memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Menurut masyarakat, tumbuhan obat yang ada di desa ini sudah dimanfaatkan sebagai obat tradisional sejak zaman dahulu.

Kearifan lokal masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan 5 bagian tumbuhan, yaitu daun, rimpang, akar, batang, dan buah. Cara masyarakat mengolah tumbuhan menjadi obat yaitu direbus, dihaluskan kemudian dicampur air matang, dihaluskan atau dikunyah kemudian diambil sarinya, direbus kemudian dijadikan air mandi atau dioleskan, dan dihaluskan kemudian ditempel pada permukaan yang sakit. Tumbuhan obat yang terdapat di Desa Bingkawan terdiri dari 32 spesies dari 24 famili. Berikut ini adalah jenis-jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat Desa Bingkawan.

1. Alpukat (Persea americana Mill.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun alpukat sebagai obat darah tinggi (hipertensi). Anggorowati dkk. (2016) pada penelitiannya menyatakan tanaman alpukat merupakan salah satu obat tradisional. Tanaman alpukat digunakan untuk mengobati sariawan, kencing batu, darah tinggi, kulit muka kering, sakit gigi dan penyakit lainnya. Daun alpukat memiliki rasa yang pahit. Daun alpukat dimanfaatkan sebagai obat karena berkhasiat sebagai diuretik, menghambat pertumbuhan beberapa bakteri, menyembuhkan darah tinggi, kencing batu dan sakit kepala.

2. Besi-besi (Justicia gandarussa)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun gandarusa sebagai obat demam. Ason dkk. (2018) pada penelitiannya menyatakan daun gandarusa dapat dimanfaatkan sebagai obat rematik, patah tulang, sakit kepala, memar, keseleo, mual, dan haid tidak teratur.

3. Bulung Besan (Eurycoma longifolia Jack)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan akar pasak bumi sebagai obat sakit perut dan darah tinggi. Silalahi dan Nisyawati (2015) pada penelitiannya menyatakan pasak bumi dimanfaatkan sebagai obat demam, malaria, sakit perut, dan penambah stamina. Bagian utama dari pasak bumi yang dimanfaatkan sebagai obat adalah daun, biji, dan akar.

4. Gagatan Harimau (Vitis gracilis BL)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun gagatan harimau sebagai obat sakit perut dan penambah tenaga. Siregar (2018) pada penelitiannya menyatakan daun gagatan harimau dimanfaatkan untuk penambah tenaga, obat sakit perut, malaria, mengganjal rasa lapar, dan diabetes.

5. Galinggang (Cassia alata L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun ketepeng cina sebagai obat gatal-gatal. Anwar (2015) pada penelitiannya menyatakan daun ketepeng cina bermanfaat sebagai obat antifungi secara tradisional. Hal ini dikarenakan kandungan bioaktif yang bersifat sebagai antifungi. Kandungan dari daunketepeng cina yang berfungsi sebagai antifungi ialah antrakuinon yang bekerja dengan cara menghambat proses pemanjangan hifa jamur.

6. Galunggung (Blumea balsamifera L.) 

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun sembung sebagai obat gula. Rahardjo (2016) pada penelitiannya menyatakan bagian tanaman sembung yang paling sering digunakan untuk pengobatan adalah daun. Sembung digunakan untuk pengobatan rematik, nyeri haid, influenza, kembung, sakit tulang, diare, sariawan, asma, kolera, sakit perut, tidak nafsu makan, nyeri dada, penyakit jantung, demam, bronkhitis, dan epitaksis. Masyarakat biasa menggunakan daun sembung untuk obat dengan cara memotong daun kecil-kecil, rebus sampai tersisa sebagian, lalu meminumnya.

7. Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun jambu biji sebagai obat sakit perut (diare). Nuryani dkk. (2017) pada penelitiannya menyatakan daun jambu biji telah banyak dimanfaatkan untuk obat diare, mencret, dan sakit kembung. Kandungan daun jambu biji adalah senyawa tanin 9-12%, minyak atsiri, minyak lemak dan asam malat.

8. Kacibeling (Strobilanthes crispus L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun keji beling sebagai obat sakit pinggang dan maag (lambung). Artanti dan Fatimah (2017) pada penelitiannya menyatakan daun keji beling (Strobilanthes crispus) memiliki kandungan polifenol, saponin, alkaloid, kalium dan kalsium. Daun keji beli juga memiliki kandungan kumarin, flavonoid, dan sterol sehingga bermanfaat sebagai bahan obat.

9. Katarak (Isotoma longiflora L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun kitolod sebagai obat sakit mata dan sakit gigi. Hapsari (2016) pada penelitiannya menyatakan tanaman kitolod memiliki khasiat sebagai obat mengatasi gangguan mata seperti katarak, mata minus serta mengobati kebutaan yang disebabkan karena glaukoma, asma, sifilis, antivirus, dan antibakteri. Daun kitolod memiliki kandungan senyawa alkaloid, saponin, flavonoida, dan polifenol.

10. Kayu Putih (Melaleuca leucadendron)
Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun kayu putih sebagai obat masuk angin dan gatal-gatal. Hariana (2009) menyatakan daun kayu putih
berkhasiat untuk menghilangkan bengkak dan nyeri (analgetika). Khasiat lain dari daun kayu putih adalah untuk obat radang usus, diare, reumatik, asma, radang kulit ekzema, insomnia dan sakit kepala. Pengobatan dapat dilakukan dengan meremas daun kayu putih kemudian diletakkan pada bagian tubuh yang sakit. Dapat juga dilakukan dengan meminum rebusan daun kayu putih.

11. Kebal Pusuh (Hedyotis corymbosa L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun rumput mutiara sebagai obat hipertensi dan gula. Sitawati (2010) pada penelitiannya menyatakan rumput mutiara mengandung dua senyawa aktif, yaitu asam ursolat dan asam uleanolat yang terbukti dapat mencegah pembelahan sel kanker. Rumput mutiara telah lama dipakai dalam pengobatan tradisional Cina, dikenal dengan nama shui xian chao.

12. Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun kumis kucing sebagai obat sakit pinggang. Dalimartha (2000) menyatakan daun kumis kucing yang
kering (simplisia) dipakai sebagai obat yang memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik) sedangkan di India untuk mengobati rematik. Masyarakat menggunakan kumis kucing sebagai obat tradisional sebagai upaya penyembuhan batuk, encok, masuk angin dan sembelit.

13. Lempuyang Wangi (Zingiber zerumbet L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun dan rimpang lempuyang sebagai obat asam urat. Silalahi (2018) pada penelitiannya menyatakan lempuyang (Zingiber zerumbet) dapat dimanfaatkan untuk obat sakit kepala, pembengkakan, pilek, bisul, luka dan kehilangan nafsu makan, mual dan bahkan ketidaknyamanan menstruasi. Hasil bioessay terhadap rizoma lempuyang menunjukkan terdapat anti-inflamantori, antimikroba, dan antianalgesik.

14. Lengkuas (Alpinia galanga L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan rimpang lengkuas sebagai obat demam. Handajani dan Purwoko (2008) pada penelitiannya menyatakan rimpang lengkuas digunakan secara tradisional untuk obat penyakit panu, kadas,bronkitis, dan reumatik. Senyawa kimia utama lengkuas adalah minyak atsiri yang tersusun atas eugenol, seskuiterpen, pinen, metil-sinamat, kaemferida, galangan, dan galangol.

15. Pala (Myristica fragrans)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan buah pala sebagai obat memar (darah beku). Nurdjannah (2007) menyatakan pala berguna untuk
mengurangi flatulensi, meningkatkan daya cerna, mengobati diare dan mual. Pala juga dapat mengobati desentri, maag, menghentikan muntah, mulas, perut kembung, serta obat rematik. Komponen dalam biji pala terdiri dari minyak atsiri, minyak lemak, protein, selulosa, pentosan, pati, resin dan mineral.

16. Pegagan (Centella asiatica)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun pegagan sebagai obat asam urat, luka dalam, dan sariawan. Kartasapoetra (1992) pada penelitiannya menyatakan tumbuhan pegagan memiliki khasiat obat. Pegagan dapat digunakan untuk mengobati penyakit sariawan, asam urat, amara (menambah nafsu makan), astringensia, dan sebagai tonikum.

17. Pepaya (Carica papaya L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun pepaya sebagai obat batuk, demam, dan darah tinggi. Safriyadi dkk. (2017) pada penelitiannya
menyatakan tanaman pepaya dimanfaatkan sebagai obat penurun darah tinggi. Bagian yang dimanfaatkan adalah daunnya. Cara pengolahannya adalah dengan merebus daun pepaya tersebut.

18. Pinang (Areca catechu L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun dan buah pinang sebagai obat sakit pinggang dan luka. Barlina (2007) pada penelitiannya menyatakan biji pinang dapat mengobati cacingan, perut kembung akibat gangguan pencernaan, bengkak karena retensi cairan (edema), rasa penuh di dada, luka, batuk berdahak, diare, terlambat haid, keputihan, beri-beri, dan malaria.

19. Pugun Tanoh (Picria fel-terrae Lour.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun pugun tanoh sebagai obat sakit perut, gula, dan penurun tensi. Juwita (2017) pada penelitiannya
menyatakan tumbuhan pugun tanoh berkhasiat sebagai obat cacing untuk anak-anak, sakit perut (mulas mendadak), malaria, menyembuhkan gatai-gatal dan penyakit kulit lainnya, mengatasi batuk dan rasa sesak di dada, meningkatkan nafsu makan, dan sebagai tonikum untuk menguatkan badan. Tumbuhan ini juga digunakan untuk mengobati demam, infeksi herpes, dan inflamasi.

20. Racun Biang (Rauvolfia serpentina L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun pule pandak sebagai obat flu dan diare. Haryudin (2013) pada penelitiannya menyatakan bagian
tanaman pule pandak mulai dari akar, batang, dan daun dapat dimanfaatkan sebagai obat. Akarnya berkhasiat untuk mengobati tekanan darah tinggi, sakit kepala, sakit tenggorokan, sakit pinggang, etilepsi, kurang nafsu makan, dan penawar bisa ular atau gigitan serangga. Bagian batang dan daun berkhasiat untuk mengobati influenza, sakit tenggorokan, malaria, tekanan darah tinggi, diare, muntah karena angin, hernia, bisul, dan memar.

21. Salagundi (Vitex trifolia L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun legundi sebagai obat mata dan masuk angin. Parapat (2014) pada penelitiannya menyatakan daun
legundi berkhasiat sebagai analgesik, antipiretik, obat luka, peluruh kencing, pereda kejang, germicide (pembunuh kuman), batuk kering, batuk rejan, beri-beri, sakit tenggorokan, muntah darah, obat cacing, demam nifas, sakit kepala, TBC, turun peranakan, tipus dan peluruh keringat.

22. Sambung Nyawa (Gynura procumbens Lour)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun sambung nyawa sebagai obat hipertensi dan gula. Putri dan Tjitraresmi (2017) pada penelitiannya menyatakan tumbuhan sambung nyawa bermanfaat bagi kesehatan seperti, antioksidan, antihipertensi, antidiabetes, antikanker, antikbakteri serta mencegah kerusakan pada jaringan dan organ tubuh.

23. Sendep-sendep (Equisetum debile Roxb.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun greges otot sebagai obat luka dalam. Zaman (2009) pada penelitiannya menyatakan seluruh herba dari tanaman greges otot bermanfaat sebagai obat radang mata, radang usus, influenza, demam, dan hepatitis.

24. Senduduk (Melastoma candidum)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun senduduk sebagai obat diare. Novrinawati (2016) pada penelitiannya menyatakan tumbuhan senduduk dapat digunakan sebagai obat disentri, diare, hepatitis, keputihan, sariawan, batuk, luka, antihipertensi, wasir darah, pendarahan rahim dan lainnya.

25. Singkong (Manihot esculenta Crantz)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun singkong sebagai obat batuk. Meilawaty (2013) menyatakan daun singkong memiliki banyak manfaat bagi kesehatan karena memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi. Konsumsi vitamin C sangat bermanfaat dalam proses penyembuhan luka dan dapat menurunkan jumlah neutrofil.

26. Sirap-rap (Phyllanthus urinaria L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun meniran sebagai obat batuk dan obat demam. Ason dkk. (2018) pada penelitiannya menyatakan tanaman meniran dapat mengobati berbagai penyakit, seperti radang ginjal, susah kencing yang disertai sakit perut atau sakit pinggang, batu ginjal, disentri, hepatitis, rabun senja, bisul di kelopak mata, rematik, dan epilepsi. 

27. Sirih (Piper betle L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun sirih sebagai obat sakit perut, luka, sakit kepala, dan gatal-gatal. Ningtias dkk. (2014) pada penelitiannya menyatakan daun sirih bermanfaat untuk mengobati asam urat, ambeien, batuk rejan, disentri, jantung, keputihan, masuk angin, memperlancar darah, nyeri otot dan persendian, panas dalam, dan stroke.

28. Sirsak (Annona muricata L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun sirsak sebagai obat sakit gula dan kolesterol. Hussaana dkk. (2015) pada penelitiannya menyatakan daun sirsak telah digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan kanker. Zat aktif pada daun sirsak diantaranya alkaloid dan acetogenin.

29. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan rimpang temulawak sebagai obat sakit perut. Dewi dkk. (2017) pada penelitiannya menyatakan temulawakbermanfaat untuk meningkatkan nafsu makan, menjaga ketahanan tubuh, mengobati penyakit ginjal, dan mengobati gatal-gatal atau eksem.

30. Terbangun (Coleus amboinicus Lour) 

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun bangun-bangun sebagai obat asam lambung. Santosa dan Hertiani (2005) pada penelitiannya menyatakan terdapat kandungan minyak atsiri pada daun bangun-bangun. Minyak atsiri bermanfaat sebagai antiseptik dan dapat melawan infeksi cacing. Daun bangunbangun juga memiliki kandungan vitamin C, vitamin B1, B12, kalsium, asam lemak, asam oksalat, dan serat. Senyawa-senyawa tersebut berpotensi sebagai antioksidan, mencegah kanker, antitumor, antivertigo, antiradang, obat lambung,
dan penyakit lainnya.

31. Terong (Solanum melongena L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan daun, batang, dan akar terong sebagai obat gatal-gatal. Hastuti (2007) pada penelitiannya menyatakan terong digunakan sebagai obat tradisional, antara lain obat gatal-gatal pada kulit, obat sakit gigi, wasir, tekanan darah tinggi, dan pelancar air seni. Terong dipercaya dapat memperlancar proses persalinan jika sering dikonsumsi sebelum masa persalinan.

32. Tunjuk Langit (Helminthostachys zeylanica L.)

Masyarakat Desa Bingkawan memanfaatkan rimpang tunjuk langit sebagai obat demam. Hartini (2011) pada penelitiannya menyatakan akar rimpang tunjuk langit dimanfaatkan sebagai obat desentri, katarak, TBC stadium awal, batuk, sipilis, malaria, pegal linu, dan juga sebagai obat cuci perut tonik. Berdasarkan uji fitokimia tumbuhan ini mengandung saponin, flavonoid, dan fenolik.

REFERENSI

Azizah, N. N. 2008. Isolasi dan Identifikasi Jamur Endofit dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Penghasil Antibakteri Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Malang. Malang.

Batubara, R. P., E. A. M. Zuhud, R. Hermawan, dan R. Tumanggor. 2017. Nilai Guna Spesies Tumbuhan Dalam Oukup (Mandi Uap) Masyarakat Batak
Karo. Media Konservasi. 22 (1) : 79 – 86.

Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya. Jakarta.

Dewi, M., M. Aries, Hardinsyah, C. M. Dwiriani, dan N. Januwati. Pengetahuan Tentang Manfaat Kesehatan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza.) Serta
Uji Klinis Pengaruhnya Pada Sistem Imun Humoral Pada Dewasa Obes. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 17 (3): 166  171.

Handajani, N. S. dan T. Purwoko. 2008. Aktivitas Ekstrak Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga) terhadap Pertumbuhan Jamur Aspergillus spp. Penghasil Aflatoksin dan Fusarium moniliforme. Biodiversitas. 9 (3) : 161 – 164.

Handayani, A. 2015. Pemanfaatan Tumbuhan Berkhasiat Obat Oleh Masyarakat Sekitar Cagar Alam Gunung Simpang, Jawa Barat. Prosiding Seminar
Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1 (6) : 1425 – 1432.

Hapsari, A. 2016. Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Etanol, Fraksi Polar, Semipolar, Dan Nonpolar Herba Kitolod (Isotoma Longiflora (L.) C.
Presl.) Terhadap Sel Mcf-7. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Hapsoh dan Y. Hasanah. 2011. Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. USU Press. Medan.

Hariana, A. 2009. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 3. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hartini, S. 2011. Helminthostachys zeylanica (L.) Hook. : Potensinya Sebagai Obat Masa Depan. Warta Kebun Raya. 11 (1) : 34 – 34.

Haryudin, W. 2013. Manfaat Pule Pandak (Rauvolfia serpentina) Sebagai Tanaman Obat. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.
19 (3) : 21 – 24.

Hastuti, L. D. S. 2007. Terung Tinjauan Langsung ke Beberapa Pasar di Kota Bogor. Program Studi Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hussaana, A., Q. Djam’an, E. Goenarwo, dan Chodidjah. 2015. Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata) Sebagai Penghambat Perkembangan Tumor
Payudara. Journal of Pharmaceutical Science and Pharmacy Practice. 2 (2) : 41 – 44.

Indrawati, Y. Sabilu, dan A. Ompo. 2014. Pengetahuan Dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional Masyarakat Suku Moronene di Desa Rau-Rau
Sulawesi Tenggara. Biowallacea. 1 (1) : 39 - 48.

Isniati. 2013. Kesehatan Modern dengan Nuansa Budaya. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 7 (1) : 39 – 44.

Juwita, N. A. 2017. Efek Relaksasi Ekstrak dan Fraksi Daun Pugun Tanoh (Picria fel-terrae Lour.) Pada Otot Polos Ileum Tikus Terisolasi Secara In
Vitro yang Dikontraksikan dengan Serotonin. Tesis. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Mahdi, I. N. 2015. Inventarisasi Tumbuhan Yang Digunakan Pada Ritual Adat Di Desa Tindang Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Alauddin. Makassar.

Meilawaty, Z. 2013. Efek Ekstrak Daun Singkong (Manihot utilissima) Terhadap Ekspresi COX-2 Pada Monosit yang Dipapar LPS E.coli. Dental Journal.
46 (4) : 196 – 201.

Nasution, J. 2009. Oukup, Ramuan Tradisional Suku Karo Untuk Kesehatan Pasca Melahirkan: Suatu Analisis Bioprospeksi Tumbuh-Tumbuhan
Tropika Indonesia. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ningtias, A. F., I. N. Asyiah, dan Pujiastuti. 2014. Manfaat Daun Sirih (Piper betle L.) Sebagai Obat Tradisional Penyakit Dalam di Kecamatan
Kalianget Kabupaten Sumenep Madura. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa Tahun 2014. 1 – 4.

Novrinawati, A. D. 2016. Keanekaragaman Tumbuhan Obat Pada Jalur Pendakian Lereng Gunung Andong, Dusun Sawit, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Nurdjannah, N. 2007. Teknologi Pengolahan Pala. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Nursiyah, 2013. Studi Deskriptif Tanaman Obat Tradisional yang Digunakan Orang Tua untuk Kesehatan Anak Usia Dini di Gugus Melatio Kecamatan
Kalikajar Kabupaten Wonosobo. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Semarang. Semarang.

Nuryani, S., R. Fx. S. Putro, dan Darwani. 2017. Pemanfaatan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn) Sebagai Antibakteri dan Antifungi.
Jurnal Teknologi Laboratorium. 6 (2) : 41 – 45.

Parapat, I, R, O. 2014. Analisis Komponen Kimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Legundi (Vitex trifolia L.). Skripsi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Prasetyo dan E. Inoriah. 2013. Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-Obatan (Bahan Simplisia). Badan Penerbitan Fakultas Pertanian UNIB. Bengkulu.
Purba, M. R. 2011. Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Karo Di Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo. Tesis. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Putri, N. S. E. dan A. Tjitraresmi. 2017. Aktivitas Gynura procumbens Untuk Terapi Farmakologi: Sebuah Review. Farmaka. 15 (1) : 213 – 221.

Putri, Z. F. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Propionibacterium acne dan Straphylococcus aureus
Multiresisten. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Radam, R., M. A. Soendjoto, dan E. Prihatiningtyas. 2016. Pemanfaatan Tumbuhan yang Berkhasiat Obat Oleh Masyarakat di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 2. 486 – 492.

Rahaman, C. H. Dan S. Karmakar. 2014. Ethnomedicine of Santal Tribe Living Around Susunia Hill 0f Bankura District, West Bengal, India: The
Quantitative Approach. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 5 (2) : 127 – 136.

Rahardjo, S. S. 2016. Review Tanaman Sembung. (Blumea balsamifera L.). Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia Ke-50. 18 – 28.

Rahayu, M., S. Sunarti, D. Sulistiarini., dan S. Prawiroatmodjo. 2006. Pemanfaatan Tumbuhan Obat secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di
Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Biodiversitas. 7 (3) : 245 – 250.

Sada, J. T. dan R. H. R. Tanjung. 2010. Keragaman Tumbuhan Obat Tradisional di Kampung Nansfori Distrik Supiori Utara, Kabupaten Supiori–Papua.
Jurnal Biologi Papua. 2 (2) : 39 – 46.

Safriyadi, A. R. Nasution, dan Mahdalena. 2017. Kajian Etnobotani Melalui Pemanfaatan Tanaman Obat di Desa Rema Kecamatan Bukit Tusam
Kabupaten Aceh Tenggara. Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017. 367 – 380. ISBN: 978-602-60401-3-8.

Santosa, C. M. dan T. Hertiani. 2005. Kandungan Senyawa Kimia dan Efek Ekstrak Air Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus L.) Pada Aktivitas
Fagositosis Netrofil Tikus Putih (Rattus norvegicus). Majalah Farmasi Indonesia. 16 (3) : 141 – 148.

Sembiring, K. 2019. Etnomedisin Suku Karo di Desa Bingkawan Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sembiring, E. F. Br., Indriyanto, dan Duryat. 2015. Keragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Kawasan Taman
Hutan Raya Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara. Jurna Sylva Lestari. 3 (2) : 113 – 122.

Sembiring, R., B. Utomo, dan R. Batubara. 2012. Keanekaragaman Vegetasi Tanaman Obat di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Kawasan
Taman Hutan Raya Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Silalahi, M. 2018. Botani dan Bioaktivitas Lempuyang (Zingiber zerumbet (L.) Smith.). Jurnal Edumatsains. 2 (2) : 147 – 160.

Silalahi, M. dan Nisyawati. 2015. Etnobotani Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) Pada Etnis Batak, Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional
Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1 (4) : 743 – 746.

Silalahi, M., J. Supriatna, E. B. Walujo, dan Nisyawati. 2013. Pengetahuan Lokal dan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Pada Kelompok Sub Etnis Batak
Karo di Sumatera Utara. BioETI. ISBN 978-602-14989-0-3.

Simanjuntak, H. A. 2016. Etnobotani Tumbuhan Obat di Masyarakat Etnis Simalungun Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Biolink. 3
(1) : 75 – 80.

Simarmata, T. dan F. A. Sembiring. 2015. Oukup Sebagai Pengobatan Tradisional Studi Antropologi Kesehatan Pada Masyarakat Karo. Anthropos : Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya. 1 (1) : 34 – 41.

Sinuhaji, L. N. Br. 2015. Oukup Dalam Perawatan Kesehatan Ibu Nifas Pada Suku Karo di Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2014. Wahana Inovasi. 4
(2) : 697 – 717.

Siregar, A. A. 2018. Eksplorasi Tumbuhan Obat Pada Kawasan Hutan Lindung Simandar Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Sumatera Utara. Fakultas
Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Siregar, I. S. A. 2017. Identifikasi Jenis Tanaman Obat Yang Digunakan Sebagai Bahan Pembuatan Minyak Karo. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sitawati, Dra. R. 2010. Rumput Mutiara (Oldenlandia corymbosa L.) Gulma Berkhasiat Obat. Composite Majalah Ilmiah Faperta Unbar. 1 (1) : 53 –
61.

Situmorang, R. O. P. dan A. H. Harianja. 2014. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kearifan Lokal Pemanfaatan Obat-Obatan Tradisional
Oleh Etnik Karo. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli. 40 – 53.

Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Fakultas MIPA. Universitas Negeri Yogyakarta. Nomor B - 206 – B218.

Suliantri, B. S. L. Jenie, M. T. Suhartono dan A. Apriyantono. 2008. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap Bakteri Patogen
Pangan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Zaman, M. Q. 2008. Etnobotani Tumbuhan Obat di Pamekasan-Madura Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun